ros tini

Saya terlahir dengan nama Rostini, yang memiliki makna seorang perempuan bagaikan bunga mawar yang cantik dan harum. Semoga harapan dari orang tua yang baik-bai...

Selengkapnya
Navigasi Web

Rahimku (bagian 3)

“Mulai sore ini Ibu puasa ya, tidak boleh makan dan minum sampai nanti mau operasi.” Suster menjelaskan sambil mengukur tensi darah.

“Ok. O ya saya kebagian jadwal operasi jam berapa ya Sus?”

“Ibu jadwal operasinya besok, pukul 13.00. Tapi sejak pukul 09.00 pagi besok, suster akan menjemput Ibu ke ruang operasi.”

“Ok Sus. Terima kasih infonya.”

Mendengar keterangan suster seperti itu ada perasaan senang dan sedih bersamaan, senangnya itu tanda penyakitku akan berakhir, dan menandakan kalau kepulanganku dari rumah sakit, tidak akan lama lagi. Namun yang aku sedihkan, menangisi rahimku yang diambil dan kekhawatiranku pasca operasi, akankah aku pulih cepat atau …

Keesokan harinya, tiba-tiba bapak, kakak-kakak dan adik-adikku serta ipar-ipar dan keponakan-keponakan datang dari kampung menjengukku. Bapak seorang laki-laki yang dulu gagah dan tegar, kini menangis memelukku, menciumku, kata bapak, tidak tega melihatku tergolek di ranjang pasien rumah sakit apalagi menunggu jadwal operasi.

“Kamu harus kuat, harus yakin, kalau ini adalah jalan terbaik untuk kesehatanmu. Bapak selalu mendoakanmu agar kamu selalu sehat, banyak rezeki, dan panjang umur.” Bisik bapak sambil mengelus kepalaku. Laki-laki yang gagah perkasa itu, kini terlihat lemah.

“Bapak, Ibu, maaf ya kami harus menjemput Ibu Mustika ke ruang operasi. IBu dan Bapak di sini saja, yang boleh mengantar ke ruang operasi hanya satu orang." Tiba-tiba suster datang sambil membawa blankar.

Maka setelah berembug, kami sepakat, kakak ipar yang nomor satu yang mengantarku menuju ruang operasi. Aku jadi kangen sama ibu. Seandainya ibu masih ada, pasti ibulah yang aku minta mengantarku ke ruang operasi. Belaian kasih sayang ibu, meskipun aku sudah memiliki 3 orang anak, tetap saja masih sangat kurindukan.

Sesampainya di ruang operasi, petugas operasi memintaku untuk mengganti bajuku dengan baju operasi. Ternyata setelah jadwal operasiku tiba, hanya seorang diri memasuki ruangan yang selama satu jam membuatku tegang. Karena kakak iparku hanya boleh menunggu di ruang tunggu.

“Ibu Mustika!” petugas operasi memanggilku untuk memasuki ruangan operasi, ruang yang benar-benar steril.

Di dalam ruangan tampak 4 orang dokter dan satu perawat menyambutku dengan meggunakan pakaian ala petugas kamar operasi. Pandangan mataku menyisir seisi ruangan. Ruangan dipenuhi alat-alat operasi dan media lainnya yang aku tidak mengerti apa namanya dan untuk apa. Lalu perawat membawaku ke ranjang operasi.

Tiba-tiba kesunyian ruang operasi pecah, setelah datang seorang perawat pria yang membawa meja dorong besi yang dipenuhi pisau, pingset, gunting, dan alat-alat entah apa namanya berbagai ukuran, mulai yang terkecil sampai terbesar. Sehingga menimbulkan suara agak gaduh, karena benda-benda logam tersebut beradu. Melihat benda-benda tajam sebanyak itu, ketegaranku menjadi ciut.

“Hallo Ibu, siap dioperasi ya, jangan tegang. Karena kalau tegang, tensi Ibu dikhawatirkan naik, dan ini sangat berbahaya bagi tindakan operasi kita” Dokter kandungan menyapaku ramah.

