rosid tamami

Seorang guru madrasah di pinggiran kota banyuwangi, di sebuah perkebunan kakao yaitu Glenmore ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menilik Kesiapan Sekolah Melaksanakan Kenormalan Baru

Menilik Kesiapan Sekolah Melaksanakan Kenormalan Baru

*

Saat ini sebuah kosakata yang menjadi trending topic yaitu New Normal yang kemudian dibahasakan menjadi Kenormalan Baru. Secara sederhana konsep kenormalan baru ini adalah usaha melaksanakan kembali semua kegiatan rutin sehari-hari kita seperti semula namun dengan memenuhi dan mematuhi syarat-syarat tertentu terkait usaha pencegahan penularan Covid-19. Syarat-syarat tersebut adalah pemenuhan protokol kesehatan terkait pencegahan Covid-19. Aktifitas kembali seperti semula merupakan suatu hal yang saat ini dirindukan oleh banyak orang, meskipun bayang-bayang kekhawatiran dan ketakutan juga mengikuti.

Salah satu sektor yang benar-benar melaksanakan kegiatan dari rumah adalah pendidikan. Sebagian besar kalau tidak bisa disebut semua sekolah, baik sekolah formal maupun non formal dari tingkat TK/RA sampai Perguruan Tinggi melaksanakan belajar dari rumah (BDR). Sekolah dapat melaksanakan kegiatan dari rumah (BDR) secara penuh karena implikasi langsung nya tidak sebesar sektor-sektor yang lain. Sektor ekonomi misalnya, sangat sulit melaksanakan kegiatan dari rumah, seperti jual beli di pasar atau mall. Begitu juga kegiatan keagamaan bagaimana sulitnya himbauan kegiatan peribadatan keagamaan dipindah dari rumah ibadah secara berjamaah menjadi sendiri-sendiri dari rumah. Bahkan untuk kegiatan ibadah dari rumah tidak sedikit yang menimbulkan “konflik” meskipun sebatas informasi hoax dan pelintiran berita di media sosial bahwa tujuan himbauan ibadah dari rumah adalah usaha untuk membatasi kegiatan keagamaan semata. Dari uraian diatas memang hanya sektor pendidikan yang benar-benar dapat melakukan kegiatan dari rumah secara penuh.

Meskipun sebenarnya kegiatan BDR ini juga menyisakan persoalan yang tidak sedikit. Secara umum ada tiga permasalahan utama dalam pelaksanaan BDR. Permasalahan pertama adalah terkait kemampuan guru dalam membuat konsep, skenario dan rencana pembelajaran yng tentu saja harus mengakomodir situasi dan kondisi terkini dan sangat berbeda dari biasanya. Permasalahan kedua karena BDR banyak bertumpu kegiatan daring maka terkait pemenuhan sarana-prasarana, baik gawai yang dimiliki siswa maupun akses internet serta biaya tambahan yang harus dikeluarkan orang tua untuk membeli paket data. Sebenarnya permasalahan akses internet ini merupakan permasalahan klasik karena kita tahu kualitas layanan internet di Indonesia termasuk lambat. Berdasar data dari Ookla seperti dilansir dari CNN rata-rata kecepatan internet kabel di Indonesia adalah 15,5 Mbps dibanding dunia sebesar 54,3 Mbps, ini menempati peringkat ke 42 dari 46 negara. Permasalahan ketiga terkait hasil belajar siswa, efektifitas dan pencapaian kompetensi dalam kegiatan BDR. Permasalahan output BDR dan efektifitas belajar daring ini sedikit banyak juga membuat guru merasa galau. Kegalauan dari guru muncul karena ada pengamat pendidikan yang menilai guru kurang cakap, di gaji tanpa bekerja dan membuat siswa terbebani dengan tugas yang berlebih, meskipun kritik ini belum tentu benar atau didukung dengan data yang akurat.

