Rindu Sentuhan Kasih Ibu
Kasih ibu kepada beta,
Tak terhingga sepanjang masa,
Hanya memberi tak harap kembali,
Bagai sang surya menyinari dunia.
Hayo, siapa yang tidak kenal dengan syair lagu di atas?. Ya, lagu "Kasih Ibu" ciptaan Mochtar Embut. Komponis yang lahir 5 Januari 1934 di Sulawesi Selatan ini, dikenal sebagai sosok yang gemar bermain piano dan mencipta lagu, terutama lagu anak-anak. Kini lagu ciptaannya itu sangat melegenda dan selalu dikaitkan dengan Hari Ibu.
Berbicara kasih sayang seorang ibu kepada anak, seakan tak pernah ada habisnya. Kasih sayang ibu tak terbilang. Begitu banyak yang telah diberikan seorang ibu untuk anak-anaknya. Sebagai anak, kita tak akan bisa membalas semua kasih sayangnya, yang sepanjang masa dan tak ada batasnya. Akan tetapi sebagai anak kita harus selalu memberikan yang terbaik demi kebahagiaan ibu tercinta.
Ibu kita tak henti-hentinya mendoakan untuk anak-anaknya di segala ruang dan waktu. Tapi kita sebagai anak, kadang lupa mendoakan ibu. Kasih sayang ibu, doa ibu tak terbatas. Kasih sayang anak, doa anak, hanya sepenggalah. Tidak salah jika ada peribahasa, “Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepenggalah.” Artinya cinta kasih anak kepada ibu tidak sebanyak cinta kasih ibu kepada anak.
Ibu adalah sosok yang paling dekat dalam kehidupan seorang anak. Sebagai orang yang melahirkan, seorang ibu tentu memiliki peran penting bagi anak-anaknya. Bahkan, ikatan di antara anak dan ibu sudah terbangun sejak masih dalam kandungan.
Namun, tak semua anak bisa mendampingi dan didampingi ibunya hingga dewasa. Saya adalah satu dari sekian orang yang merasakannya. Saat masih kecil, saya sudah ditinggal ibu untuk selamanya. Ibu meninggal dunia sejak saya masih balita.
Namun, meskipun ibu meninggal sejak saya masih balita, bukan berarti cinta dan kasih sayang kepada ibu sirna begitu saja. Sekilas masih tersimpan kenangan indah bersamanya. Bahkan hingga saya tumbuh dewasa, pada momen-momen tertentu terbersit rasa rindu. Rindu akan kasih sayangnya.
Saya empat bersaudara hidup dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga sederhana di desa. Ayah di samping sebagai petani juga bekerja sebagai pandai besi. Pekerjaannya membuat alat-alat pertanian seperti cangkul dan sabit. Sayang pekerjaan ini tidak ada yang meneruskan. Ketiga saudara saya perempuan, sementara saya diangkat jadi guru jauh dari tanah kelahiran.
Meskipun hidup dalam kesederhanaan, saya merasakan kebahagian. Namun kebahagiaan itu terasa sangat singkat. Ibu meninggal ketika saya belum genap lima tahun. Selang beberapa tahun ayah menyusul. Ayah meninggal dunia ketika saya kelas 4 SD. Maka, sejak saat itu saya menjadi anak yatim piatu.
Di era kekinian di mana beban hidup dirasa semakin berat kadang ada ibu yang tega menganiaya anaknya. Bahkan ada yang sampai membunuh anaknya. Berita-berita tindak kekerasan dalam rumah tangga seakan tak ada habisnya.
Di sisi lain saya sebagai anak yang dibesarkan tanpa kehadiran orang tua kadang ada rindu akan kasih sayang orang tua. Khususnya kasih ibu. Ada perasaan dan emosi membuncah seketika, terutama pada momen-memen, seperti;
1. Ketika melihat orang lain masih bisa memeluk ibunya. Saat melihat orang lain bisa memeluk dan mencium ibunya, ada rasa sedih dalam dada. Ada getaran yang terasa menyesakkan. Ingin sekali rasanya aku bisa kembali melihat ibu, menyentuhnya, dan memeluk erat dalam dekapannya.
2. Ketika sedang sendirian. Ketika sendiri, saat hanya detak jantung yang terdengar, ada lubang menganga di hati. Ada yang kosong dalam diri. Ada ruang sepi dalam dada. Saya ingin mengisinya, tapi tak bisa. Hanya bayangan wajah dan tak bisa menyentuh apalagi mencium tangannya.
3. Ketika berhasil mewujudkan impian. Ketika saya berhasil mewujudkan sebuah impian, rasanya ingin berbagi dengan orang-orang tercinta. Ingin berbagi momen bahagia itu dengan ibu. Tapi saat ibu telah tiada, rasa bahagia itu seolah hampa.
4. Ketika ada orang bertanya tentang ibu. Tidak semua orang paham kondisi kita. Kita juga tak mungkin mengatakan pada setiap orang kalau ibu sudah tiada. Maka, ketika ada orang bertanya tentang ibu, ada rasa sedih yang berdesir dalam dada.
Kehilangan sosok ibu memang sangat menyedihkan tetapi bukan berarti harus bersedih terus menerus. Selalu ada kesempatan untuk menjalani hidup bahagia. Selalu ada cara untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Mungkin saya hanya satu dari sekian anak yang harus terpisah dengan ibu sejak kecil. Di luar sana masih banyak anak yang merindukan pelukan dan kasih sayang seorang ibu. Bahkan tidak hanya itu, mereka juga kehilangan kesempatan untuk mengenyam pendidikan demi masa depannya.
Maka, bersyukurlah mereka yang berkesempatan menikmati kesejukan warna kasih ibu hingga dewasa. Hormati dan muliakan ibu agar merasa bahagia. Jangan sia-siakan ibu agar kita tidak tergolong anak durhaka!
#menulislagiR1.189
#bna06012021
#tantangangurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
tulisan mengenai ibu selalu membuat baper pak... terma kasih ..salam literasi
Terima kasih. Salam