Rumondang Sitohang

Hanya wanita biasa. Seorang pendidik yang suka membaca, mengamati dan mencoba membiasakan kebenaran. Hobby berenang dan travelling ala b...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ibu, Sekolah Terbaikku
Foto: dokumen Mediaguru

Ibu, Sekolah Terbaikku

Saat ini usiaku empat puluh tujuh tahun. Seorang ibu dari tiga orang anak yang beranjak remaja. Setelah berumah tangga, barulah kusadari betapa berat perjuangan dan peran seorang ibu di tengah-tengah keluarga. Jika kubandingkan dengan perjuangan Ibu saat membesarkan kami ketujuh anaknya, aku merasa malu. Malu pada diriku yang terkadang mengeluh. Ibu adalah wanita idolaku, sekolah terbaikku.Tak ada habisnya kata pujian yang aku ucapkan jika berbicara tentang kasih sayang dan perjuangan ibuku. Menjadi single parent saat usianya 30 tahun. Ada tujuh orang anak yang harus dinafkahi. Kepergian ayah secara tiba- tiba, sungguh mengejutkan. Ayah menghadap Sang Pencipta saat usia ayah baru 35 tahun. Ini menjadi pukulan berat bagi ibu. Fisik Ibu belum sepenuhnya fit, karena baru melahirkan adikku yang bungsu. Ya, ayah meninggal saat adikku yang bungsu berusia 30 hari. Masih bayi merah kata orang. Usiaku saat itu belum genap 12 tahun, tepatnya aku duduk di kelas tujuh (1 SMP).

Tahun 1987-1989 adalah masa-masa yang sulit. Jika ingat masa itu, air mataku terkadang menetes. Dua tahun sejak kepergian ayah, masih terasa berat bagi kami. Setiap pagi saat merapikan tempat tidur, sering kulihat bantal ibu basah. Aku tahu, itu karena ibu terlalu sering menangis. Hampir 2 tahun kejadian itu berlangsung. Saat memegang bantal itu, tak jarang akupun ikut menangis. Betapa cepat kepergian ayah. Tak ada kata berpamitan, tak ada tanda-tanda. Tapi aku yakin, semua ini telah diatur oleh Sang Pencipta. Tuhan tidak akan memberikan pencobaan pada hamba-Nya melebihi kemampuan hamba tersebut. Ibu wanita hebat, pantang menyerah. Setiap pagi sekitar pukul empat, beliau pergi ke ladang. Ladang kami tidak terlalu luas, tetapi hampir semua tanaman yang kami tanam menghasilkan panen melimpah. Ada singkong, ubi jalar, jagung, bawang merah dan bawang putih. Terkadang aku dan adikku nomor dua dibangunkan oleh ibu. Diajak untuk menemaninya ke ladang. Biasanya jam 6 pagi, kami sudah pulang dari ladang dan membawa hasil panen untuk kebutuhan beberapa hari dan sebagian dijual. Panen dari ladang dibawa dengan cara dijunjung. Capek sekali, tapi bahagia saat melihat hasil panen cukup untuk kebutuhan makan kami.

Sesampainya di rumah, ibu bergegas memasak buat bekal anak-anaknya ke sekolah. Masakannya sederhana tetapi bukan main enaknya. Ibu memang pandai memasak. Ibu tidak pernah terlambat untuk memenuhi kebutuhan sekolah kami. SPP dibayar tepat waktu. Oh ya, walau ibu sibuk bekerja di ladang, tetapi aktif di kegiatan keagamaan. Kata Ibu, itu salah satu cara untuk dapat melupakan kesedihan karena kepergian ayah. Ibu berusaha selalu dekat dengan Tuhan. Walau kondisi keuangan kami pas-pasan, ibu selalu membuka hati agar rumah kami dijadikan tempat kebaktian. Saat kebaktian di rumah, biasanya ibu akan memasak makanan yang cukup wah. Mi goreng atau nasi dengan paket lauk-pauk lengkap adalah makanan kategori wah. Kadang dalam hati kecilku, seandaianya setiap hari ada kegiatan ibadah di rumah, tentu setiap hari makan enak. Hahaha. Satu hal lagi yang sangat membuatku kagum pada ibu. Walau usianya masih muda untuk mengemban tanggung jawab besar, tetapi ibu tidak tertarik untuk menikah lagi. Padahal banyak keluarga yang membujuk ibu untuk menikah lagi. Ibu setia pada kekasih hatinya ( almarhum ayah).

Banyak pesan ibu yang yang menjadi pedoman di hidupku. Diantaranya, jangan berhenti belajar, jangan pernah mau hidup miskin. Selalulah berusaha walau sering mengalami kegagalan. Kata Ibu, tangan Tuhan tidak pernah terlambat untuk menolong hamba yang berseru dalam namaNya. Ibu, tulisan ini adalah hadiah kecilku untukmu. Selamat Hari Ibu, wanita hebatku. Tanpamu, aku bukanlah siapa-siapa. Ungkapan ini benar adanya. Seorang ibu mampu menjaga dan merawat banyak anak, tetapi seorang anak belum tentu mampu menjaga dan merawat seorang ibu. Happy Mothers Day Mom, I love you more than you know.

Tentang penulis

Rumondang Ernawati Sitohang adalah seorang pendidik di SMA Negeri 2 Sukatani Kabupaten Bekasi. Saat ini masih aktif mengajar. Wanita kelahiran Medan, 47 tahun yang lalu ini memiliki hobbi menulis, bernyanyi dan travelling. Untuk menjalin komunikasi dengannya dapat menghubungi email di [email protected] atau WA 081315639877.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tak ada perjuangan yg lebih berat selain perjuangan seorang ibu. Meleleh membaca tulisan Bu Rumondang.

09 Dec
Balas

Terima kasih Bu, betul sekali

19 Dec

Terima kasih Bu, betul sekali

19 Dec

Keren Bunda semoga lolos

19 Dec
Balas

Terima kasih Bu. Amin

19 Dec

Keren dan mantap ini mah. Salam sehat dan sukses selalu, ya Bu.

04 Dec
Balas

Terima kasih Pak Yudi.

05 Dec

Luar biasa bu guru cantik dan juga ibu hebat.... Semoga tetap sehat dan sukses.... Salam

05 Dec
Balas

Terima kasih Bu

05 Dec

Luar biasa bunda cantik. Benar, tangan-Nya tak pernah terlambat tuk menolong kita. GBU

04 Dec
Balas

Terima kasih Bu

04 Dec

Terima kasih Bu

04 Dec

Keren. Semoga lolos ya Bu. Salam sehat dan sukses selalu.

11:29
Balas

Mantap Bu. Perjuagn seorang Ibu tdk terkalhkan. Semoga lolos. Slm sehat dan salm kenal dari Seir Haidah Hasibuan Ciracas Jakarta Timur

04 Dec
Balas

Terima kasih Bu, salam sehat

05 Dec



search

New Post