Rozi setiawan

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Untuk dia

Untuk dia

Pada dasarnya manusia memiliki mimpi untuk menjadi sukses. Seorang siswa bermimpi untuk mendapatkan nilai tinggi dan dapat sekolah favorit. Mahasiswa mereka bermimpi bisa mendapatkan pekerjaan dan berpenghasilan yang layak. Bagi mereka yang sudah bekerja, mereka bermimpi lebih tinggi lagi. Mereka bermimpi mendapatkan jabatan yang tinggi, bisa memiliki rumah mewah, setelah itu mereka bermimpi memiliki mobil yang bagus. Semua itu, hal yang lumrah dimiliki oleh semua manusia. 20 tahun yang lalu, aku dilahirkan di sebuah kampung di lereng bukit pinggiran sebuah kabupaten. Jauh dari kebisingan dan gemerlap ibu kota. Jalan menuju ke kampung ku hanya sesekali di lalui oleh mobil, itupun harus menempuh jalan tanah di lereng lereng bukit. Di Sana aku di besarkan oleh seorang ibu. Ayahku meninggal ketika aku berumur 8 bulan. Aku tak mengenal wajahnya. Tapi ketika aku sakit, didalam mimpiku aku sering di temui oleh seorang laki laki yang tinggi berbadan tegap.  Aku di gendong, aku di taruh di atas pundaknya dan dibawa ke lapangan sepak bola. Seperti dia berpesan, "Suatu saat kamu harus jadi pemain sepak bola". Hal itu sering aku alami ketika aku sakit. Ketika aku melihat sebuah foto lama di dalam lemari, aku seperti melihat sosok orang tersebut, aku bertanya pada ibu. "Ini foto siapa bu?" Ibu tersenyum sambil mendekatiku, dia memelukku sambil mengambil foto itu. "Ini foto ayah nak..." "Ayah dimana bu, kok dia nggak pulang?" Ibu terdiam, dadanya rasanya sesak, dia mencoba untuk tidak menangis, tapi air matanya sudah menetes di tanganku. "Kenapa ibu menangis...?" Aku menatap wajah ibu. Ibu hanya memelukku erat. Aku tidak mengerti kenapa ibu menangis. Aku terus menunggu jawaban ibu. "Ayah tidak akan pulang nak... Ayah sudah meninggal sayang..." Akhirnya tangisan ibu pecah, dia menangis sambil memelukku erat. Setelah beberapa tahun sejak kepergian ayah, ibu sudah bisa melakukan aktifitas seperti biasa. Ibu sudah bisa pergi bekerja untuk mengolah ladang dan sawah kepunyaan kami. Tetapi ketika ayah di kabarkan telah meninggal, ibu tak henti hentinya menangis, bahkan ibu sering jatuh pingsan. Kepergian ayah membuat ibu terpukul, ayah yang selalu jadi penopang hidup dalam keluarga, ayah yang selalu sayang sama ibu dan aku, ayah yang tak pernah marah walaupun ibu dan aku membuat dia jengkel. Kepergian ayah begitu cepat, membuat kami kehilangan pohon pelindung di keluarga kami. Sejak hari itu, aku bermimpi untuk pertama kalinya. Aku bermimpi untuk bisa melihat ibu selalu tersenyum. Aku bermimpi untuk bisa membuat ibu selalu bahagia. Sewaktu aku sekolah dasar, aku selalu berusaha memberikan nilai yang tinggi untuk ibu, aku belajar dengan giat, walau ibu kadang tak pernah mengajariku belajar di rumah, mungkin ibu sudah capek seharian bekerja di ladang untuk memenuhi kebutuhan harian kami. Tapi setiap kali menerima lapor, ibu selalu terpanggil ke depan. Ibu berdiri di barisan paling depan, aku melihat ibu tersenyum bahagia. Rasa lelah dan letih ibu mencari uang di sawah dan ladang, hilang ketika aku mempersembahkan peringkat terbaik untuk ibu. Sejak itu aku berusaha belajar lebih giat agar aku bisa mempertahan kan supaya ibu tetap berada di barisan terdepan. Setelah menyelesaikan pendidikan di SD, ibu menyuruhku melanjutkan ke madrasah. Aku tidak mau jauh jauh dari ibu, tapi ibu bersikeras "Alex, ibu ingin kamu sekolah di madrasah, kamu harus banyak menimba ilmu agama" "Tapi di surau, aku kan sudah mengaji sama datuk haji bu" "Iya... Tapi mencari ilmu agama itu tidak terbatas nak, ibu ingin kelak kamu bisa bertemu dengan ayah mu dan bisa mendoakan ibu ketika ibu telah tiada." "Memang, aku bisa bertemu dengan ayah bu..?" Ibu tersenyum dan menatap wajahku "Bisa nak... Asalkan kamu bisa menjaga ibadahmu dan menjauhi segala yang di larang oleh allah, insyaallah kamu bisa masuk Syurga Nya allah, dan bertemu dengan ayahmu nak" "Baik lah bu... Aku akan sekolah di madrasah. Mudah mudahan nanti kita bisa kumpul bersama di syurga ya bu" "Aamiinn" ibu memeluk diriku erat. Perjalanan itu di mulai. Aku mulai sekolah di madrasah di pusat kota. Aku mulai mendalami ilmu agama seperti yang di sampaikan ibu. Tapi kondisi ekonomi kami mulai menipis, ibu sering tidak mengirimkan uang bulanan, sehingga aku sering puasa sunnah senin dan kamis. Tetapi tidak mengapa, aku paham kondisi ibu, aku tidak ingin menyusahkan ibu. Aku menyisihkan beasiswa yang ku dapat dari sekolah untuk keperluan sehari hari. Bagiku jajan di sekolah itu tak penting, yang paling penting aku bisa menyelesaikan madrasah ini dengan nilai tinggi. Ujian terberat itu akhirnya datang juga. Sudah tiga hari aku tidak ke sekolah, aku bekerja mencetak batu bata untuk mengumpulkan uang membayar spp yang sudah 3 bulan belum bayar. Kalau uang sppnya belum lunas, aku tidak bisa mengikuti ujian akhir. Aku bekerja siang hari mencetak batu bata, dengan upah Rp 15 000 untuk satu hari dan malam hari aku bekerja di warung bu wati menjual nasi goreng. Aku bekerja sampai jam 12 malam membantu jadi pelayan sekaligus mencuci piring. Aku bekerja di sana dengan imbalan Rp 20 000 dan dapat makan gratis, kadang aku di suruh membungkus nasi goreng pulang, alhamdulillah aku bisa makan pagi dengan nasi goreng itu. Malam ke ketiga aku bekerja di sana, aku kedatangan tamu. Dia memesan satu porsi nasi goreng, aku mengenalinya dan aku tersenyum melihatnya tapi dia hanya diam melihatku tajam. Nasi gorengnya sudah habis, tapi dia masih duduk di sana. Warung mulai lengang dari pengunjung. Di Sana hanya tinggal aku bu wati pemilik warung dan wanita itu. Aku mendekat ke arahnya. "Kenapa kamu tidak sekolah..?" Wanita itu langsung memasang muka marah. Bu wati langsung melihatku. Aku hanya menunduk, tidak dapat berkata apa apa. Dia airin sahabatku di sekolah dan dia juga saingan terberat ku. "Sebentar lagi ujian, sekarang sedang ada try out. Sudah 3 ujian yang kamu lewati. Apa kamu tidak mau sekolah lagi lex..? Apa yang kamu pikirkan lex..?" Lagi lagi airin mendesak ku, aku hanya tertunduk dan air mata ini menetes begitu saja "Aku juga ingin sekolah seperti kalian" Aku berkata lirih  "Aku juga ingin belajar seperti kalian, bahkan aku tidak menginginkan nasib ku seperti ini. Kalian beruntung punya kedua orang tua, kalian beruntung memiliki orang tua yang kaya. Aku....?" Air mata ku tidak terbendung lagi "Aku harus membanting tulang untuk membayar uang spp ku, aku juga harus berpuasa karena tidak ada uang untuk membeli makanan. Apa aku harus seperti kalian, bisa jajan seenaknya, bisa ke sekolah dengan motor. Sedangkan aku... Aku harus bekerja dari pagi sampai malam hanya untuk bisa mengikuti ujian akhir, itu yang aku lakulan saat ini rin." Ruangan itu lengang mendengar  tangisan ku. Bu wati pun meneteskan air mata mendengar penjelasan ku.  bu wati mendekatiku "Kau berbohong sama ibu lex..?" Suara buk wati lirih sambil mengusap kepalaku. Aku menundukkan kepala, Aku berbohong dengan bu wati, aku mengatakan bekerja di warungnya hanya ingin cari pengalaman saja. "Sudah berapa hari kau tidak sekolah nak...?" "Sudah tiga hari buk" Airin menjawab "Besok, kau harus ke sekolah, biar ibu yang akan menemui guru mu di sekolah nanti." Aku menoleh pada bu wati, sambil mengusap air mata di pipiku, aku tidak percaya apa yang barusan aku dengar "Ya... Ibu akan melunasi semua hutang mu di sekolah" "Tapi bu.." "Jangan kau pikirkan akan membayar hutang mu pada ibu. Tugasmu adalah belajar sungguh sungguh dan bawa nilai tinggi kepada ibu. Hutangmu lunas" Buk wati memberikan harapan baru padaku, aku seperti di beri secangkir air di tengah terik panasnya gurun sahara. Aku baru tiga hari bekerja dengan bu wati, tapi dia sudah menganggap