Ruslina tahir

Bismillahirrohmanirrahim. Nama Ruslina Tahir. Guru SMPN 21 Makassar. Tinggal di Pallangga Kabupaten Gowa...

Selengkapnya
Navigasi Web
AYAH

AYAH

(Bagian 1)

Anak lelaki itu hanya mampu duduk di bawah kolom rumah memandangi teman - teman sebayanya berbondong - bondong ke sekolah. Pandangannya sendu, ada yang bergemuruh di dalam dadanya, seperti ingin membuncah. Ada rasa sedih di sana. Namun mata dan nalurinya tak mengijinkanya menangis. Dia tdk bisa sekolah lagi, meskipun keinginannya sangat besar. Ia sangat cinta belajar. Namun apa boleh buat bagaikan punggut merindukan bulan. Dia sadar tak mungkin menggapainya. Ayah ibunya telah tiada. Siapa yg akan membiayai sekolahnya? Terpaksalah ia harus putus sekolah, padahal tinggal satu tahun lagi ia akan menyelesaikan jenjang pendidikan dasarnya.

Di sekolah ia terbilang anak yang cerdas dibanding teman - temannya yang lain. Di bidang matematika ia sangat unggul, tulisan tangannya pun begitu indah, ia pandai ilmu sosial dan ilmu alam, baca tulis Qur'an dan Aqidah Akhlak ia pun terdepan. Sayang ia tak ada kesempatan lagi duduk dibangku sekolah bersama teman temannya lagi. Meski begitu, dalam hati ia tetap bersyukur pernah di sana dan mengcap bangku sekolah.

Tanpa kedua orang tua, ia seperti terabaikan. Tak ada siapapun yang begitu peduli kepadanya kecuali hanya sedikit. Kadang tak makan, ia harus merasa dan berfikir sendiri diusia yang sangat belia. Beruntunglah masih punya tempat tinggal peninggalan kedua orang tuanya. Namun, Anak sekecil dia, apalah yg bisa dilakukannya. Tinggal dengan saudara tua satu satunya yang hidupnya juga paspasan yang sudah berkeluarga dan memiliki banyak anak yang tak terpau jauh dari umurnya. Bukan kakaknya tak sayang, namun, karena begitu sibuk mencari nafkah sehingga ia tidak punya cukup waktu berada di rumah.

Matahari semakin tinggi, dan ia masih saja duduk dibawah kolom rumah memeluk sarungnya, tak ada kata yang terucap, namun ada banyak hal yang terbetik dalam fikirannya. Apa yang harus dilakukannya? teman - temannya pun sudah kembali beriring berjalan pulang dari sekolah. Dan lagi - lagi ia hanya mampu memandangi mereka. Ia menghembuskan nafasnya, berat. "Ah sudahlah, sudah takdirnya aku seperti ini, aku tidak boleh cegeng, aku tak boleh mengeluh, lagian aku mau mengeluh sama siapa? Ah, nanti menyusahkan saja, semuanya harus kujalani dengan ikhlas" mungkin itu yang ada dalam fikirannya kini perutnya mulai keroncongan, ia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan naik ke atas rumah panggungnya mencari makanan di dapur, namun sayang dia tak mendapati makanan apapun di sana, dilihatnya panci yang masih tengkurap. " Manamungkin panci yang berisi nasi posisinya tengkurap, ah mungkin kakak ipar tidak memasak" gumannya dalam hati sambil mengempaskan nafasnya menyabarkan hatinya. Ia memutuskan turun dari rumah dan pergi bermain dengan teman - temannya. Siapa tau dengan bermain laparnya jadi hilang.

Belum lagi ia menemui sesiapapun karibnya yang bisa dia ajak bermain, terdengar suara bibinya memanggil. Bibinya ini satu satunya orang yang paling perduli padanya di kampung ini, namun sayang suami sang bibi tak begitu suka jika ia sering - sering menyambangi bibinya itu. " Nak..kemari nak, kamu pasti belum makan kan? " kata bibi, raut wajahnya menyembunyikan sedihnya akan keadaan kemenakannya itu. Anak laki - laki itu hanya tersenyum, ia pun meyambut tangan bibinya yang langsung memeluk dan menggenggam tangannya erat mengajaknya mengikuti langkahnya. Langkah mereka terhenti di bawah kolom rumah sang bibi. Anak laki laki itu di minta menunggu sebentar, kemudian bibi naik ke atas rumah panggungnya dan kembali membawakan sepiring makanan yang lezat dan segelas air untuk keponakannya. " Nak maafkan bibi yah, kamu bawalah makanan ini dan makanlah di bawah kolom rumah bibi sebelah, bibi khawatir nanti suami bibi datang dan marah - marah melihat mu disini" kata bibi dengan nada lirih " maafkan bibi yah nak" lanjutnya. Anak laki laki itu hanya tersenyum sangat manis pada bibinya. Ia begitu berterimakasih dan sangat bersyukur kepada Allah SWT karena kini perutnya tak akan keroncongan lagi. Ia pun menuruti permintaan bibinya dan dengan bismillah ia berdoa dan menyantap makan siangnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post