Seno dan Revan sudah janjian mau melihat hewan qurban disembelih. Mereka sepakat bertemu di sawah gadang, tempat hewan akan disembelih. Seno berulangkali mengatakan kalau ayah dan ibunya kali ini berqurban. Jadi dia agak membanggakan hal itu dan mengatakan kalau lebaran ini ia akan menikmati lebih banyak daging qurban.

Sesuai kesepakatan, kedua sahabat itupun bertemu di sawah gadang. Lagi-lagi Seno bercerita kalau keluarganya nanti akan membuat dendeng, asam padeh, sup, sate, dan tak lupa rendang yang merupakan ciri khas daerahnya. Revan yang mendengar itu hanya bisa menelan air liur membayangkan makanan yang akan dibuat oleh keluarga Seno. Ia menyadari kalau ia takkan bisa seperti Revan. Makan daging hanya bisa dinikmati sekali setahun saja, itupun karena sebuah kupon jatah keluarga besarnya. Bayangkan saja keluarganya begitu banyak jumlahnya. Dia delapan bersaudara, ditambah ayah dan ibunya.

Keesokkan harinya, Revan melihat Seno sedang jalan dengan adiknya. Revan menyapa, tapi Seno tak menyahut, bahkan ia hanya diam dengan mulut yang ditutup rapat. Revan jadi bertanya-tanya, dengan perubahan sikap Seno yang tidak seperti biasanya. Tanya dihati Revan kemudian terjawab saat Nila, adik Seno berkata “Kak Seno lagi sakit gigi kak, akibat makan daging terlalu banyak.”