Rusdi El Umar

Rusdi El Umar, adalah guru pengajar IPA di SMPN 1 Masalembu Sumenep Madura. Suka menulis dan membaca serta seabrek aktifitas lainnya. Penyuka olahraga bulu tang...

Selengkapnya
Navigasi Web
Teks Pancasila dan Pertaruhan Harga Diri
Garuda Pancasila

Teks Pancasila dan Pertaruhan Harga Diri

Kasus viral baru-baru ini adalah adanya Ketua Dewan yang tidak bisa melafalkan Pancasila. Ketua DPRD Kabupaten Lumajang, Anang Akhmad Syaifudin, pada saat memimpin Rapat Paripurna salah mengucapkan Pancasila sila keempat. Alih-alih mengucapkan "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan," justru Anang mengucapkan "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan dan permusyawaratan."

Tentu saja kejadian tersebut menimbulkan pro kontra dan kegaduhan publik. Bagaimana pun, sebagai Ketua Dewan seharusnya hafal melafalkan Pancasila, meskipun Pancasila bukan prasyarat untuk menjadi Ketua Dewan. Pancasila dari sejak awal, saat kita duduk di bangku TK pun sudah diajari teks Pancasila. Maka jika kemudian ada anggota dewan yang alpa terhadap teks Pancasila, maka hal tersebut dipandang suatu kenaifan.

Di setiap kesempatan, utamanya pada saat palaksanaan upacara bendera yang di lembaga Sekolah Tingkat Dasar diselenggarakan setiap hari Senin, maka sudah dapat dipastikan bahwa kita hafal teks Pancasila. Namun, bukan masalah hafal atau tidak, ketika ada dalam suasana tertentu, seseorang bisa lupa karena situasi yang mengiringinya. Semisal rasa tertekan (stresing) ketika berada di atas panggung dalam acara tertentu. Pada saat itu hal yang mudah pun, seperti teks Pancasila, bisa sangat mudah terlupakan.

Harga Diri Seorang Pemimpin

Menjaga harga diri (muru'ah) merupakan kewajiban pribadi setiap individu. Lebih-lebih bagi seorang pemimpin, menjaga harga diri merupakan suatu kewajiban yang harus dipelihara secara maksimal. Muru'ah atau harga diri menurut Syekh Imam Mawardi dalam Adab Ad-Dunya wad-Din, memiliki pengertian, "Muru’ah adalah menjaga tingkah laku hingga tetap berada pada keadaan yang paling utama, supaya tidak melahirkan keburukan secara sengaja dan tidak berhak mendapat cacian."

Sementara di dalam kitab Mausu’ah Fiqh al-Qulub, muru’ah adalah “Mengerjakan segenap akhlak baik dan menjauhi segenap akhlak buruk; menerapkan semua hal yang akan menghiasi dan memperindah kepribadian, serta meninggalkan semua yang akan mengotori dan menodainya." Jadi menjaga kehormatan diri adalah harus memelihara kecacatan akhlak baik berupa tindakan (perbuatan) maupun ucapan. Sehingga puncak dari menjaga muru'ah merupakan kesucian jiwa dari hal-hal yang menghinakan diri.

Menjadi seorang pemimpin, sebagaimana Anang Akhmad Syaifudin sebagai Ketua Dewan, termasuk sosok yang mesti menjaga kehormatan diri, dewan, dan bahkan negara secara umum. Jika kemudian Anang mengundurkan diri dari jabatan sebagai Ketua Dewan, maka hal itu merupakan konsekuensi dari kealpaan terhadap teks Pancasila. Padahal, hafal Pancasila tidak disyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan terkait dengan Ketua Dewan. Namun, karena ingin menjaga marwah dan kehormatan, maka Anang secara sadar dan suka rela menyatakan pengunduran diri dari Ketua Dewan.

Apakah kemudian setelah mengundurkan diri semuanya telah selesai? Setidaknya Anang telah berusaha untuk melepas jabatan yang melekat karena sesuatu yang tidak prinsip. Dan itu merupakan bentuk pertanggungjawaban atas dirinya sendiri. Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa Anang adalah sosok yang memiliki integritas. Berani melepas jebatan atas sebuah persoalan yang tidak diatur dalam undang-undang.

Menjaga Marwah Negara

"Pengunduran diri saya sebagai ketua DPRD Lumajang tidak ada intervensi dari siapa pun dan itu bentuk kecintaan saya kepada Pancasila, dari pikiran dan hati saya. Mungkin tidak salah orang tidak hafal Pancasila, tetapi itu tidak pantas dilakukan oleh ketua DPRD Lumajang," kata Anang Ahmad Syaifuddin.

Jika menjaga marwah dan muru'ah diri merupakan sebuah kewajiban, maka menjaga kehormatan negara jauh lebih ditekankan lagi. Artinya menjaga kehormatan bangsa dan negara merupakan kewajiban setiap warga negara. Karena, sebagaimana diungkapkan oleh Kiai Hasyim Asy'ari, bahwa "Hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah bagian dari iman." Sehingga menjaga marwah dan harga diri bangsa merupakan harga mati.

Langkah yang dilakukan Anang Akhmad Syaifudin merupakan koreksi bagi seseorang yang berusaha berkelit dan menghindar dari kesalahan yang diperbuat. Tidak sedikit dari seorang pejabat yang melakukan kesalahan (bahkan fatal sekalipun) untuk tetap bertahan dalam jabatannya. Seakan tidak punya malu dan gak ada harga diri terhadap tanggung jawab kepemimpinannya. Kalau di negara-negara maju, seorang pejabat yang melakukan kesalahan akan mengundurkan diri bahkan ada yang sampai bunuh diri. Yang terlahir ini tidak untuk dicontoh, tetapi menjadi jelas bahwa harga diri adalah bagian dasar dalam kepemimpinan.

Hafal teks Pancasila dan sebuah jabatan secara hierarki tidak ada keterkaitan. Namun ketika seorang pimpinan tidak hafal teks Pancasila, maka hal itu bagian dari percaturan harga diri. Meskipun, jika ditelusuri dengan saksama, bisa sangat mungkin banyak pejabat (anggota dewan) yang tidak hafal (meski sekadar) teks Pancasila.

Wallahu A'lam!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post