Antara Februari dan November
Besok pagi saya ada undangan rapat operator sekolah (OPS) di Kantor UPT. Biasanya, jika operator sekolah dikumpulkan ada tugas penting yang harus segera diselesaikan. Dan, pekerjaan yang harus diselesaikan besok pagi adalah untuk verifikasi dan validasi data calon peserta ujian sekolah.
Sebagai operator Dapodik, setiap tahun saya mendapat tugas untuk meneliti data calon peserta ujian sekolah. Sebenarnya tugas ini bukanlah tugas yang berat. Namun, diperlukan kecermatan dan kejelian yang prima. Mengapa? Karena data inilah yang akan menjadi dasar penulisan dokumen penting seperti penulisan Ijazah dan Surat Keterangan Hasil Ujian (SKHU).
Meskipun pekerjaan meneliti dokumen peserta ujian merupakan tugas rutin tahunan, selalu saja ditemukan penulisan bulan yang kurang tepat. Yaitu pada penulisan bulan Februari dan November. Dokumen yang dimiliki anak ada yang tertulis Februari ada yang Pebruari. Demikian juga untuk bulan November, ada yang tertulis November dan Nopember.
Lantas manakah penulisan yang benar Februari atau Pebruari? November ataukah Nopember? Dari penelusuran di berbagai referensi yang saya baca ternyata penulisan Pebruari dan Nopember tidaklah tepat. Keduanya bukan bentuk baku.
Kata Pebruari dan Nopember berasal dari Bahasa Inggris February dan November, jadi kedua kata ini merupakan kata serapan dari bahasa asing. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang menyamakan tulisan dan pengucapan, tidak seperti Bahasa Inggris, penulisan dan pengucapan berbeda jauh sekali. Jadi untuk menyerap bahasa asing menjadi bahasa Indonesia kaidah yang digunakan adalah kesamaan antara pengucapan dan penulisan serta semirip mungkin dengan bentuk asli. Bentuk baku kedua kata tersebut adalah Februari dan November.
Dirgo Sabariyanto di dalam buku Bahasa Surat Dinas menjelaskan tentang asal penamaan Pebruari dan Nopember: “Mengapa sampai ada kata Pebruari dan Nopember serta Februari dan November? Ceritanya sebagai berikut; Kita mengetahui bahwa orang tua kita pada umumnya belum berpendidikan tinggi. Oleh sebab itu, mereka belum dapat mengucapkan bunyi – bunyi (fonem) yang mereka anggap masih bunyi asing, yaitu /f/ dan /v/. Kedua bunyi itu mereka ganti dengan bunyi miliknya, yaitu /p/. Karena kita sudah terpelajar dan bunyi /f/ dan /v/ milik kita, kedua bunyi itu harus kita gunakan. Artinya, kita tidak perlu mengganti kedua bunyi itu seperti nenek dan kakek kita.“
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar