Sabar Waspandi

Aku hanyalah sebatang ilalang orang menganggap kehadiranku mengganggu orang menyebutku gulma. tapi Aku hanya lahir mengikuti kehendak ilahi meski aku tak ri...

Selengkapnya
Navigasi Web
Modal  Nol Dapat Jempol-01

Modal Nol Dapat Jempol-01

Lama ku pandangi poster Lomba Kreativitas Guru MIPA dari LIPI yang baru saja ku tempel di mading, Poster berukuran Jumbo dengan kertas foto mengkilat ini tampak menarik dipandang, warnanya yang full color sangat kontras dengan warna kertas hitam putih, terus terang ini merupakan poster terbaik yang pernah ku kenal selama menangani majalah dinding sekolahku.

Ketertarikan-ku berlanjut dengan ingin mengetahui lebih jauh isinya, ku baca latar belakang diadakannya lomba tersebut dengan cermat dan isinya sebagai berikut:

Pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang biasanya disingkat MIPA, merupakan pelajaran yang sering dianggap oleh siswa/anak didik sebagai mata pelajaran yang sulit/sukar dan merupakan momok yang ditakuti, sehingga bila memungkinkan “ingin dihindari”.

Sikap “ingin menghindari” ini bila dibiarkan terus akan dapat menimbulkan malapetaka pada masa-masa yang akan datang. Oleh sebab itu mata pelajaran yang sulit/sukar itu perlu diubah menjadi mata pelajaran yang tidak menakutkan tetapi menyenangkan.

Kalalu mata pelajaran itu kita analogikan dengan “hewan jinak”, maka mata pelajaran MIPA (sebagai hewan liar) perlu diupayakan menjadi mata pelajaran yang menyenangkan (agar menjadi hewan jinak).

Untuk itu kreativitas sang guru perlu didorong dan dipacu untuk mempermudah sang anak didik untuk menyenangi, mengerti, memahami dan menguasai pelajaran tersebut.

Sehubungan dengan harapan dan keinginan tersebut, LIPI bekerja sama dengan DEPDIKBUD dan PGRI untuk pertama kalinya menyelenggarakan Lomba Kreativitas Guru MIPA untuk guru SMP dan SD.

Dan sebagai penghargaan bagi para juara akan diberi hadiah, Juara I Rp. 1,5 Juta. Juara 2 Rp. 1,25 juta dan juara 3 1 juta. Waktu itu tahun 1 dollar AS seharga Rp.1000.-

Kubaca berulang-ulang latar belakang itu dari atas ke bawah, dari bawah ke atas lagi, ada perasaan tertantang yang meluap-luap mengisi dinding hati untuk mengikuti lomba itu. Tetapi hati kecilku mengatakan mungkinkah aku bisa?

Perang batin paling emosional sepanjang hidupku terjadi di hati. Keinginan lamaku ingin melihat Jakarta seperti tak terbendung, dalam brosur itu dikatakan para finalis akan diundang ke Jakarta. Jakarta........Jakarta, kota metropolitan, hanya di TV aku sering menyaksikan kemegahannya, mungkinkah aku bisa ke sana? Juga keinginan untuk membeli mesin tik sendiri, kuliah lagi dapat diatasi seandainya bisa jadi juara 3 sekalipun, karena hadiahnya 1 juta, sedangkan kuliah di FKIP hanya Rp.120.000,- per semester waktu itu. Oh Tuhan tolong aku.

Tetapi pelahan dan pasti kesadaranku mulai pulih, logikaku mulai berjalan sehingga muncul pertanyaan hati dengan nada pesimis, namun realistis. Mana mungkin menang, sedangkan engkau belum sarjana, belum terbiasa membuat karya tulis? Terus engkau juga belum ada mesin tik untuk menulisnya, terus bagaimana pula dengan penggandaannya sebanya 3 rangkap. Sedangkan kalo photo kopi harus ke kota yang jaraknya 2 jam perjalanan, karena sekolahmu ada di pelosok, di balik bukit, sedangkan waktu lomba dalam brosur tertulis tinggal 2 minggu? Lalu apa yang ingin engkau tulis? Dapatkah menjadi juara tingkat nasional dengan modal NOL?

