RR. Nunuk Indrayanti, S.Pd.

RR. Nunuk Indrayanti, S.Pd. adalah seorang guru di SMP Yadika 8 Jatimulya Bekasi sejak tahun 2003. Ibu dua orang anak bernama Dewa dan Satriyo. Dapat dihubungi ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Celengan Bening

Bening adalah anakku yang kini duduk di kelas 4 SD. Matanya yang bening benar-benar bak air hujan yang terjebak di daun-daun keladi. Kulitnya sawo matang. Hidungnya tidak terlalu mancung dan juga tidak terlalu pesek. Rambut ikal sebahunya terurai hitam seperti pekatnya malam. Bocah berperawakan ceking ini mempunyai suara yang lembut, sama lembut dengan hatinya yang acap kali tersentuh dengan banyak hal yang terkadang belum sempat terpikirkan.

“Bun, boleh tidak aku pinjam hp Bunda? Bening pengen buat fb, deh,” katanya suatu pagi di teras rumah.

Kuletakkan sapu lidi yang kugunakan untuk membersihkan dedaunan bambu kering yang berserakan di depan rumah. Aku sangat terkejut mendengar apa yang dikatakannya. Kendati begitu kucoba menutupi keterkejutanku dengan seulas senyum sembari mendekatinya.

Kupilih duduk di sampingnya. Bening menatapku dengan bening matanya. Lagi-lagi aku hanya tersenyum sambil mengusap kepalanya. Kuraih kedua tangannya, kupeluk pundaknya sembari kutepuk-tepuk.

“Boleh ya, Bun?” pintanya setengah mengiba.

“Nak, kamu ini kan masih kecil. Anak kecil tidak belum boleh punya fb. Berbahaya lho,” kataku menasihatinya.

“Memang bahayanya apa, Bun?” tanyanya dengan wajah penasaran.

“Kalau kita punya fb kan kita jadi punya banyak teman, Bun. Kan asyik kalau punya banyak teman, Bun,” jelasnya mencoba menyakinkanku.

“Tidak semua orang di fb itu baik, Nak. Ada kalanya mereka punya maksud jahat kepada kita, terlebih anak-anak. Kamu masih sangat kecil untuk dapat menangkap niat buruk seseorang. Berteman dengan teman-teman sekolah dan kampung kita saja ya, Nak. Kamu bisa ajak teman-temanmu main ke rumah kita.”

Bening mengangguk pelan tanda memahami kata-kataku. Dia bergegas masuk ke rumah. Sejurus kemudian dia keluar dengan membawa hp-ku.

“Hp-nya udah penuh, Bun. Pinjam ya, Bun!” katanya tanpa melihatku karena fokus dengan game offline yang dimainkannya.

Kusapu bersih dedaunan bambu kering yang berserak. Semilir angin pagi menggoyang-goyangkan dahan-dahan bambu. Kreat kreot suara batang bambu yang beradu melahirkan irama teratur yang cukup menghibur. Belum lagi gemeringsing dedaunan bambu karena terpaan sang bayu. Sungguh suasana yang syahdu.

Matahari meninggi. Terik cahayanya memaksa kami masuk ke rumah. Tanpa kusuruh, Bening meletakkan hp yang dimainkannya ke laci meja belajarnya. Diraihnya celengan bening dari toples astor yang berdiri manis di atas meja.

Celengan itu lumayan besar. Tingginya lebih dari 15 cm. Ayahnya sengaja menyayat bagian atas celengan sebagai cela untuk memasukkan uang. Celengan plastik bening berdiameter 10 cm itu tertutup rapat. Isolasi transparan menambah kerapatan celengan bening tersebut. Bening menghias bagian bawah celengan dengan sebuah pita berwarna merah putih. Warna merahnya jelas senada dengan warna tutup celengan.

Semua uang yang tersimpan di dalam celengan tersebut dapat terlihat dengan sangat jelas. Terlebih Bening memasukkan uang ke dalam celengan plastik tersebut dalam bentuk lembaran. Hanya uang dengan nominal Rp20.000,00, Rp50.000,00, dan Rp100.000,00 yang akan Bening masukkan dalam celengan beningnya.

Uang pecahan Rp20.000,00-an biasanya ia peroleh dari kebiasaannya menyisakan uang jajan setiap hari. Jika sisa uang jajan tersebut sudah terkumpul dan genap Rp20.000,00, segera ditukarkannya kepadaku atau ayahnya dengan pecahan Rp20.000,00. Setelah itu Bening akan memasukkan pecahan Rp20.000,00 tersebut ke celengan beningnya.

Uang Rp50.000,00 biasanya adalah hadiah atas sikap disiplinnya menjalankan ibadah salat lima waktu atau sikap terpuji lainnya. Biasanya Bening mendapatkan hadiah tersebut seminggu sekali dariku atau ayahnya.

