Roni S. Wahid

Roni S. Wahid, S.Kom penulis buku "Berjuanglah Masa Mudaku". Pernah ikut menulis skenario Kian Santang, dll. Lelaki yang belum menikah ini aktif di yayasan al f...

Selengkapnya
Navigasi Web
Guru dan Kebohongan Tentang Siswa dalam Pikirannya
Pelatihan Menulis_Mengembangkan Inspirasi

Guru dan Kebohongan Tentang Siswa dalam Pikirannya

Jangan berharap kau bisa menundukanku. Tatapan tajam salah satu siswa di ruang BK.

Siang itu guru memanggil sembilan siswa bermasalah. Ini sudah kesekian kalinya mereka membolos, dan tidak mengikuti pelajaran di kelas. Selaku guru BK, Bu Marni memarahi mereka habis-habisan. Bahkan di hari berikutnya kedua orang tua mereka juga dipanggil. Salah satu orang tua dari siswa tersebut mengaku sudah lelah dengan tingkah anaknya, yang sangat sulit diatur. Ia pasrah dan tidak lagi peduli pada apa yang akan dilakukan anaknya.

Kasihan sekali anak itu, acapkali kuperhatikan wajahnya seperti meminta tolong. Seolah hatinya berteriak dan meminta keluar dari keadaannya saat ini. Ia terlihat bingung kenapa kesenangannnya hanya ada dari hal-hal buruk saja. 

Pada dasarnya kita semua adalah mahluk egois, yang melakukan sesuatu berdasarkan keinginan kita sendiri. Kenapa guru terus terpaku pada siswa yang tidak menurut, membangkang  dan suka membuat masalah. Padahal biarkan saja, biar dia merasakan sendiri apa akibat dari perbuatannya. Biarkan dia hancur dan menjadi contoh untuk orang lain.

Lalu orang-orang yang tidak mengambil pelajaran biarkan dia hancur juga. Kelak kita akan melihat keluh kesahnya di status whatsap yang kita abaikan.

Baiknya kita mensuport murid-murid yang ingin mengukir prestasi saja. Tetapi jika mereka hanya melakukannya setengah-setengah dorong juga mereka ke jurang. Lupakan dan sadarkan bahwa mereka juga tidak sespesial itu. 

“Ngelamunin apa, Pak” tanya salah satu guru yang menangkapku sedang memperhatikan siswa-siswa yang dipanggil ke ruang BK.

Aku hanya terseyum. Lalu menempelkan satu jari telunjuk di bibir, guna agar kami tidak bersuara. Setelah itu aku berpura-pura kembali mengotak-ngatik tulisan di leptop. Guru disampingku terus mengajak bicara. Karena kesal kubantingkan kepalanya kemeja. Setelah pingsan akhirnya dia diam dan tidak lagi mengganggu.

Aku menyalakan sebatang rokok lalu memperhatikan lagi kesembilan siswa yang masih diberikan nasehat oleh Bu Marni. Sebagai guru terkadang kita merasa sangat menyayangkan jika siswa kita menyia-nyiakan kemampuanya. Meski mempunyai potensi, jika mereka malas, mereka tidak bisa diandalakan. Sayangnya kemampuan mereka untuk menyadarinya belum ditingkat itu.

Sesekali kuperhatikan Bu Marni, ia bicara seolah manusia pliing sempurna. Padahal aku tahu keburukan aslinya. Ia pernah kepergok berselingkuh dengan wali murid. Ia juga sering menyita baran-barang milik siswa dengan alasan tidak sesuai dengan tata tertib sekolah. Ia sering meminta simpati tetapi dialah yang paling banyak  mengambil keuntungan. 

Pada hakikaknya untuk kita dewan guru yang  sudah dewasa kita terbiasa memiliki kemampuan adapatasi yang cukup baik. Kemampuan adapatasi yang kita miliki akan semakin bagus ketika menghadapai keadaan-keadan yang semakin sulit. Namun siswa tidak demikian, mereka masih meraba dan mencari mana yang lebih cocok dengan mereka. Mereka bukan mencari mana yang baik bahkan tidak untuk yang terbaik melainkan mana yang membuat mereka nyaman.

Sayangnya, aku salah paham akan suatu hal. Kukira siswa akan menanggapi jika kita menyesuaikan diri dengannya. Meski berulang kali aku memberikan kelonggaran, siswa yang tidak peduli akan tetap berada di kantin dan melahap makanannya. Meski jam belajar-mengajar sudah tiba.

Lambat laun kita akan muak dalam menghadapi siswa tersebut. Sesekali terpikir olehku untuk meracuni makanan mereka.

Beberapa siswa belum paham tentang makna direndahkan jika tidak kaya, dicemooh jika tidak berbakat, dan diabaikan jika tidak punya koneksi. Karena dunia mereka masih sempit. Salah satu hal yang mereka anggap pencapaian hanyalah memiliki kekasih yang baik, setia.

Harapanku mengacu kepada hal yang lebih tinggi. Bagaimana jadinya jika siswa memiliki antusias yang sangat tinggi tentang belajar. Pada suasana di dalam kelas salah satu siswa berani menyanggah argumen gurunya. Siswa menjadi kritis tentang materi yang disampaikan. Suasana kelas menjadi ramai dengan argumen dan pencarian makna yang mendalam.

