Modal Nol Dapat Jempol -03 (KTI Berhadiah Rumah? Ah, Mungkinkah?)
Tahun 1997 bagiku merupakan saat yang paling bersejarah dalam tulis-menulis dan mencapai klimaksnya. Banyak orang mengatakan pena itu lebih tajam dari pedang seperti pepatah the pen is mightier than the sword. Tetapi bagiku pena itu seperti kantong ajaibnya Doraemon (lhoh?).
Tajamnya pena mungkin ini merujuk pada efek yang ditimbulkannya, jika pedang hanya membunuh satu dua orang tapi, pena (kata) dapat membunuh ratusan bahkan ribuan orang dengan lebih kejam, sebut saja Chairil Anwar dengan puisi ‘AKU’ Bagaimana kerasnya pendirian chairil dalam tulisan puisinya ini. Dan bagaimana tidak pemerintahan belanda pada saat itu geram dengan sajak ini, karena menimbulkan pergolakan dan perlawanan luar biasa dimana-mana.
Tapi bagi diriku tulisan penaku telah menjadi perantara dari Tuhan untuk banyak keinginan--Ku, Keinginan-Ku ke Jakarta ke sampaian, keinginan-Ku naik burung besi terwujud, dan satu lagi. Yang unik. Ketika pulang dari Jakarta memenangkan Lomba Kreativitas GURU MIPA, Saya dititipi surat dari Ketua LIPI saat itu Bp. DR. Samaun Samadikun. Untuk disampaikan pada Kakanwil DepdikBud Lampung, Kala itu dijabat oleh Bp. Drs Soewarto Mutalib.
Entah apa isi surat itu, yang kutahu Cuma efek surat itu luar biasa, Bapak Kakanwil langsung bertanya: “Mas Guru mau apa sekarang?” Jlegeer..., seperti disambar petir kepalaku ada kilatannya cahaya yang membuatku diam terpana dengan pertanyaan tak terduga dari pejabat no. 1 di Lingkungan pendidikan Lampung saat itu.
Kuhirup nafas panjang “seeep haaah”, setelah tenang, kuutarakan keinginan lamaku yang sudah terpendam,: “Saya ingin pindah ke kota Pak.”. Jeeedeer.. Kini giliran Bapak Kakanwil Dikbud yang kaget luar biasa, muka merah menahan marah.: “kenapa minta pindah, bukannya Pak guru ditugaskan di sana untuk memajukan daerah itu?”
Aku diam sejenak, untuk menurunkan ketegangan, dan aku berupaya mencari kata yang tepat untuk mengutarakan cita-cita dibalik kepindahanku. Lalu; “Betul yang Bapak katakan, Saya pun sebenarnya tak ingin meninggalkan sekolah itu, Tapi Pak, Saya belum sarjana, saya ingin melanjutkan sekolah, saya baru De dua Pak.”
Kulihat perubahan air muka Bapak kepala Kanwil itu, wajahnya berangsung normal dan sejuk kembali, dan katanya: “Ooh jadi Pak Guru belum sarjana? Kalo itu alasannya saya kabulkan.” Cess... Seperti hujan rintik-rintik suasana hatiku, sejuk. Kemudian pak Kakanwil mengambil pena dan selembar kertas, menulis sesuatu dan; “Mas Guru Kasih surat ini ke bagian mutasi pegawai, biar diantar sama ajudan.” Dua bulan berselang Aku telah pindah ke kota. Dan kali pertama aku tahu kertas yang ditulis Bapak Kakanwil itu namanya Ketebelece alias surat sakti, karena tanpa ba-bi-bu-bo-be aku telah memegang surat pindah ke kota. Oh...impian mengenakan toga sarjana terbuka. Pendeknya bagiku Pena itu seperti Kantong Doraemon____ film kartun anak yang memiliki kantong ajaib yang berisi apa saja.
Kembali ke Laptop. Tempat tinggal baru-ku dengan sekolah sangat dekat, ke kantor wilayah DEPDIKBUD Propinsi pun dekat bahkan jarak ke Gedung perpustakaan Wilayah pun hanya selompatan kodok alias bisa jalan kaki. Pendeknya aku tinggal di pusat Ibukota Propinsi, karena begitu membuka pintu rumah ku, Kantor gubernur itu langsung tampak, hanya di batasi lapangan luas (disebut lapangan Korpri) Ini sangat membantu mengakses berbagai informasi. Adanya berbadai program Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan selalu ditempel di majalah dinding gedung B kantor tsb.
