Rosa Fitriana

Seorang guru kimia di SMA Negeri Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumsel...

Selengkapnya
Navigasi Web
Koneksi AntarMateri 1.1.8.a. Refleksi Pemikiran KHD

Koneksi AntarMateri 1.1.8.a. Refleksi Pemikiran KHD

Tabularasa dan Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Pendidikan merupakan salah satu alat menuju perubahan. Namun, apakah dunia berubah atau tidak tergantung manusia-nya yang menempuh pendidikan itu sendiri. Sebagaimana istilah the man behind the gun, pendayagunaan suatu alat tergantung siapa yang memegang kendalinya. Terkait dengan pendidikan, manusia adalah subjek sekaligus sebagai objek pendidikan.Artinya manusia sebagai pelaku atau pelaksanaan dunia pendidikan sekaligus sebagai obyek atau sarana yang di kaji dalam dunia pendidikan. Sedangkan, manusia merupakan makhluk psikologis yang dinamis akan terus mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan bagian dari hasil pemikiran atau pengetahuan manusia (human mind). Tidak dapat dipungkiri, mindset tersebut menimbulkan perspektif yang mempengaruhi sebagian besar perilaku dan produk kreatifitasnya, termasuk dalam bidang pendidikan. Kembali kepada hakikat manusia, setiap kita memiliki keunikan masing-masing, latar belakang biologis dan lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu adanya keterpaduan antara pendidik dan peserta didik untuk memahami satu sama lain agar tercapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Terkait sejarah perkembangan paradigma pendidikan, pengaruh Locke terhadap teori pembelajaran cukup besar. Salah satu teorinya yang terkenal yaitu tabula rasa, yang menjadi pijakan empirisme dimana kedudukan anak/peserta didik sebagai subjek „kertas kosong‟ yang belum mengenal apapun tentang dunianya sehingga praktik yang terjadi dalam pembelajaran yaitu transfer ilmu, ibarat menulis diatas kertas atau mengisi air dalam bejana. Teori tersebut telah menjadi landasan selama berabadabad sebelum neurosains dan psikologi pendidikan berkembang pesat seperti sekarang. Mastrianni (2012) menyatakan bahwa tabula rasa atau “blank slate” telah menjadi perdebatan selama beberapa abad. Meskipun teori tabula rasa ini pertama kali muncul di zaman Yunani kuno, namun hal ini paling sering dikaitkan dengan dengan filsuf Inggris, John Locke (1632-1704). Locke (1690) mengemukakan bahwa manusia dilahirkan dengan suatu keadaan dimana tidak ada bawaan yang akan dibangun pada saat lahir. Locke menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita pelajari dalam hidup adalah hasil dari hal-hal yang kita amati dengan menggunakan indera kita.

Sebagai seorang guru, saya mengakui pemikiran John Locke ini begitu terpatri di pemikiran saya. Saya menganggap bahwa anak-anak didik merupakan sebuah kertas kosong yang harus saya isi. Saya merupakan seorang guru kimia. Kimia merupakan ilmu yang mempelajari mengenai komposisi, struktur, dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta transformasi dan interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan di kehidupan sehari-hari. Ilmu kimia ini terkadang bersifat abstrak dan sulit dibayangkan. Atas pemikiran ini, saya meyakini bahwa anak didik saya pasti susah untuk memahami pelajaran Kimia. Akibatnya saya sering memperlakukan siswa sebagai gelas kosong dan saya perlu mengisinya dengan pengetahuan yang saya miliki dan menjadikan diri sebagai satu-satunya sumber belajar. Bila gelas itu sudah penuh dengan pengetahuan maka itu akan dianggap sebagai sebuah keberhasilan.Dalam hal pembentukan karakter, saya sering memperlakukan anak-anak layaknya kertas kosong. Hal-hal yang saya anggap baik, itulah yang perlu saya tanamkan pada anak-anak. Saya menganggap bahwa watak mereka akan terbentuk melalui didikan saya.

Selain menganggap anak merupakan kertas kosong, saya pun menganggap semua anak itu sama. Mereka memiliki kemampuan dan peluang yang sama asal mau belajar. Yang saya maksudkan adalah semua anak punya harus diperlakukan sama dalam pembelajaran yang mana saya harus menyeragamkan metode pembelajaran tanpa mempertimbangkan minat dan potensi masing-masing anak. Di sisi lain dengan menyeragamkan metode pembelajaran maka saya tidak perlu disibukkan dengan pengelolaan pembelajaran dalam kelas.