Mau bagaimanapun, mengharapkan orang lain membuka hatinya untuk kita masih teralu sulit. Manusia tetaplah tidak bisa mengubah orang lain. Jadi yang bisa diubah hanyalah diri sendiri.

Kalau ingin mengubah dunia yang tidak sesuai dengan harapan. Saat ini, hanya bisa berbuat demikian. Jika kita tidak bisa melihat cahaya. Maka jadilah cahaya tersebut. Kegelapan yang ada di sekitar kita. Tugas kitalah melahapnya habis, dan mengubahnya menjadi cahaya.

Sayangnya hari demi hari, cahaya justru semakin redup. Kesembilan siswa yang kulihat waktu itu kini menjadi momok yang sangat menakutkan. Mereka membetuk kelompok dan menguasai sekolah. Seluruh siswa dipaksa patuh. Bahkan osis yang baru terbentuk menjadi kaki tangan mereka.

Tidak hanya sampai di situ, seluruh dewan guru ditawan di sebuah ruangan. Akses dan pintu gerbang ditutup. Bu Marni yang telah diketahui berselingkuh dengan kepala sekolah ditempatkan di ruang berbeda. Ia lebih dulu dibiarkan mati kelaparan.

Tidak lama para siswa itu membawa kami ke atap. Lalu menjatuhkan kami satu persatu. Susana menjadi sangat mencekam, ketika aku perhatikan bagaimana satu persatu dewan guru di jatuhkan dari atap.

Hingga tiba giliraku. Mereka memegangi lengaku yang sebelumnya terikat. Tanganku tidak berhenti gemetar. Jantungku terus berdekup sangat kecang, sesak sekali. Bahkan keringat terus mengucur dari kepalaku membasahi wajah.

Kuperhatikan wajah mereka satu persatu. dengan sesak aku berusaha bicara, "Tunggu bukankah bapak baik kepada kalian. Bapak tidak pernah marah sekali pun kepada kalian.”

Aku berusaha meminta belas kasihan. Salah satu siswa yang kudidik dan kuperlakukan paling baik di antara siswa lainnya, mendekat sambil tersenyum. 

"Seorang guru tidak boleh membeda-bedakan siswanya. Bukankah bapak ingin diperlakukan baik oleh kami semua. Bukan hanya sebagian murid saja. Bapak terlalu memandang rendah kami. bapak terlalu cepat mengambil kesimpulan. " ucapnya mantap. Ia pun menjatuhkanku tanpa ragu.

 ***

Rasa sakit dibadanku, sedikit demi sedikit terangkat. Aji beberapakali berusaha menyenggol lenganku sambil berkata, “Pak, bangun pak.”

Kubuka mata perlahan. Kudapati Aji tersenyum cengengesan.

“Maaf ya pak, Aji bangunin.  Kan kata bapak waktu itu, kalo udah jamnya panggil bapak dimanapun berada. Dan sedang apapun bapak!”

Kuangkat tinggi kedua tanganku, dan sedikit melakukan peregangan. Masih mengantuk kututup mulutku yang berusa menguap.

“Aji bawa ini. Seilahkan duluan ke kelas. Bapak mau cuci muka dulu!”

Dengan sigap aji menjalankan perintah. Kulihat punggung Aji yang berjalan tanpa ragu membawa buku dan spidol ke kelas. Setelah itu, aku segera membasuh wajah di keran depan kantor. Sambil membasuh wajah, aku memperhatikan sekitar. Hingga mataku tertuju kepada ruang BK. Kulihat Pak Asep sedang memarahi siswa yang membolos minggu lalu.

Aku berjalan melawati ruang BK. Ketika mataku bertemu dengan para siswa, aku tersenyum dan melambaikan tangan kepada mereka. mencuri kesempatan berbisik, “Sore nanti voli, ok” Salah satu dari mereka memberikan acungan jempol mengisyaratkan setuju.

 

Pajar bulan, 06 Februari 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kok ngeri mimpinya? Hehe.... Latihan volinya sambil dikasih wejangan ya, Pak. Hihi....

06 Feb
Balas

Iya bener bu, senang ada yg satu pemikiran..hehe

06 Feb

Cherennn menewen tulisannya, Pak Roni. Sebagai guru saya jadi deg-degan saat larut di dalam mimpi. Jangan sampai terjadi di dunia nyata. Semoga kita benar adanya sebagai guru seperti apa yang dikatakan, digugu dan ditiru. Waah.., tentunya sangat mengasyikkan bermain voli bersama mereka. Akan ada banyak cerita yang mereka ungkapkan setelah bermain voli, karena Pak Guru telah menjadi sahabat mereka. Salam literasi dari Medan. Semoga Pak Guru sehat, bahagia dan sukses selalu. Barakallah.

06 Feb
Balas

Waach... Siipp, kisah inspiratif, Pak Roni. Krn pak Roni tdk ikut memarahi mrk.

06 Feb
Balas

Sudah ada bagiannya masing-masing bun... Sebelumnya terimakasih telah meninggalkan jejak...

06 Feb

Luar biasa, ulasan yang sangat mencerahkan. Sukses Pak Roni

06 Feb
Balas

Terimakasih pak arif sudah meninggalkan jejak...

06 Feb

Kisah mimpinya bikin deg-deg an. Semoga guru tetap panjang sabar mendidik anak bangsa. Salam sukses selalu, Bapak.

07 Feb
Balas

Cerita yang menarik, sukses selalu pak.

06 Feb
Balas



search

New Post