Rokhayah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Merengkuhmu dalam Galau

" Asem tenan. Kalah aku.! " Remaja berseragam putih abu-abu berperawakan gempal itu membanting stik game PS ke meja, kemudian kesepuluh jemarinya meremas rambutnya yang berantakan. Punggungnya disandarkan ke kursi sambil mendengus kesal. Ia tidak menyadari aku sudah berdiri di belakangnya dari tadi. Kujewer telinga kanannya sambil berkata " Kalah ya? " Seketika bocah remaja itu terkejut ia segera menoleh ke padaku. Beberapa remaja lainnya yang sedari tadi menghadap layar PS ikut mengarahkan mata ke padaku. Seperti dikomando mereka segera tegak dan lari kabur pontang panting. Ada yang menabrak meja dan kursi. Sebagian anak lari lewat pintu belakang, jendela, pintu depan, bahkan nekat melompati saluran air yg cukup lebar demi menghindariku. Kecuali bocah remaja yang kujewer tadi. Ia menjatuhkan badannnya ke lantai dan memegang telapak tangan kananku dengan kedua tangannya.

" Maaf buk, maafkan saya. " ia membawa tanganku ke keningnya.

" Masih mau sekolah ? " tanyaku

" Masih, buk "

" Ibuk tunggu di kantor "

" Iya buk "

Aku segera balik arah hendak kembali ke sekolah. Seorang lelaki berseragam Pemda berhenti di pinggir jalan, memerhatikanku dari atas motor dinasnya.

" Banyak yang lari ke belakang sana buk anak ibuk tadi " Bapak itu menunjuk arah berlarinya para siswaku tadi.

" iya pak, saya sudah tau siapa saja anak-anak tadi "

" setiap hari mereka ada di sini buk " si bapak coba mengadu lagi.

" iya pak. Nanti diproses biar gak begini lagi " Jawabku sedikit kesal dengan ulah mereka. Sebenarnya tujuanku ke tempat PS ini adalah mencari siswa kelasku yg kujewer tadi, tapi rupanya banyak sekali siswa dari kelas lain yang juga sering nyangkut di sini. Segera saja kupacu motorku kembali ke sekolah tanpa permisi pada pemilik PS karena saking kesalku. Sedih dan marah bercampur di dadaku. Berat nian tugas guru jika semua ditumpahkan pada guru. Moral bangsa adalah tanggung jawab bersama orangtua, guru, masyarakat, dan pemerintah. Mengapa pemilik PS tidak peduli. Kesal sekali hatiku. Aku berjalan dengan hati masygul dan bersungut-sungut memasuki kantor majelis guru. Hawa panas menjalar di tubuhku karena emosi. Aku baru di sekolah ini, baru enam bulan dan kemudian diserahi tanggung jawab sebagai wali kelas. Masih baru jadi wali kelas dan muridku sudah berulah tak pernah sekolah. Setelah diselidiki ternyata suka nongkrong di PS.

Sekian menit menunggu nampak dua bocah remaja berseragam SMA memasuki gerbang sekolah. Dialah muridku dan seorang adik kelasnya. Dari 11 orang yang kutemui di PS tadi cuma 2 orang ini yang berani kembali ke sekolah. Oke lah, berarti masih ada rasa tanggung jawabmu, batinku. Setelah diproses guru BK dan wakil kepala sekolah bersama denganku. Muridku tadi harus menyelesaikan perkaranya ini dengan membawa orang tuanya besok pagi.

Esok harinya, si bocahku kembali bersama wali muridnya, seorang pria yang berseragam loreng. Aku tidak tahu ketika proses penyelesaian bersama wali murid tadi karena aku sedang mengajar di kelas. Kudengar cerita dari salah seorang guru, wali murid tersebut ternyata pamannya. Ia menghajar ponakannya tersebut di hadapan para guru karena merasa malu. Si bocahku menangis dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Aku sedih mendengar cerita tentang bocahku tadi. Mengapa harus sekeras itu. Aku sedih, seandainya tadi aku ada di ruangan itu. Aku sedih, ternyata si bocah hanya janji palsu. Ia butuh perhatian orang tua, butuh orang tua komunikasi dengan gurunya agar si bocah benar sampai di sekolah dan mengikuti proses PBM sampai usai. Seandainya begitu tentu tidak akan terjadi si bocah tidak naik kelas dan harus pindah sekolah lain karena menanggung malu tidak naik kelas.

Bertahun-tahun berlalu tiba- tiba Si Bocah menanyakan khabarku, memohon doa restu agar bisa menyelesaikan studynya di perguruan tinggi, dan meminta maaf karena merasa telah membuat malu wali kelasnya dulu. Tak terasa bulir bening mengalir di pipiku. Anakku, aku selalu mendoakanmu dan semua muridku, demi kesuksesanmu, aku tidak pernah merasa engkau telah mempermalukan aku. Aku hanya ingin engkau sungguh-sungguh menggapai cita-citamu, karena aku, orangtuamu, dan negaramu berharap banyak di pundakmu. Kalian para penerus generasiku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah..ungkapan guru yang luar biasa..Bu Rokhayah...Sehat dan selalu bahagia..Barakallah.

05 Apr
Balas

Terimakasih bu Rini. Doa yang sama untuk ibu. Semoga kita tetap istiqamah menjaga amanah yang dititipkan kepada kita, apa pun bentuknya.

05 Apr
Balas



search

New Post