Peran Orang Tua Dalam Membentuk Karakter Anak
“Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim)
Sudah lima belas tahun saya mengabdi di dunia pendidikan. Suka dan duka silih berganti datang menyapa. Saya menyadari bahwa tidaklah mudah mengemban amanah sebagai guru. Ada tanggung jawab besar yang kelak dipertanggungjawabkan di akhirat.
Tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja. Lebih dari itu guru juga sebagai pendidik yang mencetak karakter siswa. Namun, perlu diingat bahwa tugas utama untuk mendidik anak tetap terletak pada kedua orang tua. Jangan sampai orang tua lepas tangan hanya karena sudah merasa menyekolahkan anaknya.
Sudah menjadi rutinitas tahunan, setiap awal tahun pelajaran saya selalu mengadakan tanya jawab. Saya bertanya kepada semua siswa perihal hubungan mereka dengan orang tua. Kebanyakan dari siswa saya menjawab dengan jujur.
Hal yang sering saya tanyakan tentang komunikasi mereka dengan orang tua. Pukul berapa biasanya siswa berbincang/mengobrol dengan orang tua? Kapan terakhir kali orang tua memberi nasihat? Termasuk pertanyan-pertanyaan lain yang berkaitan dengan kegiatan harian di rumah.
Walaupun malu-malu, meraka menjawab pertanyaan saya. Jawaban mereka membuat saya terkejut. Bagaimana tidak, ada beberapa diantara mereka menyatakan jarang berkomunikasi dengan orang tua. Yang membuat saya mengelus dada sebagian besar siswa lupa kapan terakhir kali orang tuanya memberi nasihat.
Berarti jarang sekali orang tua bercengkrama dengan anak-anak. Kalaupun berkumpul ya seperti ada tapi tiada. Masing-masing sibuk dengan hapenya, atau malah asyik menonton televisi.
Dalam buku yang berjudul Ingatlah Untuk Bercermin, Ustadz Salim A. Fillah mengadakan jajak pendapat. Kali ini yang menjadi respondennya adalah putra dari para ustadz yang biasa berceramah di daerah Yogyakarta. Ustadz Salim memberikan sebuah pertanyaan kepada anak-anak tersebut, maukah mereka menggantikan sangat ayah untuk menjadi da'i?
Jawaban mereka mengejutkan ustadz Salim. Mereka tidak mau menggantikan ayah mereka. Alasan mereka rata-rata sama, karena sang ayah tidak pernah punya waktu untuk mereka. Pagi hingga sore kerja, malam mengisi kajian pulang-pulang anaknya sudah tidur.
Dari kisah ini Ustadz Salim memberi saran kepada para ayah. Mereka dianjurkan untuk selalu bercermin. Terutama saat pulang kerja. Karena di rumah ada jiwa-jiwa suci yang menunggu sentuhan lembut sang ayah. Mereka butuh asupan kasih sayang dan nasihat kebaikan yang membantu proses tumbuh kembang. Jadi, dampingi tumbuh kembang mereka karena kasih sayang orang tua yang mereka butuhkan.
Saat ini betapa banyak orang tua yang merasa sudah memberi kasih sayang setelah memenuhi kemauan anak. Yups, kemauan bukan kebutuhan mereka. Anak meminta ini dan itu semua dituruti. Semua diberi asal anak tidak menangis.
Kehadiran orang tua lebih dibutuhkan anak-anak. Mereka butuh sosok yang akan dijadikan teladan dalam mengarungi kehidupan. Sosok itu ada pada orang tua. So, jadilah teladan terbaik bagi anak-anak. Berikan asupan kebaikan setiap hari. Ajak anak untuk berdiskusi tentang teman, sekolah, masyarakat, dan tentang apa saja yang mereka ceritakan. Karena dengan begitu anak merasa diperhatikan. Salam Literasi!
Ngampelrejo, 28 Januari 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ulasanya