“Cahaya Itu Masih Ada”. Ini adalah judul buku perdana yang penuh perjuangan menghimpun kata-kata biasa menjadi luar biasa, itulah target yang ingin diraih. Namun apakah sudah luar biasa? Bagi saya sebagai pemula, ini sudah maksimal meskipun saya sendiri belum merasa puas dengan hasil yang ada. Dan bagi Media Guru dengan semua kru dan anggotanya, karya yang “ecek-ecek” ini dianggap layak tayang dan beredar. Ya hanya Media Guru yang sanggup menghargai ketidakberdayaan dan kelemahan guru dalam berkarya, menjadi kekuatan yang perkasa. Sungguh menakjubkan. Media ini mampu melahirkan banyak penulis dalam hitungan hari. Tentu usaha yang luar biasa, patut diapresiasi. Terima kasih Pak Ihsan, Bu Indah Patmawati, Bu Istiqomah, Bu Rifqi Risna, Pak Yasin, Bu Edit, Bu Indah, dan seluruh kru dan anggota Media Guru. Tapi bagi kalangan penulis elit, bisa jadi ini bahan bagi mereka untuk sekedar lucu-lucuan, olok-olok, dan bahan tertawaan. Tapi biarlah saya tidak peduli. Maju terus pantang mundur.

Sebenarnya bukan ingin memberi bumbu pada cerita yang menjadikan kata-kata menjadi “bermagic”, Menulis bagi saya, hanyalah upaya menunjukkan bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar menulis. Tidak mudah memang untuk membuat buku menjadi bermutu, sehingga bisa melahirkan produk yang tidak “malu-maluin”. Terus terang sejak SPG saya ingin jadi penulis. Dan seiring waktu saya sudah menguburnya dalam-dalam, hingga lebih dari 33 tahun mimpi itu saya kubur, ternyata di tahun 2020 ini, mimpi itu bisa dihidupkan lagi.

Sungguh lahirnya buku “Cahaya Itu Masih Ada” menjadi penawar dan semangat bagi saya untuk mencoba menulis lagi, menulis lagi, dan jangan berhenti berkarya. Karena dengan menulis, kita bisa menyampaikan pesan moral, beropini, menghibur, dan rekreasi yang murah tanpa batas.