Bayarkan Upah Sebelum Kering Keringat
Pada salah satu grup WA terjadi perdebatan sengit. Lebih tepatnya sangat sengit. Saking sengitnya grup yang hanya terdiri dari dua puluh guru tersebut terbagi menjadi dua kubu. Kubu yang setuju dengan pendapat Pak Ardi (nama samaran) dan kubu yang berseberangan.
Begini asal muasal ceritanya. Pak Ardi adalah salah satu guru PNS di Kabupaten Jember. Kebetulan ia sudah menerima TPG sejak awal 2020. Saat pelaksanaan ANBK tahun lalu, ia ditugaskan sebagai teknisi. Ia menjalankan tugas tersebut dengan sangat baik. Mulai dari simulasi, sinkron, hingga pelaksanaan ANBK. Hampir tidak ada kendala yang ditemui. Tentu saja ia berkolaborasi dengan proktornya.
Saat sosialisasi ANBK, pengawas sekolah dan KS menjelaskan bagaimana teknis pelaksanaan kegiatan tersebut. Termasuk tupoksi proktor, teknisi, dan pengawas ruang. Semua dijelaskan dengan seksama. Termasuk berapa honor yang berhak diterima oleh proktor, teknisi, dan pengawas ruang. Semua dirinci dengan seksama. Kecuali honor pengawas ruang, honor proktor dan teknisi di kecamatan Pak Ardi disamakan nominalnya.
Pak Ardi berkisah di grup WA bahwa ia dan rekan proktornya belum diberi honor oleh sekolah. Ia berdalih bendahara sekolah mungkin lupa atau memang masih belum ada pemasukan untuk membayar honor.
Sampai di sini sebetulnya suasana di grup WA tersebut masih kondusif. Namun, suasana mendadak hangat saat salah satu rekan mengatakan Pak Ardi tidak mau bersyukur. Rekan tersebut beranggapan Pak Ardi yang sudah PNS dan menerima tunjangan profesi tidak berhak menerima honor sebagai teknisi. Sontak Pak Ardi dan para pendukungnya tidak terima. Terjadilah perdebatan sengit di grup WA.
Apa yang dialami Pak Ardi lazim terjadi di lapangan. Dengan dalih sudah PNS dan sudah menerima tunjangan profesi terkadang sekolah enggan membayar honor guru yang bekerja di luar jam mengajar. Padahal honor sudah ditentukan dalam rapat Kepala Sekolah bersama pengawas sekolah.
Saya jadi ingat, hadits Rosulullah SAW, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya” (HR Ibnu Majah dan at-Thabrani). Berikan upah sesegera mungkin, siapa tahu si pekerja sangat membutuhkan upah tersebut. Jangan melihat penghasilan bulanannya, karena ada waktu bersama keluarga yang tersita karena ditinggal lembur. Otomatis ada hak anak dan istri di sana. Salam literasi.
Ngampelrejo, 29 Januari 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar