Pak Omank

Guru SD Negeri 1 Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah...

Selengkapnya
Navigasi Web

Koneksi Antar Materi Modul 2.3

Tidak terasa kegiatan Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 7 Kabupaten Banjarnegara sudah sampai pada modul 2.3. Pada Modul 2.3 ini Calon Guru Penggerak belajar tentang coaching untuk supervisi akademik.

Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai media.

Refleksi diri

Menurut saya seorang guru penggerak harus mampu menjalankan perannya sebagaimana telah dipelajari pada Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak. Peran yang dimaksud dalam modul tersebut adalah; 1) Menjadi Pemimpin Pembelajaran, 2) Menjadi Coach Bagi Guru Lain, 3) Mendorong kolaborasi, 4) Mewujudkan Kepemimpinan Murid (Student Agency), dan 5) Menggerakkan Komunitas Praktisi. Lima peran guru penggerak yang sejalan dan selaras dengan modul 2.3 Coaching untuk supervisi akademik adalah peran yang ke-2 yaitu menjadi coach bagi rekan guru lain.

Kegiatan supervisi akademik di sekolah sering diasumsikan sebagai suatu kegiatan observasi atau penilaian terhadap kinerja guru. Sehingga kata supervisi identik menjadi sebuah kegiatan mencari dan mengevaluasi kekurangan guru. Akibatnya, guru merasa terbebani ketika akan disupervisi oleh kepala sekolah atau pengawas.

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.

Paradigma Berpikir Coaching:

· Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan,

· Bersikap terbuka dan ingin tahu,

· Memiliki kesadaran diri yang kuat,

· Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Selain itu yang perlu dimiliki dan diterapkan untuk dapat melakukan proses coaching dengan baik seorang guru harus memiliki 3 kompetensi inti coaching yang ada yaitu:

1. Kehadiran Penuh/Presence

Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.

2. Mendengarkan Aktif

Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

3. Mengajukan Pertanyaan Berbobot

Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

Coaching dalam Konteks Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) murid agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Coaching dengan Alur T-I-R-T-A

TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tujuan Umum (Tahap awal di mana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)

Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)

Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)

Percakapan coaching dilakukan dalam suasana akrab dan cair menggunakan Bahasa sehari-hari, untuk memastikan adanya kemitraan antara coach dengan coachee.

Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching

Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran dan pembelajaran yang berpihak kepada murid.

Prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi kemitraan, konstruktif, terencana, reflektif, dan objektif.

Siklus dalam supervisi klinis umumnya meliputi 3 tahap yaitu, pra-observasi, observasi, dan pasca-observasi

Pengalaman Reflektif terkait Pengalaman Belajar

1. Emosi yang saya rasakan, saya tergugah untuk terus belajar mendapatkan pemahaman yang baik tentang coaching untuk supervisi akademik dan tertantang untuk memperbanyak praktik coaching.

2. Yang sudah baik dan yang perlu diperbaiki, mendapatkan pemahaman materi tentang coaching dan sudah mempraktikkannya. Sedangkan yang perlu diperbaiki terkait kompetensi coach yang baik yaitu mengajukan pertanyaan berbobot.

3. Implikasi terhadap kompetensi diri, menambah dan mengotimalkan diri sebagai seorang pendidik juga orang tua untuk menjadi coach bagi orang lain.

Bagaimana Penerapan Coaching untuk Supervisi Akademik?

Melalui supervisi akademik, kegiatan pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran, coaching dibutuhkan sebagai peningkatan motivasi atau komitmen diri seorang guru sehingga kualitas pembelajaran meningkat seiring meningkatnya motivasi kerja guru.

Coaching sebagai membangun kompetensi kemitraan. kemitraan dalam menjalani proses coaching dapat terbangun dan membuka peluang akselerasi kesadaran yang mendorong tindakan aksi manakala dilandasi kepercayaan coachee kepada coach. Dalam prosesnya kita tidak perlu memandang kesenjangan jabatan karena dalam supervisi akademik terjadi proses kolaborasi antara supervisor dengan guru.

Tantangan implementasi coaching di sekolah? Seringkali supervisi akademik dilihat sebagai sebuah proses yang bersifat satu arah. Apalagi supervisi akademik dilaksanakan satu tahun dua kali. Supervisi hanya sebagai sebuah tagihan atau kewajiban saja.

Alternatif solusi untuk tantangan yang ada? Pada proses coaching, seorang coach lebih menekankan menjadi pendengar aktif, seorang coach hanya melontarkan pertanyaan yang merangsang ide melalui jawaban dari coachee. Dibutuhkan sebuah keterampilan berkomunikasi untuk melakukan coaching.

Keterkaitan Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Sesuai dengan definisi pembelajaran berdiferensiasi tersebut dapat diasumsikan bahwa paradigma coaching dan prinsip coaching dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Selain itu dengan menerapkan coaching sebagai sebuah pendekatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid adalah suatu hal yang dapat dilakukan dan efektif untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Untuk menyusun dan melaksanakan proses pembelajaran, guru akan mengaarahkan murid untuk menemukan, menentukan/memilih kebutuhan belajarnya. Murid dimampukan untuk dapat belajar sesuai dengan gaya belajar, kemampuan belajar, bakat dan minat yang dimiliki. Dengan demikian pembelajaran dapat berjalan baik dan murid merasa nyaman dengan proses belajar yang mereka lakukan.

Keterkaitan Coaching dengan Pembelajaran Sosial Emosional

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat:

· Memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri)

· Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)

· Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

· Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)

· Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Lima kompetensi sosial emosional yang dipelajari pada modul sebelumnya menjadi sebuah dasar seorang guru agar dapat menguasai tiga kompetensi coaching yang ada. Sehingga pembelajaran sosial emosional sangat penting dan perlu ditempuh seorang guru untuk meningkatkan kompetensi sosial emosionalnya sebelum belajar mengenai coaching.

Selain itu, dalam pembelajaran sosial emosional seorang guru akan memperoleh pengalaman mengenai mengelola diri yang baik hingga mampu mengambil keputusan. Salah satu teknik untuk mengembalikan kesadaran penuh atau (mindfulness) dapat dilakukan dengan teknik S-T-O-P yang dapat diterapkan kepada coachee sebelum melakukan kegiatan coaching. Dengan demikian coaching akan terjadi baik dan memampukan coachee dalam menemukan solusi masalah yang dialami.

Keterkaitan Keterampilan Coaching dengan Pengembangan Kompetensi sebagai Pemimpin Pembelajaran

Pemimpin pembelajaran yang baik menurut saya adalah seorang yang memiliki prinsip dan mampu menerapkan paradigma coaching untuk supervisi akademik. Paradigma coacing dan prinsip coaching untuk supervisi akademik sangat perlu dimiliki oleh seorang pemimipin pembelajaran untuk dapat melakukan evaluasi dan refleksi pembelajaran sebagai bahan perbaikan kedepan. Selain itu, kemampuan coaching seorang pemimpin pembelajaran harus selalu ditingkatkan dan diasah guna supervisi akademik yang dilakukan.

Melakukan supervisi akademik dengan teknik coaching akan lebih efektif dibandingkan dengan teknik lain. Karena dalam coaching seorang coachee mampu menemukan potensi positif dalam diri maupun potensi lain disekeliling sebagai solusi atas masalah yang dihadapi. Suatu hal yang muncul atas inisitif atau hasil pemikiran reflektif seseorang biasanya lebih bertahan lama atau berjangka panjang dan memberikan kesan makna yang mendalam ketika berhasil diterapkan.

Rokhmani, S.Pd

CGP 7 Banjarnegara

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post