Pecahan Rp100.000,00 adalah pemberian Bulek Yati dan Mbah Siti setiap kali berkunjung ke rumah kami. Ini adalah nominal terbesar yang ada di celengan beningnya. Warna merah merona uang tersebut selalu membuat Bening kegirangan. Kami sangat paham, Bening pasti sangat senang dengan isi celengannya.

Terkadang Bening membuka tutup toples celengannya dan mengeluarkan semua isinya untuk menghitungnya. Setelah diketahui jumlahnya, ia akan memasukkan kembali uang-uang tersebut ke dalam celengan dan menutupnya rapat-rapat. Agar lebih rapat, seperti biasa Bening akan mengisolasi bagian tutup celengan.

“Berapa hp yang seperti punya ayah, Bun?” tanyanya kepadaku yang sedang memijit-mijit kaki-kaki kecilnya.

“Empat jutaanlah, Nak. Memangnya ada apa?”

“Kalau uangku sudah terkumpul segitu, kita beli hp yang seperti punya ayah ya, Bun?”

Bening menarik napas berat. Digaruk-garuknya kepalanya yang tidak gatal. Aku sangat mengerti apa yang sedang dia inginkan dan pikirkan.

“Masak gak bisa sih Bunda bantuin penuhin celengan Bening? Biar cepat penuhnya, Bun. Biar cepat beli hp-nya. Ya, Bun, ya?” rengeknya penuh rayuan.

“Ya doakan saja Bunda banyak rejekinya, Nak. Nanti Bunda bantu penuhi celengannya.”

“Aamiin. Semoga Bunda banyak rejekinya biar Bening lekas bisa beli hp,” teriaknya kegirangan.

Obrolan kamipun terhenti ketika tiba-tiba terdengar suara Mia, sahabat Bening yang tinggal di kontrakan belakang rumah.

“Bening!!! Bening!!!Main yuk!!” teriak Mia dengan antusias.

“Heiiii!! Masuk Mia. Kita main boneka saja di dalam rumah. Di luar panas,” kata Bening sambil menggandeng tangan Mia.

Mereka segera larut dalam canda tawa yang hangat ditemani boneka-boneka kesayangan Bening.

Dengan anak mataku, kulihat keduanya sibuk bermain peran. Aku tak berani nimbrung sebab takut mengganggu keasyikan mereka.

“Udahan mainnya ya, Ning! Aku harus bantu Ibuku berkemas. Besok kami harus pindah ke kontrakan yang lebih kecil, Ning,” kata Mia mengagetkanku yang sedang mencuci piring di dapur.

“Memangnya kenapa pindah, Mia?” tanya Bening sambil mengemasi boneka-bonekanya.

“Pandemi Covid ini memaksa banyak orang harus bekerja dari rumah. Bapakku yang hanya ojek online jadi sepi orderan. Kami tidak bisa lagi membayar kontrakan, Ning. Kata Ibuku, boro-boro mau bayar kontrakan, buat makan saja susah, Ning.”

Bening mendengarkan kata-kata Mia sambil tetap mengemasi boneka-bonekanya. Mulutnya terkunci rapat. Tak ada satu katapun yang kudengar dari bibirnya.

“Aku pulang ya, Ning. Besok-besok kukasih tahu kontrakan baruku,” teriak Mia sambil berlalu.

Kudekati Bening yang terduduk lemas di sudut ruangan. Di sampingnya tumpukan boneka berjajar rapi. Kuusap-usap kepala Bening yang masih saja membisu.

“Bun, kita kasih saja semua celengan Bening untuk Mia ya, Bun? Kasihan Mia dan keluarganya, Bun. Isi celengan itu sudah lebih dari 800 ribu lho, Bun. Nanti Bunda tambahi ya? Bunda kembalikan juga yang kemarin Bunda pinjam dari celengan ini. Ya, Bun, ya??” pintanya dengan penuh rasa iba.

“Kamu ndak apa apa ndak jadi beli hp, Nak?”

Gak apa-apa, Bun. Bening masih bisa pinjam hp Bunda, kok.”

Bening bergegas ke kamarnya untuk mengambil celengan beningnya. Kutambahi celengan Bening dengan uang yang kuambil dari dompet belanjaku. Bening tersenyum dan memelukku.

“Sekalian kita kasih Mia boneka ya, Bun?” katanya sambil menenteng boneka panda berwarna coklat.

“Boleh, Nak,” jawabku singkat.

Kuantar Bening ke kontrakan Mia. Dalam hati aku bersyukur mempunyai Bening yang lembut hatinya sehingga peka akan kesulitan temannya.

“Alhamdulillah,” gumamku penuh rasa syukur.

Kelas Cerpen1 MediaGuru

(Aminatun, Kisah di Balik Covid-19)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masyaallah luar bias.. sukses ya bun

14 Sep
Balas

Luar biasa bun.kisah nyatakah

15 Sep
Balas

Subhanallah, moga berkah bunda

15 Sep
Balas



search

New Post