Salah satu pengumuman yang tertempel di majalah dinding saat itu adalah adanya Lomba Keberhasilan Guru dari Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) bekerja sama dengan DEPDIKBUD, dengan hadiah tak biasa, hadiah utama Sebuah Rumah Sederhana Tipe 45.
Hormon adrenalinku terpacu kencang menerima tantangan karya tulis ilmiah berhadiah rumah ini. Kubaca berulang-ulang, kutulis bagian-bagian penting terutama sistematika penulisan. Setelah yakin tidak ada informasi penting yang terlewat aku bergegas ke perpustakaan wilayah meminjam beberapa buku tentang panduan menulis karya tulis ilmiah.
Kali saya begitu antusias untuk terjun ke Lomba karya tulis yang spektakuler ini. Kepercayaan diriku telah penuh, karena tidak canggung lagi dalam tulis menulis, Aku telah terbiasa menulis buku harian dari SMP (awalnya tugas Sekolah), aku sudah biasa berkirim surat dengan sahabat pena, dan satu lagi modalku hobi meneliti. Untuk hobi yang terakhir ini agak terlalu, mengapa? Saya bahkan bisa tahu jumlah pakaian pujaan hatiku tanpa harus ke rumahnya membuka lemari bajunya. Lhoh koq bisa, kaya cenayang aja. Bukan cenayang tapi begitu terkesan padanya, aku sampai tahu hari-hari apa mengenakan baju apa, warna baju kesukaanya, maka jika ditanya aku dapat menjawab dengan akurat, walaupun aku mencatatnya dalam hati, yaah karena jatuh cinta!
Kembali ke Laptop lagi, Kesulitanku kali muncul karena dalam Lomba Keberhasilan Guru ini panitia menuntut peserta menggunakan komputer. Gak boleh pakai mesin tik, baru kusadari Jaman memang sudah berubah, manusia berubah, teknologi berubah, mesin tik yang dulu tampak moderen kini sudah jadi barang ketinggalan, mungkin komputer yang sekaran modern dua tiga puluh tahun mendatang sudah ketinggalan jaman. Jadi teringat Kata-kata Tokoh ekonomi Indonesia Bapak Sumitro waktu pidato di depan para tokoh penting negeri ini: “Tidak ada yang tetap di dunia ini semua berubah, yang tetap didunia ini adalah perubahan itu sendiri, Jika tidak ingin berubah tidak akan mungkin ada di dunia ini.”
Di kepalaku mulai muncul berbagai pertanyaan: “Engkau belum ada komputer, belum ada ilmunya, dan kali ini nggak mungkin belajar sendiri, otodidak. Karena ilmu komputer itu tinggi. Apa itu Wordstar, lotus ChiWriter, atau NewsMaster printer dan istilah2 asing ditelingaku. Tak ada yang aku pahami.
Di perpustakaan wilayah memang buku-buku seperti itu amat berlimpah, tapi tanpa melihat komputer yang sesungguhnya kata-kata itu tak bisa dipahami dan membuat kepalaku jadi panas, seandainya di kening ditaruh telor niscaya ia akan jadi telor ceplok, karena membaca berulang kali tapi tak mengerti. Oh tuhan haruskan kulewatkan Lomba ini karena nggak punya komputer dan nggak tahu cara mengetik dengan komputer. Di komputer semua perintah dalam bentuk program-program rumit, yang berbeda sama sekali dengan cara menggunakan mesin tik. Kemampuan belajar otodidakku membentur dinding.
Teknologi memang tidak selalu berdampak buruk. Semua itu diciptakan untuk mempermudah kebutuhan manusia dalam dalam memmenuhi berbagai kebutuhan, konon kata teman yang sudah familier dengan komputer, kalo mengetik dengan komputer tidak perlu lagi pusing dengan rata kiri dan kanan pada kertas karena bisa disetting, tidak seperti dengan mesin tik, menulis judul agar center tengah perlu waktu dan teknik khusus yang membutuhkan banyak waktu, yakni dengan menghitung jumlah huruf yang akan diketik dibagi dua kemudian dikurangi dengan lebar pinggir kiri dan kanan, setelah itu baru ujung tulisan pertama harus tepat di hasil hitungan tersebut. Jika kita salah ketik tidak perlu lagi menyiapkan “TipEx”. Dan yang lebih seru tulisan kita bisa disimpan dan dicetak sesuai dengan keinginan, semua itu tidak bisa dilakukan dengan mesin tik.
Benar-benar modal nol lagi, tetapi bedanya di dalam hati, sudah berdamai dengan keterbatasan sarana, sehingga kembali aku tersungkur untuk di atas sajadah memohon pada Tuhan agar diberi jalan keluar sepeti yang sudah-sudah. Jujur terlalu berharga kesempatan seperti ini jika dilewatkan.
