ros tini

Saya terlahir dengan nama Rostini, yang memiliki makna seorang perempuan bagaikan bunga mawar yang cantik dan harum. Semoga harapan dari orang tua yang baik-bai...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ibuku

“Coet batu! Coet batu asli! Coet batu asli!”

Teriak tukang cobek batu, menjajakan dagangannya dengan peluh mengucur deras, langkahnya gontai lantaran berat beban yang dipikulnya. Tampak dua tumpukan cobek dengan berbagai ukuran tersusun rapi di atas seutas tali. Rupanya cobek-cobek itu belum ada yang membelinya. Pantas saja Mang Cobek kelihatan lelah sekali.

Mendengar teriakan Mang Cobek, ibu yang sedang berada di dalam rumah, segera berteriak setengah berlari memanggil Mang Cobek,

“Mang, tunggu! Mang tunggu Mang!”

Dengan lunglai tukang cobek menghampiri ibu, dan segera duduk di teras rumah sambil mengipas-ngipas badannya dengan topi lusuhnya. Umurnya sekitar 50-an, perawakan ceking,

“Mau beli yang mana Bu?”

“Ya sebentar Mang.”

Ibu dengan segera mengambil air minum dan cemilan yang ada, dan disajikan ke hadapan tukang cobek. Lalu ibu berkata,

“Mang, makan ya, kebetulan saya sudah masak”

Lalu ibupun segera mengambil nasi lengkap dengan lauknya dan diberikan ke Mang Cobek. Tukang cobek itu makan dengan lahap, sampai tidak menyisakan remah-remah di piring.

Setelah tukang cobek selesai makan,

“Mang saya mau beli cobek yang paling besar. Berapa harganya?”

“Limaratus bu.”

“Ya udah saya ambil ya Mang.”

Begitulah ibuku. Ibu tidak pernah menawar kalau belanja. Ibu selalu tidak tega terhadap penjual yang menjajakan dagangan ke kampung-kampung. Jenis dagangan apa saja yang dijual, baik makanan, perkakas dapur, pakaian, selagi ada uang, pasti ibu membelinya. Apalagi ini tukang cobek, yang ibu sangat tahu berapa kg berat satu buah cobek, sangat berat bukan?

Aku juga pernah melihat ibu menangis ketika ada yang jualan nenek-nenek atau kakek-kakek. Ibu menangis, lantaran ibu tidak punya uang untuk membelinya. Kalau sudah begitu, yang ibu lakukan adalah memanggil pedagang ke rumah untuk sekedar diberinya minum dan makan.

Yang aku salut, Ibu tidak pernah tidak membeli, kalau ada yang jualan cobek. Ibu suka tidak tega kalau melihat orang yang jualan cobek batu, berkeliling kampung, apalagi kalau beliau melihat cobek batu yang dijajakan penjual cobek masih banyak. Aku juga tidak mengerti, buat apa ibu mengumpulkan cobek batu di dapur. Yang kutahu sudah ada tiga cobek di dapur dengan ukuran sama.

Yang paling mengherankan, setiap ada tukang jualan yang berteduh di teras rumah kami yang luas ketika musim hujan, dan secara bersamaan ada anak-anak tetangga beserta orangtuanya bermain pula, maka ibu akan memborong makanan atau minuman si pedagang dan membagi-baginya ke anak-anak dan para tetangga yang main.

Suatu ketika ada tukang service kursi keliling dua orang, waktu itu aku masih duduk di SMP. Kebetulan di rumah sedang ngumpul, karena hari libur. Hujan lebat dari pagi hingga sore. Alhasil, si tukang service ibu service makannya selama berteduh. Dan tidak lama kemudian, bapak berbincang-bincang dengan si tukang service. Setelah perbicangan itu, aku melihat tukang service membongkar dua stel kursi lama kami, dan menggantinya dengan jok dan kain baru.Karena pekerjaan banyak, dan baru beres malam, akhirnya tukang service menginap di rumah kami.

Masih banyak hal-hal yang tidak terduga dari ibu. Itulah sebabnya, karena ibu si ratu tidak tega, maka kadang suka dimanfaatkan oleh beberapa tetangga yang memang masih saudara jauh bapak. Mulai dari minta nasi, minta minyak sayur, minta bumbu, sampai ada yang membawa gelas kosong kalau pagi-pagi, dan menyeduh teh manis atau kopi di rumah. Dan itu dilakukan hampir setiap hari. Bagi yang meminta nasi, ibu tidak akan memberi nasi dengan percuma. Ibu biasanya melengkapi nasi dengan lauk yang ada di meja makan. Kadang kami anak-anaknya suka kesal dengan sifat ibu yang terlalu baik yang hanya dimanfaatkan seenaknya oleh tetangga. Kekesalan kami, karena kami merasa ibu terlalu berlebihan dalam berbagi, sampai-sampai ibu menunda makan siangnya, karena makanan sudah habis dibagi, dan ibu dengan sabar memasaknya kembali buat dirinya juga keluarganya.

Sementara, sering kali, setiap pagi, aku mau berangkat sekolah, ibu telat memberiku ongkos, karena ibu sibuk mencari-cari uang untuk ongkos dan jajanku dengan cara menawarkan beras ke tetangga yang agak jauh, dan ibu tidak akan pulang selama beras yang dibawanya belum laku. Dan aku? Harus mengikhlaskan kesiangan ke sekolah, dan siap menerima hukuman membersihkan wc sampai istirahat jam pertama. Yang paling menyedihkan, kejadian itu berulang sampai 3x.

bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post