DOMINASI TINDAKAN AFEKTIF (PENA SOSIOLOGI 2)
DOMINASI TINDAKAN AFEKTIF
(PENA SOSIOLOGI 2)
Saeful Hadi
**Writing Forever ke-273**
#Tantangan 365 Hari Gurusiana
Salah satu teori sosiologi terkenal yang disampaikan tokoh sosiologi hebat, Max Weber adalah tentang tindakan sosial. Secara umum tindakan sosial dibagi dua kategori yaitu yang dasarnya logis (rasional instrumental serta beroreintasi nilai) dan dasarnya emosional (afektif dan tradisional). Secara singkat tindakan sosial merupakan sebuah perilaku manusia yang memengaruhi atau dipengaruhi oleh pihak lain. Merupakan sebuah tindakan yang memiliki dampak pada proses interaksi sosial dalam masyarakat. Tindakan sosial termasuk dalam kajian dasar bidang sosiologi yang mengamati bagaimana fenomena sosial kehidupan manusia. Tulisan ini kelanjutan mengkaji kondisi kehidupan masyarakat pada masa pandemi dari kaca mata sosiologi.
Pasti pembaca pernah mendengar atau melihat baik langsung di depan mata sendiri, maupun lewat berita di televisi atau membaca di media sosial bagaimana perilaku manusia di saat pandemi Covid-19 ini. Mungkin bagi sebagian masyarakat ada yang bersikap perduli amat dengan kondisi yang ada dan tidak perlu diperdebatkan. Namun dalam pandangan sosiologi berbagai perilaku manusia saat masa pandemi seperti ini menarik untuk dikaji dan pena sosiologi pada kesempatan tulisan ini adalah mencoba mengulas bagaimana dominasi tindakan afektif dalam kehidupan di masyarakat di masa pandemi ini. Mengapa dominasi tindakan afektif?
Tindakan afektif berdasarkan litelatur sosiologi adalah tindakan yang sebagian besar dikuasai perasaan atau emosi yang biasanya berlebihan tanpa pertimbangan akal budi dan biasanya tidak direncanakan. Jika dikaitkan dengan literasi, maka ada keterkaitan bahwa tindakan afektif merupakan tindakan yang cenderung tanpa literasi yang maksimal. Orang berperilaku berdasarkan perasaan, emosional, tidak logis dan mungkin saja karena pengaruh sugesti pihak lain. Jika pihak pemerintah atau dalam hal ini pihak yang berwenang dalam hal kesehatan masyarakat misalnya memerintahkan warga masyarakat untuk memakai masker guna mencegah virus Covid-19 menyebar lebih luas, maka yang mentaati perintah tersebut adalah tindakan tepat karena alasannya logis. Bertindak menggunakan masker dengan alasan menghindari terkena penyakit yang mematikan tersebut.
Namun pada kenyataannya banyak perilaku masyarakat terkesan emosional dengan tidak berdasar. Beralibi itu haknya, mati kan siapa yang tahu, atau bahwa semua yang dilakukannya adalah karena merasa sehat, maka yang terjadi tindakan yang dilakukan cenderung tindakan afektif. Saya perhatikan dari sudut pandang sosiologi, bahwa masyarakat kita lebih dominan bertindak afektif, cenderung emosional tanpa dilandasi alasan yang tepat. Oleh karena itu, harapan pemerintah untuk menerapkan Social dan Physical Distancing dengan maksimal tidak berjalan efektif karena pada kenyataan di lapangan sistem perekonomian juga tidak bisa direalisasikan dengan sistem digital atau online murni secara total. Logis dalam perspektif ekonomi kalau masyarakat berdalih pemenuhan kebutuhan dasar hidup sehingga mereka abai dengan anjuran “jaga jarak” dan “di rumah saja”, namun hal tersebut memunculkan sebuah realita bahwa masyarakat kita umumnya tidak mapan secara ekomoni sehingga masyarakat kita cenderung nekat. Inilah inti tindakan afektif lebih mendominasi kehidupan masyarakat. Apakah benang merahnya?