Kesadaran akan keadaan yang melingkupi-ku saat itu benar-benar membuat kepala panas dan pusing, karena keinginanku melihat jakarta sudah lama terpendam, haruskan aku memendam lagi atau mengubur keinginan itu seumur hidup sampai ajal menjemput? Oh Tuhan tolong aku dong.

Terdengar suara adzan dari mushola kampung sebelah, membelah perang batinku, aku segera wudhu dan ingin menyendiri dan sholat di mushola sekolah saja, sambil menenangkan diri. Usai wudhu kubuka pintu mushola dengan pelahan karena pintunya sudah rusak, terdengar berderit menyayat hati, seperti mewakili hatiku yang tengah gelisah. Kutatap hiasan dinding kaligrafi buatan siswaku, “Mintalah pada ALLAH dengan sholat dan sabar,” Aku tercengang, seolah baru pertama kali melihat tulisan itu, padahal sudah sering kali, tetapi kenapa aku baru menyadarinya. Oh inikah petunjukmu Tuhan-ku?

Entah mengapa siang itu aku ingin sholat Dzuhur sendiri, yang jelas aku ingin membaca ayat-ayat suci dengan tartil dan kusyuk. Dan meneruskan membaca surat alwaqiah hingga kupaksa air mataku keluar agar kegundahan hati juga pergi bersama air mata yang membasahi pipi. Usai tenggelam dalam sensenggukan hatiku mulai jernih kembali dan seolah memperoleh jawaban atas bertanyaan yang berkecamuk di hati.

Bukankah banyak contoh tidak sarjana seperti Thomas Alva Edison, archimedes, dan lainnya bisa membuat tulisan ilmiah yang sampai sekarang manfaatnya masih dirasakan banyak orang? Engkau tidak punya mesin Tik, Bukankah engkau sering membantu TU mengetik surat2 penting, tidakkah engkau bisa meminjam sore hari setelah mereka pulang? Kenapa harus photo kopi, kan bisa pakai lapisan kertas karbon untuk membuat tiga rangkap? Engaku nulis apa? Bukankah dirimu sering membimbing anak KIR dan memenangkan lombanya di kabupaten? Waktumu tinggal 2 minggu, tapi dua minggu ini bukankah anak2 klas 1 dan 2 libur karena kelas 3 ujian praktek dan ebtanas. Bukankah itu bisa gunakan dengan sebaik mungkin. PLONG mendapat pertanyaan batin usai sholat, karena pertanyaan2 itu merupakan solusi dari pertanyaan sebelumnya, tinggal action.

----000----

Aku bersyukur mengajar di sekolah yang memiliki laboratorium IPA yang terpisah dari ruang kelas, sayangnya tidak ada peralatan di dalamnya, hanya gedung dan mebelernya, oleh karena itu aku membuat sendiri alat-alat percobaan/eksperimen yang akan digunakan, karena menurutku Pembelajaran IPA yang terbaik adalah dengan peragaan dan percobaan. Kebiasaan mengajar dengan eksperimen IPA inilah yang akan kutulis dalam lomba kreativitas guru MIPA ini.

Singkat cerita, karena sudah menjadi kebiasaan yang melekat, menuliskan kebiasaan tersebut tidak mengalami kendala, tapi alat-alat eksperimen itu harus nyata dan ada photonya, sayangnya aku tak ada tustel untuk photo dokumentasi, kembali modal menemukan masalahnya.

Akhirnya aku gambar alat-alat tersebut dengan tangan sendiri menggunakan kertas gambar dan menempelkannya pada tulisan. Meskipun kurang berbakat menggambar, tapi gambarku cukup jelas untuk mewakili objek gambar yang ada dan untuk menghindari kesalahan aku meminta teman-ku yang guru gambar untuk mengoreksinya jika ada yang salah, setelah selesai aku merasa terlepas dari himpitan beban yang besar, lega dada ini.

Aku berjalan ke kantor pos yang jaraknya hanya sekitar limaratus meter untuk mengirimkannya sambil bersenandung, karya tulisku selesai lebih cepat dari dua minggu, aku bisa pulang kampung menengok orang tua. Karena memasuki libur semester. Sambil menunggu takdir dari karya tulisku.

---000---

Hari-hari berlalu hingga aku lupa akan lomba itu, kembali ke sekolah dengan siswa yang baru seperti biasa, hanya kali ini dapat tambahan tugas mengajar matematika, karena Ibu Guru yang mengampu pelajaran matematika cuti melahirkan. Jadi waktu-ku benar2 habis untuk mengajar, mengajar dan mengajar lagi.