Dan seperti biasa, usai sholat , pikiran jernih, seperti Nabi yunus yang terbebas dari perut ikan. Aku dapat jawaban tapi berupa pertanyaan. Belum punya komputer? Bukankah engkau sudah banyak tabungan? Atau engkau bisa pinjam dulu komputer sekolah, seperti engkau pinjam mesin tik, ketika lomba pertama? Tidak bisa komputer? Bukankah engkau banyak teman? Tidakkah engkau belajar darinya? Plong ......EUREKA! aku menemukan
Aku mengambil keputusan meminjam komputer sekolah dan sekaligus akan belajar dari Pak Siswanto Pegawai tata Usaha yang dulu pernah kursus Word star dan lotus. Ketika sudah bisa menggunakan komputer dengan baik dan benar akan segera beli PC komputer. Setelah bertemu dengan beliau, ternyata gayung bersambut, dengan senang hati mengajari aku yang ‘GAPTEK’ dari nol. Dan hanya butuh 1 minggu berkat keatekunanku aku bisa menguasi dua program itu Word Star dan LOTUS, oh. Bahagianya.
Garis mati alias dead line masih 15 hari, ketrampilanku mengetik 10 jari dari belajar otodidak ternyata masih berguna untuk mengetik di komputer, karena letak tuts/tombol papan ketik, sama persis. Bismillah aku siap menulis di atas komputer, Topik sudah tahu, Judul sudah saya siapkan di kertas coretan, bahan-bahan lengkap. Tinggal nulis saja. 10 jemariku sudah siap di atas tuts, kelingking kiri telah di atas huruf A, jari manis di atas huruf S, jari tengah di atas D, telunjuk di atas huruf F, sementara kelingking kiri di atas tombol :, jari manis di atas huruf L, jari tengah di atas huruf K, telunjuk di atas huruf J dan kedua ibu jari sudah bertengger di atas tombol spasi. SIAP 86. Isitilah sekarang
Aku duduk tenang di depan benda canggih ini, kumasukkan disket Dos untuk Booting, kumasukkan disket aplikasi word star, setelah berjalan, disket dos diganti disket data. Komputer dengan CPU-nya saja masih berkecepatan 286 Mhz dengan memori berkecepatan 4 sampai 8 Mb. Saat itu merupakan komputer yang canggih.
Tenggelam aku dalam keasyikan menulis, kalo lihat dari belakang, mungkin diriku hanya seperti patung duduk, karena yang bergerak hanya jari2 tangan tanpa menimbulkan suara, seperti pada mesin tik, tik....tik.....tirititik....berirama yang setiap satu baris akan habis ada bunyi ‘Ting’, yang mengingatkan 10 ketukan lagi akan selesai satu baris dan tangan kiri siap-siap menarik tuas untuk pindah ke baris berikutnya. Reeeet....
Akhirnya tanpa terasa 60 halaman termasuk lampiran telah selesai ku ketik. Setelah itu tinggal proses mencetak dengan printer, nah kalo dalam hal ini mesin tik lebih unggul dibanding komputer, karena tidak perlu ngeprint, begitu mengetik tulisan itu langsung jadi. Yaah namanya teknologi, mungkin suatu saat ada komputer yang nulis sekaligus ngeprint secara bersamaan. Bagian akhir tinggal menjilid dan memfotokopi untuk arsip, selanjutnya mengirimkan ke panitia lomba. Dan tak lupa diiringi dengan doa agar segala usaha tidak sia-sia.
-----0000-----
Hari-hari berlalu, sambil menunggu tulisan itu menjali takdirnya Aku kembali tenggelam dalam aktivitas mengajar dan membuat alat-alat peraga maupun alat eksperimen di pagi hari, siang hari selepas dzuhur aku kuliah di UNILA meneruskan cita-cita, “tapi belum es satu, baru de tiga”. Meskipun demikian aku berterimakasih pada pemerintah yang memberiku beasiswa selama kuliah. Malam hari untuk mengisi waktu aku juga menerima privat dari sekolah2 swasta ternama di Bandar Lampung.
Bulan November tanggal 1 tahun 1997, tida sebuah suarat bersampul eksklusif dengan logo TPI (Televisi Pendidikan Indonesia), hatiku berbunga-bunga, seakan sudah menduga isinya, ternyata benar Undangan Finalis TPI, Alhamdulillah aku terpilih jadi finalis diantara ribuan peserta, dan memang tidak mengherankan kalo persertanya bejibun, karena berhadiah rumah.