Selain menyisakan permasalahan dan kendala pelaksanaan belajar dari rumah (BDR) juga membawa banyak manfaat meskipun dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana. Manfaat lainya adalah adanya peningkatan literasi digital terutama guru, meskipun belum ada data pasti. Dapat dirasakan percepatan litarasi digital guru dengan parameter banyaknya kegiatan webinar dan seminar daring yang diadakan oleh berbagai lembaga, selalu diikuti oleh guru dari segala tingkatan usia dengan penuh antusias. Selain itu banyak juga rapat dinas yang diadakan secara daring, yang jika mau diteruskan nanti pasca pandemi akan tak terhitung berapa jumlah efisiensi anggaran yang didapat dan dialihkan kedalam kegiatan lain yang lebih besar manfaatnya.

Terlepas dari itu semua, tujuan utama dari pelaksanaan BDR adalah dalam rangka pembatasan sosial (social distancing). Sebagai salah satu usaha memutus rantai penularan atau infeksi dari Covid-19 dan kemunculan kluster baru, dan semoga upaya ini akan membawa hasil yang baik. Dan kita harus berbaik sangka bahwa usaha seluruh komponen mulai pemerintah, sekolah, guru, siswa dan juga masyarakat/orang tua dalam melaksanakan BDR ini sudah berhasil menghambat rantai penularan Covid-19. Tanpa terasa sudah berlalu lebih tujuh puluh hari guru dan murid harus memendam rindu untuk saling mengisi ruang-ruang kebaikan dalam proses pembelajaran secara langsung. Betapa gembira ketika diawal rencana kegiatan pembelajaran secara normal akan dimulai kembali di bulan juni, namun kerinduan itu ternyata belum bisa terwujud karena proses BDR masih belum bisa diakhiri, dan kemungkinan sampai akhir tahun pelajaran. Bahkan awal tahun pelajaran yang akan datang juga masih menyisakan banyak pertanyaan apakah dilaksanakan dari rumah ataukah di sekolah.

Seiring dengan kenormalan baru yang saat ini sedang diwacanakan dan dicanangkan oleh pemerintah dengan membagi menjadi lima fase, dimana di akhir juli atau pada fase ke lima seluruh kegiatan ekonomi sudah dibuka dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Meskipun program kenormalan baru dalam bidang pendidikan lebih khusus dalam proses pembelajaran belum disebutkan secara ekplisit, artinya belum dijelaskan apakah berbasis BDR atau BDS, sekolah, guru dan orang tua harus bersiap untuk melaksanakan apapun nanti keputusannya. Dua hal penting terkait konsep kenormalan baru dalam proses pembelajaran yaitu terkait sikap, pola hidup bersih dan sehat serta pemenuhan sarana prasarana. Terkait sikap dan pola hidup bersih maka guru harus betul-betul menanamkan dan membiasakan pola hidup bersih dan sehat, misalnya selalu mencuci tangan dengan sabun, memakai masker menjaga jarak menghindari kontak fisik menjadi kebiasaan baru yang harus dilaksanakan dengan baik. Terkait sarana dan prasarana maka sekolah harus melengkapi fasilitas cuci tangan dan mengatur jarak tempat duduk, meskipun seharusnya fasilitas ini sudah lengkap sedari dulu karena sudah disebutkan dalam permendiknas nomor 24 tahun 2007 tentang standart sarana prasarana bahwa setiap kelas harus disediakan satu buah tempat cuci tangan/kran dan meja serta kursi satu buah untuk setiap siswa.

Wacana kenormalan baru ini harus menambah optimisme seluruh pemangku kepentingan pendidikan yaitu sekolah, guru, murid dan orang tua untuk membangun proses pembelajaran baru yang lebih baik. Dan harus memunculkan sikap yang kuat dalam menghadapi pandemi ini ini yaitu harapan, optimisme dan pikiran yang positif. Dan terakhir semoga pandemi ini segera berakhir dan kenormalan baru ini akan membawa sikap, perilaku dan kebiasaan baru yang lebih baik dari sebelumnya, dan proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik tanpa ada bayang-bayang kekhawatiran agar tumbuh generasi masa depan yang berkualitas dan berkepribadian yang tangguh.

*Artikel ini dimuat di harian Jawa Pos Radar Banyuwangi, Kamis 4 Juni 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ayo bu besok kirim juga artikelnya

07 Jun
Balas

Hebat pak.. Salut.

07 Jun
Balas



search

New Post