ros tini

Saya terlahir dengan nama Rostini, yang memiliki makna seorang perempuan bagaikan bunga mawar yang cantik dan harum. Semoga harapan dari orang tua yang baik-bai...

Selengkapnya
Navigasi Web

Rida Si Gadis Gunung (2)

Sore itu hujan turun dengan deras, menghanyutkan sampah dan debu di jalanan lorong depan rumah kami. Sehingga lorong menuju rumah kami tampak seperti sebuah selokan. Debitnya yang sangat besar mampu menjebol pertahanan atap rumah kami yang sudah lapuk termakan usia. Ruang tengah, kamar bapak dan ibu, kamar nenek, dapur, dipenuhi ember dan baskom penampung air. Rumahku istanaku, kini sangat layak dijadikan ajang untuk berselancar air. Kalau hujan besar begini aapalagi disertai petir dan angin puting beliung, biasanya bapak mengeluarkan tumbak yang tingginya setinggi bapak, sambil komat kamit. Tapi tidak untuk hari ini.

Aku Rida, seorang gadis yang masih status pelajar sebuah SMA, tinggal serumah dengan ibu dan bapak serta dua orang adikku yang masih duduk di bangku SMP dan SD. Bapak seorang petani tulen yang terlihat lebih tua dari usianya. Sedangkan Ibu, seorang wanita biasa, pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga, kadang-kadang harus pergi ke ladang membantu bapak. Kalau bapak dan ibu ke ladang, maka pekerjaan rumah sepenuhnya aku yang urus. Maka aku harus bisa membagi waktu, mulai waktu untuk sekolah, belajar di rumah, dan mengatur semua urusan rumah.

Bapak akhir-akhir ini sering sakit-sakitan. Apalagi di musim hujan seperti ini. Badan bapak yang dulu gagah, sangat gagah menurutku, kini terbaring tak berdaya di atas ranjang besi yang terlihat masih kokoh meskipun catnya sudah melepuh.

"Rida, sini Nak!" panggil Ibu.

Aku yang tengah sibuk mengumpulkan ember dan baskom di dapur segera berlari menghampiri pemilik suara.

"Ada apa Bu memanggil Rida?" sambil meletakan baskom di pojok sebelah lemari dekat pintu kamar, dan ember tepat di samping jendela kamar.

"Tolong jaga Bapak dulu ya sambil pijiti kakinya, Ibu mau ngocek bubur sumsum dulu buat makan Bapak," sambil ibu bangkit dari duduk di tepi ranjang bapak. Baru saja ibu melangkah dua langkah, kakinya hampir terpeleset, dengan segera kutarik tangan ibu sekuat tenaga agar tidak jatuh.

"Subhanallah Rida, pantas saja Ibu hampir jatuh, kenapa tidak kau simpan satu lagi ember di sebelah ranjang ini?" tanya ibu sambil memijit-mijit kakinya yang tampak kesakitan.

"Rida juga tidak tahu Bu, kayanya ini titik baru. Untung ranjang bapak dan ibu diselimuti kelambu, yang bagian atasnya dilapisi terpal, sehingga bapak tidak terkena bocor meskipun hujan deras di luar." sambil pandangan kuarahkan ke langit-langit kamar yang terbuat dari anyaman bambu. "Pantas saja lubang bocor ternyata titik bocor bertambah.” gumamku.

Sebelum bapak sakit, sebenarnya plapond kamar sudah sempat dibetulkan, malah tembok bekas jejak bocor sudah bapak cat dengan cat kiloan yang dibelinya di perempatan kampung. Namun hujan yang deras, telah merusak semua upaya perbaikan yang bapak lakukan.

Bersambung.

Bersambung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post