Kemudian saya pun menganggap diri saya pribadi sebagai penguasa kelas. Saat melaksanakan pembelajaran, saya menganggap bahwa siswa harus mengikuti aturan saya dalam pembelajaran. Saya punya kewenangan sepenuh untuk mengatur kelas menurut apa yang saya anggap baik. Jika ada yang melanggar aturan yang saya buat dalam pembelajaran maka saya berhak memberi hukuman. Selain itu fokus saya adalah mengajar. Yang saya maksudkan adalah saya lebih berfokus menyelesaikan materi dan ketuntasan anak-anak pada KKM serta pada aspek kognitif siswa semata. Nilai (grade) adalah prioritas saya.

Semua pemikiran saya ini merupakan pemikiran dari teori tabularasa. Saya harus menanamkan hal-hal seperti dipemikiran saya pada selembar kertas kosong ini. Namun berbeda dengan pemikiran Ki hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan itu harus berpihak kepada anak didik kita. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Pendidikan menciptakan ruang bagi murid untuk bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir). Kekuatan diri (kodrat) yang dimiliki, menuntun murid menjadi cakap mengatur hidupnya dengan tanpa terperintah oleh orang lain.

KHD memiliki 3 kerangka pemikiran, yaitu:

a. Manusia hendaknya berubah sesuai kodratnya. Kodrat yang dimaksudkan ini merupakan kodrat alam dan kodrat zaman. Dimana hal ini menyatakan kodrat alam dimana lingkungan anak terbentuk, untuk kabupaten OKU semboyan SEBIMBING SEKUNDANG menjadi filosofi "berjalan beriringan saling membantu". Falsafah gotong royong, kebersamaan dan solidaritas dan bisa bekerja sama dalam tim menjadi salah satu bukti konkret penerapan pemikiran dari KHD. Sedangkan kodrat zaman adalah dimana murid dituntut untuk memiliki kecakapan abad 21 yaitu : character (karakter), citizenship (kewarganegaraan), critical thinking (berpikir kritis), creativity (kreatif), collaboration (kolaborasi), dan communication (komunikasi).

b. Asas Tri-Kon yang menjadi landasan.

1.Kontinuitas

Pembelajaran yang dilakukan harus berkesinambungan atau berkelanjutan, dilakukan secara terus-menerus dan dengan perencanaan yang baik.

2. Konvergen

Sumber belajar bisa didapatkan dari mana saja, asalkan itu relevan dengan sistem pendidikan kita. Pada era sekarang yang serba teknologi, cukup memudahkan guru dalam mengakses informasi-informasi yang berkaitan dengan pendidikan.

3. Konsentris

Ki Hadjar Dewantara menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain, tetap saja semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai pusatnya.

c. Apa yang berubah??

Perubahan itu adalah budi pekerti dimana budi adalah cipta,rasa dan karsa. Cipta adalah pikiran, Rasa adalah perasaan, dan Karsa adalah kemauan. Pekerti adalah tenaga atau raga. Semua komponen ini menurut KHD harus selaras dan holistic dan tidak menyimpang.

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) di bidang Pendidikan sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia. Untuk pendidikan dibidang kimia seperti yang saya ampu pun bisa diterapkan. Apabila konsep KHD tentang kodrat alam dan kodrat zaman diterapkan oleh setiap guru, maka anak didik akan mendapatkan pengalaman pembelajaran yang bermakna. Mereka akan mudah paham karena hal yang dipelajari berhubungan langsung dengan hal-hal di sekitar mereka. Konsep yang abstrak pun akan mudah dipahami oleh peserta didik. Selain itu, dengan memperhatikan kodrat zaman, siswa mendapatkan manfaat yang bisa mereka aplikasikan secara nyata sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya, pembelajaran yang memadukan teknologi. Siswa bisa menggunakan gawai untuk menghasilkan produk-produk pembelajaran.

Sistem Among yang dicetuskan oleh KHD juga sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia. Sistem among sangat cocok dengan cara berpikir dan budaya masyarakat Indonesia secara umum. Sistem among adalah Ing ngarsa sung tuladha (Di depan memberi contoh), Ing madya mangun karsa (Di tengah membangun kemauan), Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan)

Daftar Pustaka

Mastrianni, Steve. (2012). Tabula Rasa – Reductio Ad Absurdum. http://www.mastrianni.net/pdf/Ta bula%20Rasa.pdf tanggal 15 November 2015.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasan nya

02 Sep
Balas

terima kasih bu..

02 Sep

Keren ulasannya. Salam sukses.

02 Sep
Balas

terima kasih bu

02 Sep

Mantaps ulasannya bu, tetap semangat untuk menjadi fasilitator anak bangsa dalam menggapai cita-citanya.

02 Sep
Balas

Terima kasih bu

03 Sep



search

New Post