Roni Bani

Guru SD, dari Kab. Kupang - NTT Menulis Mana Suka ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kisah Dua Induk Ayam

Kisah Dua Induk Ayam Hari itu tuan yang memelihara kami menurunkan kami dari tempat kami mengerami telur-telur yang pernah kami telorkan dari hasil perkawinan kami dengan pejantan. Kami berdua telah berlelah-lelah selama 21 hari mengerami telur-telur sampai menghasilkan doc. Apa itu doc? Doc itu anak-anak ayam yang berbulu halus bersuara ciap-ciap.Kami berdua menghasilkan doc-doc dalam jumlah yang tidak banyak. Mengapa? Karena jumlah telur yang kami telorkan pernah diambil beberapa di antaranya untuk dimakan oleh pemilik yang memelihara kami. Kami mendengar cerita-cerita ketika telur-telur kami diambil untuk dimakan. Sebelum mereka menikmati isi telur yang terdiri dari kuning dan putihnya, keduanya berupa cairan saja. Tapi akan membeku oleh karena proses tertentu, di antaranya direbus. Dari cerita-cerita itu kami mengetahui bahwa mereka mengolahnya dalam beberapa macam makanan seperti; telur mata sapi, telur setengah matang, atau yang paling mudah telur rebus. Kabar lainnya makluk manusia yang cerdas dapat mengolah telur-telur yang kami hasilkan itu dalam berbagai jenis makanan, bahkan yang menggunakan bahasa asing sehingga kami tak paham sama sekali. Maklum, kami ayam kampung yang hanya memahami bahasa kampung. Bayangkan kami harus membayangkan model makanan seperti scoot egg, chawanmusi, egg benedict, croque-madame, dan lain sebagainya. Itu semua berasal dari bahasa asing yang kami tak paham sama sekali. Nah, kembali ke doc dan kami berdua. Setelah kami turun dari tempat dimana kami mengerami telur-telur kami yang menghasilkan doc, kami diberi makan. Kami dikurung dalam kandang sehingga kami tak dapat berjalan jauh. Malam pertama kami aman-aman saja. Para doc kami apit di bawah sayap kami. Mereka semua merapat ke tubuh kami yang sesungguhnya sudah makin kurus. Tubuh kami menghangatkan mereka oleh karena mereka belum mampu mengurus diri sendiri. Pagi tiba, kami mendapat asupan nutrisi yang nikmat berhubung kami harus makan bersama para doc. Ciap-ciap dari mereka sungguh indah. Sepanjang siang kami sungguh-sungguh menikmati hidup sebagai induk-anak. kwok, kwok, kwok ciap, ciap, ciap. Begitulah suara kami bersahutan. Magrib tiba. Malam menjelang. Semua makhluk menuju keteduhan malam. Kami pun demikian bersama para doc di balik sayap-sayap kami. Tengah malam, suara pintu kandang berderak. Nyala senter kecil diarahkan pada kami. Kami baru sempat mendongakkan kepala, leher kami sudah dipegang keras-keras sehingga kami tak dapat bersuara. Kami dibawa pergi dengan berlalri. Entah siapa dia, dia telah membawa kami dengan berlari kencang. Tapi dalam kegelapan. Senter yang di tangan tadi dilepas karena ia harus memegang dua induk sekaligus. Terdengar di kejauhan ciap, ciap, ciap, dari para doc yang kami tinggalkan. Akhirnya kami sampai di suatu tempat. Kami diikat pada kaki dan ditambatkan. Kami berdua sudah dapat bersuara tetapi apa daya, para doc tak dapat mendengar suara kami dan kamipun tak dapat mendengar suara mereka. Pagi tiba. Tangan yang kasar itu membuka tali dan mengikat erat dua kaki disatukan. Ia membopong kami ke tempat yang tak kami ketahui. Beberapa saat kemudian kami telah bersama orang itu di atas satu unit pikap. Kendaraan ini membawa kami makin jauh. Ternyata kami dibawa ke suatu tempat yang ramai. Orang-orang berjualan berbagai hal di sana. Ini yang namanya pasar tradisional. Kami dijual di tempat ini. Kami pun akhirnya pindah ke tangan orang lain. Sejumlah uang telah ada di tangah orang yang membopong tubuh kami. Kami bersuara secara sia-sia. Kami pun dibawa pergi lagi. Di atas pikap yang lain kami berangkat bersama orang yang baru saja menukarkan diri kami dengan sejumlah uang. Kami tiba di satu tempat yang lain. Di sana keramaian lebih dari pasar tradisional yang kami saksikan. Kami ketahui kemudian, itulah kota. Di kota itu kami menuju ke pasar. Pasar yang kelihatannya lebih tertata, tetapi betapa banyaknya sampah berserakan di mana-mana. Bau busuk luar biasa. Kelihatan manusia-manusia menutup hidung mereka dengan semacam kain. Rupanya itu yang disebut masker. Terdengar ada percakapan tentang satu jenis virus yang membahayakan. Katanya korona. Ada sebutan lain, covid-19. Akh... apapun itu namanya, kami tetap dari kampung sehingga kami tidak butuh pengetahuan itu menjadi milik kami. Kami lebih ingat dan peduli pada para doc yang kami tinggalkan di sana gegara orang yang mengambil kami secara paksa pada malam lalu. Akhirnya kami ketahui bahwa kami akan dipindahtangankan lagi dengan cara yang sama yaitu dijual. Kami akan dijual lebih mahal oleh karena pertimbangan keuntungan. Tiba-tiba terjadi pertengkaran. Suara itu kami kenal. Suara orang yang memelihara kami. Sementara orang yang membawa kami dari pasar tradisional sebelumnya mempertahankan kami. Pertengkaran itu makin menjadi-jadi sehingga orang-orang mengerumuni keduaya. Pemilik suara yang kenal itu akhirnya membawa orang itu kepada seseorang yang diketahui yang disebut polisi. Sang polisi diharapkan bantuannya untuk mendudukkan perkara kedua orang itu. "Jika kedua ayam ini milikmu, bagiamana kamu membuktikannya?"tanya polisi. "Saya dapat membuktikannya pak polisi. Mohon bersabar di sini. Biarkan saya kembali ke rumah. Saya akan membawa semua anak-anak ayam yang ditinggalkan di rumah saya. Seharian kemarin saya sungguh susah mengurus mereka." jawab orang yang kami ketahui suaranya itu. Dialah yang memelihara kami. Sejam kemudian, orang itu kembali. Ia membawa satu dos kardus yang dilubangi. Suara ciap-ciap pada doc terdengar sangat jelas dari sana. Kami pun mendongak dan segera bersuara pula. Dos kardus itu dibuka. Segera para doc melompat mendengar suara kami. Kami pun segera menyambut mereka dengan mengais-ngais di satu ruangan yang disebut pos polisi. Polisi yang membantu menjernihkan masalah ini akhirnya memutuskan bahwa kami harus kembali ke tangan orang yang memelihara kami. Sementara orang yang membawa kami ke pasar ini harus pulang dengan tangan kosong. Kisah dari Timor Tengah Selatan. Heronimus Bani 18 03 2020
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post