“Iya Bu, biar Ibu ga tegang selama operasi, kita ngobrol saja. Ayo Ibu mau ngobrolin tema apa, politik, ekonomi, budaya, sosial, atau apa Bu, asal Ibu jangan ngajak ngobrol kami masalah agama.” Ujar dokter penyakit dalam.

“Kok dioperasi ngobrol, apa saya tidak dibius Dok?” tanyaku memberanikan diri.

“Ibu dibius, tapi bius lokal.”

Waduh. Itu artinya aku akan melihat dan mendengar semua tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter anestesi, dokter bedah, dan dokter kandungan dengan penuh kesadaran.

Sementara kami mengobrol, dua orang perawat sudah menyiapkan segala sesuatunya sehingga tindakan operasi bisa dimulai.

“Ok Bu, silakan berdoa menurut kepercayaan Ibu, sebentar lagi kami akan mulai melakukan operasi. Kalau Ibu ingin mengetahui seperti apa tindakan yang kami lakukan, di depan ada layar monitor, Ibu bisa melihatnya. Tetapi sebelum mulai dokter anestesi akan membius Ibu terlebih dahulu.” Dokter bedah menjelaskan.

Tidak berapa lama, hasil bius mulai terasa, aku merasa baal di daerah perutku. Bismilah, ucap dokter bedah mulai mengoyak bagian perutku. Tak lama dokter bedah meminta perawat atau asistennya dengan berkata,

“Tolong gunting nomor 20!”

Dengan cekatan perawat itu mengambil gunting yang diminta. Aku semakin tegang. Tapi ah keteganganku terpaksa kuredam, kuusahakan untuk ditenang-tenangkan, karena dokter bagian dalam selalu bicara kalau aku harus menjaga pikiranku supaya tidak tegang.

Aku merasakan gerakan pisau mengoyak, menyayat, dan mengiris daging perutku, Lalu aku berusaha menahan napas, mengendurkan ketegangan, aku tidak mau tahu apa yang dilakukan dokter bedah, dokter kandungan, dokter anestesi, dan dua orang perawat itu. Yang kulihat kadang perawat yang bermeja dorong itu selalu bolak-balik mengambil alat sesuai yang dokter-dokter intruksikan. Aku berusaha menata pikiranku dengan mengalihkan kepada dokter penyakit dalam yang selalu berusaha mengajakku ngobrol dan memotivasiku. Aku juga sangat paham usaha dokter penyakit dalam yang selalu memonitor tensi darahku.

“Alhamdulillah sudah dapat!” Entah suara siapa karena aku lagi tidak focus.

Sepintas aku melihat perawat membawa wadah berisi benda bulat sebesar kepala bayi atau bola plastik yang teksturnya seperti baso besar yang memiliki garis-garis tampak seperti benang-benang merah yang tidak beraturan. Pada benda tersebut ada satu buah benda yang menempel yang ukurannya sebesar telur angsa dan dua buah benda yang mirip baso, dengan berdiameter lebih kurang 5cm. Entah berapa kilogram jumlah benda-benda yang bersarang di perutku. Yang aku tahu, ketika aku pertama kali masuk rumah sakit, timbanganku 60kg, namun setelah operasi menjadi 55kg.

Dengan demikian selesai sudah operasi pengangkatan rahimku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terasa banget ketegangan saat di ruang operasi ya , Bunda. Saya juga pernah operasi Caesar. Dokternya malah nawarin mau diputer lagu apa? Karena saya tidak menjawab, bingung, akhirnya dokter memutar lagu lawas deh. Hehe

04 Feb
Balas

Makasih Bunda Nurli Yanti

04 Feb

Nyanyi lagu lawas, jadi kaya di kafe ya

04 Feb

Sehat selalu ya bu

03 Feb
Balas

Aamiin yra. Terima kasih Bunda Suhaeni doanya

03 Feb



search

New Post