Menurut pendapat saya kuncinya adalah literasi. Kecerdasan masyarakat dalam bertindak harus dilandasi dengan pengetahuan yang memadai dan itu hanya didapat dari aktivitas literasi. Literasi tidak sekadar baca tulis atau ketatabahasaan saja, tetapi cermat dalam menyikapi kehidupan karena memiliki wawasan dan pengetahuan yang memadai. Jika aturan pakai masker adalah penting dan logis berkaitan dengan upaya mencegah penularan bibit penyakit, tentu masyarakat yang literat akan bertindak hati-hati dan paham memakai masker itu harus dan bahkan kebutuhan. Begitu pula menghindari kerumunan, tidak bepergian ke daerah zona merah, tidak mengadakan kegiatan yang menimbulkan banyak massa, serta tetap menjaga pola hidup bersih adalah tindakan yang rasional instrumental. Alasannya logis dan bisa dipertanggungjawabkan.
Tindakan afektif pada konteks sekarang dengan sebaran informasi yang demikian luas bisa berangkat dari tidak literatnya masyarakat. Sungguh apa yang menjadi fakta bahwa tingkat literasi masyarakat kita rendah dalam survei internasional kini cenderung terbukti di lapangan. Persoalan perilaku masyarakat di masa pandemi ini hanya memperkuat fakta saja, banyak diantara warga masyarakat tidak memiliki perhitungan dan pegangan tepat yang melandasi tindakan. Sebuah fenomena mengkhawatirkan jika perkembangan lebih jauh pegangan nilai dan norma sudah mulai memudar di masyarakat. Degradasi moral sudah semakin kentara plus diperkuat sikap para pemimpin yang tidak peka dan mengabaikan amanah serta keadilan demi kepentingan sesaat.
Literasi juga mencakup persoalan berkaitan landasan acuan yang tepat, baik berdasarkan pada nilai-nilai tradisi yang kuat bertahan di masyarakat, tentu yang baik misalnya saling tolong-menolong atau yang terkena penyakit menghargai yang sehat untuk tidak keluar rumah, maupun berdasarkan pada aturan hukum formal misalnya mentaati protokoler kesehatan berkaitan pencegahan wabah Corona atau aturan pekerja dengan WFH (Work From Home). Literasi mencakup berbagai aspek kehidupan, sehingga tindakan individu maupun kelompok lebih berdasar pada pedoman yang tepat dan benar, bukan karena nafsu sesaat atau “seenaknya dewe” atau ”kumaha aing wae’ ” atau pula semata-mata merasa itu haknya, tanpa memperhatikan hak orang lain.
Tindakan sosial adalah sesuatu hal yang melekat dalam kehidupan individu sebagai makhluk sosial, tentu berdasarkan adanya aksi reaksi dan hubungan timbal balik antar pihak. Idealnya masyarakat harus lebih peka dan cerdas bagaimana menyikapi hidup bermasyarakat, karena manusia tidaklah bisa hidup sendiri. Berwawasan luas dengan menjadi seorang yang literat, berhati-hati dalam bertindak serta taat dengan aturan baik tertulis maupun tidak tertulis adalah kondisi yang ideal yang diharapkan. Inilah yang harus diperjuangkan Masyarakat Indonesia yang multikultural, agar selalu bisa saling menghormati dan menghargai sehingga tetap tercipta harmoni sosial walaupun dalam kondisi pandemi seperti yang terjadi saat ini. Yuk belajar hidup lebih bijak dan bertindak sesuai aturan dan norma yang berlaku ! Diakhiri dengan dua buah cuplikan artikel kasus di bawah ini untuk menjadi bahan renungan dan refleksi diri bagi siapa pun!
Salam sosiologi !
Salam literasi !
Langensari, Kota Banjar, 13 Oktober 2020
Rehat pemeriksaan tugas daring


Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lengkap informasinya ... Mantul pak ... Salam sukses ...
Terima kasih Bu. Salam sukses pula. Salam hangat.
Wow, paparan yang luar biasa. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Aamiin Ya Robbal Alamiin. Subhanallah Bu Doktor terima kasih sudah berkenan apresiasi. Salam hangat.
Semakin TOP Coach...daging semua isinya...
Alhamdulillah Bun, Terima kasih atas apresiasinya. Salam hangat untuk PKU !