(Alumni MWC XVI Dharmasraya)

Ada begitu banyak pengalaman berkesan dalam hidup ini, namun di antaranya ada satu pengalaman yang paling berkesan sehingga sulit untuk dilupakan. Pengalaman itu terjadi ketika aku masih kecil. Aku tidak ingat berapa umurku waktu itu tapi aku ingat betul, itu adalah usia Sekolah Dasar. Baiklah supaya tidak bertele-tele aku mulai saja ceritaku. Setiap hari sepulang sekolah kerjaku adalah membantu orangtua menggembalakan sapi yang berjumlah 3 bahkan sampai 7 ekor tergantung kebutuhan sehingga jumlah sapi akan berkurang karena terpaksa harus dijual.

Aku menggembala sapi tidak sendirian, banyak kawan sekampung yang berprofesi sama sebagai gembala sapi. Kami sering berpindah-pindah lokasi penggembalaan, tergantung banyaknya rumput makanan sapi tersebut. Kadang di pinggir hutan, di tepi sawah, atau di ladang orang. Terkadang kami hanya mengikuti gerombolan sapi tersebut bergerak mencari rerumputan yang mereka inginkan. Seperti siang yang terik hari itu, kami mengikuti pergerakan gerombolan sai menyusuri pinggiran sungai. Jembatan yang berdiri kokoh diatas sungai sekaligus saluran air atau semacam talang air itu menjadi lokasi pemantauan gembali kami karna lokasinya yang tinggi. Dari atas jembatan tersebut sapi-sapi terlihat kecil,berjalan,merenggut rumput dan dedaunan yang mereka sukai.

Karena sapi-sapi tersebut nampak tenang maka tercetus ide dari salah seorang teman penggembala untuk bermain di air sungai yang jernih dengan arus yang cukup deras. Kami bersorak stuju dan kegirangan, membayangkan keasyikan yang akan kami dapatkan. Bergegas kami berlari saling mendahului menuruni lembah pinggiran sungai. Seorang anak lelaki yang berperawakan tinggi dan besar di antara teman yang lain berinisiatif mencari kayu sebesar lengan anak-anak dengan panjang lumayan. Dengan kayu tersebut ia membawa teman-temansatu persatu menyeberangi sungai dengan cara memegang ujung kayu dan teman yang diseberangkannya memegang ujung yang lain. Kemudian bergerak menyeberangi sungai dengan berjalan duluan.

Tiba giliranku menyeberangi sungai dengan berpegangan pada kayu tersebut, tetapi ternyata kakiku tak cukup kuat berjalan menapaki dasar sungai yang penuh bebatuan yang licin, akhirnya aku terpeleset dan arus sungai menyeretku tenggelam. Aku sempat membuka mata yang kuingat waktu itu adalah air sungai yang hijau dan deras. Panik dan kalut namun Tuhan masih menyayangiku. Tiba-tiba sebuah tangan meraih tanganku dan menarik ke permukaan air. Itu tangan temanku yang bertugas menyeberangkan tadi. “ aku melihat tanganmu masih memegang ujung kayuku “ ujarnya sambil berkaca-kaca. Aku terduduk lemas di pinggir sungai menyesali yang telah kami lakukan tadi, bahkan teman-temanku pun hening dan memandangiku dengan perasaan bermacam-macam. Mungkin mereka beranggapan tidak akan bertemu denganku lagi sesaat tadi. Aku juga beranggapan bahwa sesaat tadi aku telah lolos dari maut. Itulah pengalaman yang tak bisa kulupakan yang hingga sekarang masih menghantui mimpiku.