Suatu siang, tukang pos datang menemuiku mengantar surat dari LIPI. Dag dig dug der, hatiku seperti di palu, ternyata aku masuk final dari 480 peserta aku termasuk 6 finalis. EEUUREKAAA!!! Dua perasaan saling berlomba, ada perasaan senang dan perasaan senang sekali...Aku ke JAKARTA oh Tuhan Terima kasih sudah mengabulkan keinginanku.

Diujung ceritaku ini, kuakhiri. Aku tak punya arsip karya tulis, karena mengetik Cuma tiga rangkap, 1 tulisan asli 2 tulisan tindasan dari karbon, bahkan aku pun lupa judulnya, oh tuhan cerobohnya diriku, aku ke final tapi lupa karya tulisku.... tolong lah aku lagi.

Tapi sekali lagi Tuhan menunjukkan kasih-Nya padaku aku datang dua hari sebelum lomba untuk menemui panitia dan memohon ijin untuk photo kopi dan diberi ijin alhamdulillah

Ceritanya disingkat, setelah presentasi diantara 6 finalis aku dinyatakan unggul dan berhak atas medali emas dan uang tunai untuk juara I. Dan dapat acungan jempol dari Bp. Dr. Samaun Samadikun, ketua LIPI saat itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kisah yang bisa menginspirasi Pak Sabar, Semoga kesuksesan selalu melingkupi sampai akhir pengabdian. BARAKALLAH.

07 Apr
Balas

Aamiin, Alhamdulillah, semoga Bapak lebih sukses. terimakasih atas kunjungannya, semoga terjalin persahabatan.

07 Apr

Aamiin. Saya masih belajar terus menerus, semoga saya bisa menghasilkan karya yang makin berguna buat Bangsa Indonesia. Sukses selalu untuk Ibu dan keluarga. Tengkyu sudah bertamu

07 Apr
Balas

Alhamdulillah, semoga guru2 millenial seperti Ibu bisa berkarya dan lebih baik lagi. di masa depan,aaminn

15 Apr
Balas

Alhamdulillah, semoga guru2 millenial seperti Ibu bisa berkarya dan lebih baik lagi. di masa depan, Aaminn

15 Apr
Balas

Tulisan yang menginspirasi, semoga saya yang masih nol juga bisa menjadi jempol

07 Apr
Balas

asalkan rajin berlatih, insya Allah Anda pun Bisa, semangat

07 Apr

Alhamdulillah.awal yg baik.mg semakin semangat dan meningkat terus kualitas karyanya...hebaat...

07 Apr
Balas

Sabar Waspandi Aamiin. Saya masih belajar terus menerus, semoga saya bisa menghasilkan karya yang makin berguna buat Bangsa Indonesia. Sukses selalu untuk Ibu dan keluarga. Tengkyu sudah bertamu.

07 Apr

Tulisan yang sangat bagus. Isinya mampu memotivasi banyak orang dan memberi pesan bahwa keberhasilan dapat diraih dari nol dan juga dengan tekad dan do'a yang kuat.

07 Apr
Balas

Betul, untuk berkarya. jangan sampai keterbatasan fasilitas menghalangi kita untuk berkarya. Sangat disayangkan sebenarnya jika ada ide besar hilang begitu saja tanpa dutulis, karena nggak ada fasilitas. apalagi jaman Now, seperti saat ini. Tank You a lot or

07 Apr

Tulisnya bagus Pak, di dalamnya mengangkat kisah yang memotivasi pembacanya untuk dapat berkarya dan mencapai keberhasilan dengan berusaha serta berdoa. Ditunggu tulisan-tulisan yang menginspirasi lainnya Pak.

10 Apr
Balas

Terima Kasih Bu Anggun atas apresiasinya, semoga menjadi pemantik prestasi guru2 millenial spt Ibu.

10 Apr

MasyaAllah, kerja keras dan doa yang berbuah manis ya pak, semoga dapat selalu memotivasi kami untuk bisa berprestasi seperti bapak :)

15 Apr
Balas

Alhamdulillah, semoga guru2 millenial seperti Ibu bisa berkarya dan lebih baik lagi. di masa depan,aaminn

15 Apr



search

New Post