Rosidatul Arifah

Mahasiswi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas...

Selengkapnya
Navigasi Web
Antara Mahasiswa dan Ayam Geprek
Salah satu kedai ayam geprek di Pasar Baru Unand >Foto Rosidatul Arifah.

Antara Mahasiswa dan Ayam Geprek

Catatan perjalanan

OLEH : Rosidatul Arifah (Mahasiswa Sastra Indonesia FIB UNAND)

Hidup di perantauan dan jauh dari orang tua adalah kehidupan normal yang biasa ditemukan di kalangan mahasiswa, terutama bagi mahasiswa yang memilih menetap di kost-kostan. Berbeda dengan kehidupan di asrama yang saya rasakan ketika saya mondok dulu, yang perlu saya pikirkan hanya fokus belajar, belajar dan belajar, sedang seluruh fasilitas, sarapan, makan siang dan makan malam telah disiapkan oleh pengelola asrama, atau ketika tinggal bersama orang tua, tentu kita sebagai anak hanya menyiapkan diri untuk sekolah saja, tau-nya semua sudah saja tersusun di meja makan.

Setelah memasuki tahun kedua di dunia perkuliahan dan sebagai anak kost-kostan, saya menyadari betul betapa saya harus dituntut secara mandiri untuk mengurusi diri sendiri, mulai dari pakaian hingga makanan, karena tidak bisa lagi bergantung kepada pengelola asrama yang biasa menyediakan makanan, ataupun orangtua yang jauh di rumah. Bukan karena manja atau tidak terbiasa mengurusi keperluan pribadi, namun beberapa kesibukan organisasi yang saya jalani di kampus serta tugas-tugas kuliah seringkali melalaikan saya untuk memerhatikan asupan nutrisi.

Jika tidak sempat memasak dalam sehari itu, biasanya sepulang dari kampus Unand, saya dan beberapa teman memutuskan makan bersama di tempat yang telah disepakati. Biasanya di sekitar jalan Pasar Baru, hingga paling jauh di area sebelum simpang bypass. Ketika memasuki area pasar baru, banyak saya lihat mahasiswa menentang kresek makanan, beberapa juga lengkap dengan varian minuman.

Pasti tidak sempat memasak” gumam saya, seperti melihat diri sendiri.

Setelah beberapa kali saya amati, ketika melewati area pasar baru, saya salfok dengan beberapa warung Ayam Geprek yang selalu ramai pengunjung dari kalangan mahasiswa yang tiada sepinya. Para mahasiswa entah dari kampus mana saja, sering saya temui mengantre bersama ketika hendak membeli ayam geprek. Kresek-kresek yang mereka jinjing jarang tidak bertemu dengan makanan wajib satu ini.

Entah dari mana muncul idenya, atau dari siapa pelopor pertamanya, ternyata bukan hanya saya mahasiswa yang menjadikan “Ayam geprek” sebagai menu andalan untuk menunaikan rasa lapar. Seakan semua mahasiswa telah sepakat, bahwa ayam geprek sudah menjadi menu wajib ketika tidak sempat memasak.

Terlebih bagi saya, mahasiswa yang sering men-jamak sarapan dengan makan siang. Ayam yang dibaluri tepung, lalu digoreng hingga garing kemudian dilumuri dengan cabai pedas dan bumbu spesial setelah di geprek dulu di ulekan, potongan ayam ini disajikan dengan tambahan nasi dan lalapan seperti ketimun dan daun kemangi menciptakan rasa yang khas di mulut mahasiswa pecinta pedas seperti saya.

“Ayam geprek dan Mahasiswa itu udah kayak buku laut bercerita di jurusan Sastra Indonesia, wajib dibaca! Hahahaha” ujar salah satu teman saya ketika kami sedang menikmati ayam geprek dekat pintu masuk utama RS Unand, yang menjadi ayam geprek langganan kami ketika menunggu jam kelas kuliah, ataupun sepulang kuliah, bahkan ketika malam sehabis rapat, ayam geprek selalu menjadi jawaban dan solusi lapar kami.

Dibandingkan dengan masakan ayam yang lebih mahal seperti ayam bakar atau ayam goreng, ayam geprek menawarkan rasa yang sama enaknya dengan harga yang lebih murah. Mahasiswa akan menemukan banyak ayam geprek di sekitar kampus yang menawarkan paket makan lengkap dengan harga terjangkau. Biasanya kami menikmati ayam geprek lengkap dengan nasi dan sayurannya, juga es teh manis. Satu paket komplit ini biasanya kami merogoh kocek sekitar 15 ribu rupiah.

Di sekitaran Fakultas Ilmu Budaya, saya sering kali menikmati ayam geprek di kedai andalan mahasiswa FIB, kedai Uniang Kamek, demikian kami menyebutnya. Selepas kelas kajian puisi di hari hari Selasa yang dilaksanakan di labor Sastra Indonesia, saya biasanya menunaikan lapar terlebih dahulu di Kadai Uniang sebelum melanjutkan kegiatan pada hari itu. Ayam geprek di kedai Uniang Kamek bagi saya memiliki ciri khas yang berbeda dibandingkan ayam geprek yang biasa saya temukan di sekitar pasar baru ataupun kampus Unand. Ayam geprek di Kedai Uniang disajikan dengan sambal matah yang belakangan baru saya ketahui proses pembuatannya ketika saya tanyai mengapa sambalnya terlalu pedas. Dari Uniang, saya dapati keterangan bahwasanya sambal matah pada ayam geprek nya ternyata memang tidak dimasak sama sekali, tanpa adanya penggorengan dan perebusan. Cabe segar mulanya hanya dibersihkan dan digiling, setelah itu baru disiram dengan minyak panas.

“Ooo...Pantesan rasanya begitu pedas” saya menyeletuk dalam hati karena tingkat kepedasan sambalnya sangat stadium bagi saya yang memang pecinta pedas.

Jika tidak sempat membeli ayam geprek sekitar RS Unand karena harus memutar motor, atau di kedai Uniang kamek yang harus menempuh perjalanan dari Gedung E, biasanya saya mengajak beberapa teman untuk menikmati ayam geprek yang dijual di stand-stand kampus unand yang harga dan rasanya tidak jauh berbeda dengan ayam geprek yang biasa kami beli. Kami menikmati ayam geprek di tepian lapangan hijau sembari melihat pemandangan alam unand yang begitu hijau dan asri, dengan hawa sejuk dan semilir angin kami bisa menikmati suguhan alam sejauh mata memandang ke arah fakultas hukum dan fisip. Lapangan yang bersih namun sayang, seringkali basah, sehingga membuat baju kami lembab setelah beberapa waktu duduk disana.

Namun tak jarang juga kami diganggu beberapa kucing yang berkeliaran disana setelah mengendus aroma ayam geprek kami, sehingga membuat suasana jadi tak nyaman. Bukan karena pelit, namun kebanyakan dari kami memang belum makan dari pagi, sehingga agak berat rasanya untuk berbagi kegurihan ayam geprek ini dengan kucing-kucing liar, lebih lagi bagi kami yang memilih untuk menjamak sarapan dan makan siang dengan seporsi ayam geprek yang kami nikmati di tepi lapangan hijau unand. (Rosidatul Arifah)

Ayam Geprek Cafe Uniang Kamek, Fakultas Ilmu Budaya, Unand. > Foto Rosidatul Arifah.

Penulis :

Rosidatul Arifah, seorang mahasiswi aktif Sastra Indonesia, FIB Unand dan tengah aktif berkegiatan di LPK (labor penulisan kreatif) FIB UNAND.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post