Rosidatul Arifah

Mahasiswi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas...

Selengkapnya
Navigasi Web
Terima Sampah selama 29 Tahun
Pak Amir (55 tahun) tukang sampah keliling

Terima Sampah selama 29 Tahun

FEATURE- Sebenarnya saya tidak pernah membuat janji agar bertemu dengan bapak di hari ini. Namun dengan ikhtiar dan bermodal yakin, saya percaya bapak pasti ke rumah malam ini. Saya menanti-nanti kedatangan bapak di teras depan dengan beberapa teman kostan dengan bercerita santai sembari menyelesaikan tugas. Memang begitu dari sebelumnya, Pak Amir (53 tahun) tukang sampah keliling yang biasa mendatangi kost kami sekali dalam dua hari mengambil sampah-sampah yang bertumpukan di karung sampah depan rumah kami.

Namun malam ini sedikit aneh, biasanya Pak Amir akan berkunjung di jam 9 hingga 10 malam, jarang lewat atau melesat dari jam itu. Setelah jenuh menunggu, saya diberitahu oleh salah satu penghuni kost di depan, bahwasanya bapak sudah kesini kemarin malam, itu artinya tentu malam ini bapak tidak akan mengunjungi kost kami, karena memang bapak hanya berjadwal sekali dalam dua hari. Dengan sedikit kecewa, saya beralih tujuan memutar motor ke pasar baru menuntaskan hasrat lapar sembari memperbaiki mood dengan mengantre seblak pasar baru yang benar-benar menguji kesabaran saya, namun demi kehendak hati ingin nyeblak, saya jalani jua.

Setelah melewati lika-liku panjang mengantre seblak Pasar Baru, saya yang ditemani seorang kawan kostan kemudian memutar motor untuk kembali pulang, kami melewati area polsek Pauh, jalan sebelah kiri jika dari Unand. Sepanjang perjalanan menuju kost, saya agak salfok dengan beberapa spanduk partai, yang baru didominasi satu warna, yaitu putih. Hal yang lumrah sebelum jadwal kampanye. Kami menikmati perjalanan pulang dengan perasaan lega berhasil mengantre seblak yang terkenal dengan antrean panjang itu, namun motor kami tiba-tiba terhenti di sebuah TPU sampah beberapa meter dari polsek Pauh. Sebuah bak sampah besar mencuri perhatian saya, walau dengan bau yang amat menyengat menyentil hidung juga dengan sampah yang melidah-lidah kesana kemari hingga jika saya perkirakan harusnya memenuhi satu bak baru lagi bahkan lebih.

Jalan kami dihadang oleh sebuah becak bermuatan aneka ragam sampah yang meninggi. Sementara jalan kami terhalang, saya berniat turun dari motor sejenak, mencari celah jalan untuk lewat. Beberapa menit kemudian, baru saya sadar, becak itu tidak asing dimata saya, becak Pak Amir! Saya malah bertemu dengan Pak Amir di TPU. Memang Tuhan menakdirkan saya bertemu dengan Pak Amir malam ini. Saya menyapa pak Amir yang hendak meninggalkan isi becaknya ke bak sampah. Kami berbincang sembari menunggu kemacetan jalan kembali membaik karena truk berukuran raksasa menerobos pembelokan jalan yang kecil dan sempit. Ternyata pak Amir menyetor sampah di bak sampah yang harus kami lewati menuju kostan.

Saya kenal baik dengan pak Amir, kami sering berbincang ketika bapak mengangkut sampah depan rumah, kami memang tidak perlu repot-repot mengantar sampah ke bak sampah, Pak Amir telah disewa ibu kost jasanya untuk menjemput sampah sekali dalam dua hari. Beliau sudah amat lama menjadi tukang angkut sampah keliling, dari tahun 1993 hingga hari ini. Masyarakat sekitaran daerah Binuang kampuang dalam umumnya tidak lagi repot-repot membuang sampah ke TPU, mereka sudah menyewa jasa angkut sampah Pak Amir. Dengan hanya beralatkan sarung tangan, Pak Amir amat telaten dan lihai dengan gawe-nya.

Jasa tukang angkut sampah keliling dimata saya merupakan sebuah profesi baru, lagi unik. Pekerjaan kecil yang amat mengundang penasaran saya, pasalnya belum pernah saya temui pekerjaan yang demikian di kampung halaman. Mungkin memang jasa ini hanya lumrah di kalangan masyarakat perkotaan yang diwajibkan membuang sampah ke TPA. Sedang di kampung halaman saya belum ada aturan tertulis sedemikian tentang sampah, sehingga masyarakat bebas ingin membuang sampah ke sungai atau malah membakar sampah.

Pak Amir menekuni profesi ini dengan senang hati, dengan mata berbinar Pak Amir bercerita kepada saya bahwa ia tidak pernah malu atau minder dengan pekerjaannya. “Selagi itu halal, apa salahnya kita mencoba” demikian ungkapnya meyakinkan saya. Pak Amir juga bercerita tiada keluhan beliau selama 29 tahun menjadi tukang sampah keliling, dan malah dengan profesi ini beliau merasa bangga karena lebih peduli terhadap kebersihan. Pak Amir mulai bekerja pada jam 8 hingga larut malam, biasanya sekitar jam 23.00 Pak Amir sudah selesai dengan tugasnya.