ku seperti anaknya sendiri. jasanya takkan terbalas sampai akhir hayat. Aku mencium tangan bu wati. "Terima kasih bu" "Iya nak... Sekarang pulanglah, belajar, besok kau ujian" Aku segera pamit pulang ke kosan. Airin juga pamit sama buk wati. Ujian telah aku laksanakan, aku bukan hanya berjanji pada ibu, tapi aku juga sudah berhutang dengan bu wati. Nilai ku harus tinggi, itu caraku membayar hutang pada bu wati. Hari ini adalah pengumuman hasil ujian akhir, nama kami sudah di panggil satu persatu dari urutan 10 besar. Namaku tidak kunjung di sebut, aku sudah pasrah tidak bisa membayar hutang pada bu wati. Sampai pada urutan ke empat namaku masih belum terpanggil, aku tidak mungkin dapat peringkat ke tiga, sainganku berat. Hingga wakil kurikulum memanggil peringkat ke tiga, "Peringkat ke tiga, dengan rata rata 8.45 jatuh pada....?" Jantungku berdetak kencang, aku yakin kali ini namaku terpanggil "Jatuh pada... Anak kita, M asral iqbal" Hancur sudah harapan ku, aku hanya bisa minta maaf pada bu wati, mungkin aku harus bekerja di warungnya supaya bisa melunasi hutangku. "Alex... Alex..." Teman di sampingku menepuk pundak ku, aku menoleh ke arahnya. "Nama mu di panggil" Aku terkejut saat mendengarnya "Serius" Aku berusaha memastikan "Sekali lagi di panggil anak kita Alex untuk bisa berdiri di depan" Wakil kurikulum memanggil ku untuk maju ke depan. Langkahku tak beraturan, aku masih belum percaya akan mendapatkan peringkat ke dua. Aku sudah berdiri di depan, tetapi aku masih belum percaya, aku tidak mendengar namaku tadi, mungkin karena aku memikirkan akan membayar hutang pada bu wati. Alhamdulillah, rupanya benar, wakil kurikulum menyebutkan jumlah rata rata ku dengan nilai 9.20. Aku terharu, air mata ku menetes karena apa yang ku dapat. Aku tidak percaya, tapi allah telah menunjukkan kekuasaannya, siapa yang bersungguh sungguh dia akan mendapatkannya. Peringkat 1 adalah airin dengan jumlah rata rata nilai 9.50. Ya... Dia memang saingan terberat ku, tapi dia juga sahabat terbaik ku. Setelah bubar, teman teman membicarakan kemana akan melanjutkan sekolah, tapi aku hanya tersenyum membalasnya. Aku belum tahu apa bisa melanjutkan sekolah atau tidak, untuk hari ini aku hanya bersyukur kepada allah karena telah di beri nilai tinggi. Aku berjalan meninggalkan sekolah, tiba tiba airin memanggilku "Alex... Tunggu.." Airin mengejar ku, aku membalikkan badan "Ada apa rin?" Airin tersenyum sambil menetralkan nafasnya siap mengejar ku. "Ni hadiah untuk mu" Airin memberikan sebuah kotak yang di bungkus dengan kertas kado. "Apa ini rin?" "Selamat ya..." "Hah... Bukanya kamu yang juara, seharusnya aku yang memberikanmu hadiah" Airin tersenyum sambil menggeleng "Kamu yang juara lex, kamu yang juara sesungguhnya. Sekali lagi selamat ya" Airin menjulurkan tangannya "Terima kasih ya rin. Kamu memang sahabat terbaikku" Kami bubar dan aku langsung mendatangi warung bu wati. Sesampai di depan warung aku melihat bu wati duduk santai di warungnya "Bu... Anak mu juara bu" Aku memperlihatkan selembar kertas yang berisi nilai akhir "Alhamdulillah nak... Akhirnya kamu berhasil" Bu wati mengusap usap kepalaku. Matanya berkaca kaca melihat apa yang telah aku lalui. "Aku mau pulang kampung bu" Aku pamit sama bu wati untuk pulang kampung. Bu wati mengangguk dan memberiku hadiah "Ni untuk sang juara" Bu wati memberiku uang sebesar  Rp 50 000. Jumlah yang cukup besar dari gaji yang aku dapat dalam sehari "Terima kasih bu. Aku pamit" Aku mencium tangan bu wati Aku sangat bahagia hari ini. Aku mendapatkan nilai yang tinggi dan aku juga memiliki orang orang yang sangat sayang padaku. Aku sangat bahagia berada di tengah tengah mereka. .

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

aku juga terharu, keren bg oji

15 Apr
Balas

Tnggu aj covernya hahahaha

15 Apr

Aku teharu

15 Apr
Balas

Aku terhura

15 Apr



search

New Post