Guru Lebay
"Lebay" merupakan kata yang tidak asing terdengar di telinga. Pameo ini menjadi "hits" di kalangan remaja Indonesia untuk mengistilahkan seseorang yang terlalu berlebihan dalam menanggapi dan menyikapi sesatu; istilah ini sering didentikan dengan remaja, tetapi bagaimanakah jika "lebay" ini terjadi pula pada guru?
Guru adalah sosok pendidik yang setiap perkataan dan tindak-tanduknya menjadi sorotan masyarakat, ia ditiru sebagai "role model" yang baik. sebagai role model apakah guru sudah mampu berperan sebagaiman laiknya guru?
Ada siswa, yang notabene remaja, berbuat ulah di sekolahnya. Ia menggambari sebuah dinding ruang sekolah dengan gambar grafiti khas remaja. Apa yang guru simpulkan? tentunya, anak semacam ini dicap sebagai siswa nakal, bukan? kita selaku guru memarahinya dan memanggil orangtuanya. bukankan nhal yang kita lakukan ini "lebay"?
Bahkan yang lebih menggelitik jka guru menemukan remaja siswa putri bersolek sederhana, mamaki bedak tipis, bibirnya diberi sedikit perona, dan wanginya harum. Apa yang akan terjadi pada siswi ini?Tentunya, anak ini akan dipergunjingkan guru-guru, terutama guru perempuan, sebagai siswi ganjen, dan akhirnya anak ini akan dipangil oleh pihak sekolah. aneh dan lebay, bukan?
Dan yang paling disedihkan adalah sikap dan perlakuan kita selaku guru terhadap siswa yang dianggapnya "nakal" dan sering membantah seringkali tidak sesuai dengan hakikat kita sebagai guru, memanusiakan manusia. Siswa yang dianggap "nakal" dan sering membantah seringkali mendapat perlakuan yang tidak "manusiawi". Dengan dalih mendisiplinkan, mereka dihukum dan ditegur dengan urat leher yang terlihat jelas, bahkan perlakuan yang mereka terima lebih cenderung ke arah mempermalukan ketimbang mendisiplinkan.
Remaja merupakan massa dimana mereka mencari jati diri. dalam pencariannya, remaja cenderung tidak memiliki kestabilan emosi; mengalami adanya perasaan kosong dan hampa akibat gejolak perubahan pandangan hidup. Beberapa gambaran realita di sekolah di atas merupakan wujud dari kegelisahan remaja akibat dari apa yang diinginkn mereka tidak bisa mereka wujudkan sendiri.
Remaja sangat sering bereksperimen dan bereksplorasi tanpa memikirkan dampaknya. oleh karena itu, alangkah bijaknya bagi kita selaku guru untuk tidak terlalu "lebay" dalam menyikapi fenomena-fenomena "keagresifan" mereka. Menghukumnya dengan perkataan dan perbuatan yang "menyakitkan" dengan dalih medisiplinkan mereka tidak harus dengan cara mempermalukan mereka. Pendekatan secara interpersonal dan melibatkan "hati" adalah cara ampuh untuk mendisiplinkan mereka karena yang kita hadapi dan kita "manusiakan" adalah manusia, maka dengarkanlah mereka dan beri ruang untuk mereka berbicara. Beradaptasilah dengan mereka, bukan mereka yang harus berdapatasi dengan kita.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tugas kitalah mengarahkan mereka. Tulisan ini tidak untuk menjustifikasi guru dlm bertindak, tetapi lebih kepada bagaimana kita seharusnya "mengeksekusi" tindakan kita untuk "mendisiplinkan" krn sejatinya, menurut saya, ada perbedaan definisi dari konsep hukuman dan konsekuensi. :-)
Sangat setuju ketika siswa atau siswi yg mempunyai perilaku yg sedikit "nakal" apabila kita sentuh dgn hati maka sampainya akan akan ke hati jg, bnyk cara menegur mereka tanpa merasa di tegur oleh kita.
Terimakaih bu Rifka... Seperti kata bu Wia tidak juga mem-permisive-kan mereka. :-)
Setuju kalau diberikan peringatan dgn cara personal, diajak bicara dari hati ke hati. Tapi tdk boleh permissive, sehingga siswa merasa kalau perbuatan seperti itu baik-baik saja dan mereka merasa benar. Sebetulnya siswa yg berperilaku spt ini (membuat grafiti & bersolek), mereka lebay. Karena sdh berlebihan dlm berprilaku dan bersolek melebihi apa yg seharusnya mereka lakukan sbg seorang siswa.
Tugas kitalah mengarahkan mereka. Tulisan ini tidak untuk menjustifikasi guru dlm bertindak, tetapi lebih kepada bagaimana kita seharusnya "mengeksekusi" tindakan kita untuk "mendisiplinkan" krn sejatinya, menurut saya, ada perbedaan definisi dari konsep hukuman dan konsekuensi. :-)
Setuju kalau diberikan peringatan dgn cara personal, diajak bicara dari hati ke hati. Tapi tdk boleh permissive, sehingga siswa merasa kalau perbuatan seperti itu baik-baik saja dan mereka merasa benar. Sebetulnya siswa yg berperilaku spt ini (membuat grafiti & bersolek), mereka lebay. Karena sdh berlebihan dlm berprilaku dan bersolek melebihi apa yg seharusnya mereka lakukan sbg seorang siswa.
Terimakasih bu @Wia