Kurang lebih ada 3 daerah di sekitar kawasan Unand yang berlangganan jasa Pak Amir untuk mengangkut sampah mereka, salah satunya ialah daerah tempat kost saya berada. Beraneka ragam sampah yang diangkut dalm becak Pak Amir, mulai dari limbah rumah tangga, perkantoran, bengkel motor, hingga usaha warung kecil-kecilan.

Kerja di malam hari, merupakan pilihan oleh Pak Amir sendiri, menurutnya malam hari merupakan waktu yang tepat untuk mengangkut sampah, selain karena cuaca yang mendukung dan tidak perlu berpapasan dengan teriknya matahari, malam hari juga efektif karena biasanya sampah rumah tangga baru berhenti beroperasi ketika malam hari, sehingga Pak Amir bisa memaksimalkan pekerjaannya. Pak Amir bukan bekerja dengan atasan atau sebagai petugas kebersihan dari dinas lingkungan sendiri, namun pak Amir bekerja mandiri, langsung terjun ke masyarakat. Pak Amir mengaku senang dapat bekerja tanpa ada tekanan dari pihak lain. Beliau mempunyai 6 orang anak, dua orang diantaranya adalah sarjana, sedang 4 orang lagi masih dalam jenjang pendidikan. Kedua sarjana anak Pak Amir telah bekerja pada bidang dan keahliannya masing-masing. Saya amat takjub mengetahui bahwa pak Amir amat peduli dengan pendidikan anak-anaknya.

“Kalau soal pendidikan, Bapak lumayan keras dan galak kepada anak-anak, semua harus sekolah” ujarnya.

Tak lupa pula saya bertanya bagaimana Pak Amir mencukupi kebutuhan anak-anaknya bahkan hingga tamat perguruan tinggi dengan profesi beliau jalani saat ini. Pak Amir sedikit terkekeh dengan pertanyaan saya. Dengan nada masih sedikit tertawa, beliau menjawab :

“Bapak memang bekerja sebagai tukang angkut sampah di malam hari, namun pada siang hari bapak bertugas di dinas lingkungan hidup. Ini hanya usaha sampingan yang sayang jika bapak tinggalkan karena sudah berpuluh-puluh tahun bapak tekuni”

Sontak saya terdiam beberapa detik demi mencerna kalimat yang dilontarkan bapak barusan. Saya memutar otak sedikit, Bapak yang mengetahui kebingungan saya lantas kembali terkekeh, kami terkekeh bersama. Saya tidak menyangka, ternyata Pak Amir tukang angkut sampah keliling adalah salah satu pegawai di Dinas Lingkungan Hidup. Dari keterangan Bapak, saya tangkap bahwa beliau sudah lumayan lama terangkat, namun masih termasuk pada kategori pegawai golongan rendah, namun menurut bapak gajinya masih bisa dikatakan cukup untuk menghidupi mereka sekeluarga. Bukan hanya sebatas untuk tambahan biaya semata, sebenarnya Pak Amir juga sayang melepas profesi yang dijalaninya sudah berpuluh tahun ini, Pak Amir juga tidak mau masyarakat langganan jasa angkut sampah yang dicari Pak Amir sendiri dari awal, dari rumah ke rumah, hilang begitu saja. Saya amat takjub dengan ketulusan beliau. Pak Amir memilih menetap pada profesi yang telah lama ia tekuni dan membagi waktu dengan jadwal kerjanya di dinas lingkungan. Pak Amir bertugas di pagi hingga siang hari disana, jadi di malam hari Pak Amir bisa memaksimalkan waktunya untuk mengangkut sampah keliling.

29 tahun tentu bukan waktu yang sebentar bagi seseorang untuk mengabdikan dirinya kepada sebuah profesi. Bagi Pak Amir, semua perkerjaan itu sama, Pak Amir tidak pernah mengeluh dengan profesinya sebagai tukang angkut sampah, juga tidak besar kepala ketika diangkat menjadi pegawai dinas lingkungan hidup. Justru ia lebih bangga dikenal sebagai tukang angkut sampah keliling yang berhasil menyekolahkan anaknya hingga menjadi sarjana di perguruan tinggi yang berhasil bekerja di bidang keilmuannya.

Sembari kami bercerita, fokus saya dan Pak Amir malah dicuri oleh beberapa orang yang tengah memasang bendera dan spanduk partai di sepanjang jalan guna kampanye. Pembicaraan bapak teralihkan kepada masalah politik, saya dapati kesimpulan Pak Amir ternyata amat melek akan politik. Bahasa yang digunakan Pak Amir pun amat membuat saya terpana, layaknya dosen. Bahkan saat bercerita, saya dibuat malu, sebagai mahasiswa ternyata Pak Amir lebih tahu banyak tentang persoalan ini daripada saya. Gaya bicara Pak Amir membuktikan bahwa beliau bukan hanya seorang tukang sampah, bahkan saya sampai lupa pada profesi beliau. Pak Amir mampu menyihir saya dengan topik politik yang dibahasnya, dan sepertinya belum dapat saya tuliskan dengan lengkap karena pemintaan bapak sendiri, namun bapak berpesan kepada saya, yang amat saya garisbawahi :

“Politik itu urusan kita semua, bukan hanya persoalan pemerintah dan pejabat saja, semua kita harus terlihat sebagai pelaku negara demokrasi. Terlebih lagi anak-anak Bapak yang mahasiswa ini, mahasiswa adalah kaum intelektual yang harusnya mewarisi semangat perubahan, bukan bersikap bodoamat dengan persoalan” Pesan Pak Amir sebagai penutup jumpa kami malam itu.

Padang,

Senin 4 Desember 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post