Ke Jakarta lagi, nginep di hotel jalan-jalan oh pena benar2 seperti kotak ajaibnya Doraemon. Pena bisa berubah Bisa jadi tiket pesawat, bisa jadi banyak hal di tangan penulis atau peneliti, ajaib. Singkat cerita aku sudah di Jakarta, Upacara pembukaan meriah dihadiri menteri sosial Ibu TUTUT Hardiyanti Rukmana, sekaligus direktur TPI kala itu.
Saat presentasi tiba, rupanya yang menjadi juri salah satunya adalah seorang sastrawan. PUTU WIJAYA. Aku tersanjung bisa bertemu dengan orang hebat seperti beliau dan unjuk kerja di depan beliau, dalam IPA jika ada besi berdekatan dengan magnet, maka besi itu secara otomatis akan menjadi magnet, peristiwa ini dikenal dengan induksi magnet, Seperti itulah harapanku, bertemu dengan sastrawan hebat, siapa tahu aku ketularan pinter nulis seperti Bapak PUTU WIJAYA.
Tampak beliau mengangguk angguk melihat demonstrasi alat-alat peraga yang aku buat, akupun seperti dapat energi positif, terbawa senyum karena lepas dari demam panggung selama presentasi.
Esok hari usai semua presentasi, semua finalis diajak jalan2 ke berbagai tempat wisata, ke Masjid AT Tien, Ke Kantor TPI, ke Monas, Taman Mini dan Dufan. Sungguh mimpi yang jadi nyata karunia Tuhan melalui Pena.
Hari yang ditunggu tiba, saatnya pengumuman, Dari MC suara bergema, kepada para finalis akan diberi uang 4 juta untuk uang muka Rumah. Juara harapan mendapat 8 jt rupiah, juara 3 mendapat 12 juta rupiah, juara 2 15 juta rupiah dan juara 1 hadiah sebuah rumah type 43 yang akan diberikan ditempat pemenang itu berdomisili. Tepuk tangan gemuruh menandai suka citanya para peserta akan lomba yang berhadiah spektakuler. Dan aku orang yang berhak atas sebuah rumah itu. Terimakasih ya ALLAH, jadikanlah diri ini tetap rendah hati dan pandai bersyukur pada-MU
Acara lomba dibersamaan dengan hari guru internasional, waktu itu Bapak presiden Suharto berkenan hadir untuk menutup acara upacara penutupan.
*) memang enak Jamannu Pak Harto. Guru-guru bisa bertemu bersalaman, pada saat sayembara buku para finalis sudah ditunggu oleh penerbit, karena sudah ada perjanjian. Buku para finalis akan diterbitkan. Diberi dua pilihan royalti 12,5% atau beli naskah. Oh romantika penulis...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
wowwww bapak super keren..... bisa jd inspirasi tuk giat menulis.
Alhamdulillah, semoga demikian. Meskipun motivasi dari luar, hadiah rumah bisa menjadi kenangan manis selama hidup. semoga makin giat menulis Ibu Nuning, sukses selalu menyertai Ibu selamanya.
Yaa...Allah, air mata saya menetes membaca tulisan Pak Guru. Sungguh Allah tak pernah ingkar janji pada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh. Tak ada yang tak mungkin jika kita mau berusaha. Itu yang saya tangkap dari tulisan ini. Tulisan yang ditulis dari hati, mengalir indah, dan kesannya sampai oula ke hati. Makjleb...rasanya. Jazakallah khoir untuk nutrisi pagi nan sarat gizi ini. Sangat menginspirasi dan memotivasi untuk jadikan pena sebagai kantong doraemon. Bismillah. Salam sehat, bahagia, dan sukses selalu, Pak Guru. Barakallah.
Masya Allah Bunda, terimakasih aku tersanjung. saya betul2 modal dengkul Bunda, mungkin Allah kasihan, sehingga banyak ditolong disaat2 kritis. Terimakasih sudah singgah, Hanya doa yang bisa saya panjatkan pada Allah semoga orang sebaik Bunda dilindungi Allah selamanya, selamanya
Aamiin ya robbal alaamiin.
Super keren dan haru
Tengkyu Bu Siti, semoga membuat kita tetap semangat menulis, walaupun keadaan lapang, maupun sempit, sukses semoga jadi milik Ibu
Alhamdulillah, semoga demikian. Meskipun motivasi dari luar, hadiah rumah bisa menjadi kenangan manis selama hidup. semoga makin giat menulis Ibu Nuning, sukses selalu menyertai Ibu selamanya.