Saeful Hadi

PROFILE PENULIS Laki-laki bernama lengkap Saeful Hadi, S.Sos. ini lahir di Tasikmalaya pa...

Selengkapnya
Navigasi Web
Indonesia dan Piala Asia U-23  Konstelasi Sepakbola Elit Asia
Indonesia dan Piala Asia U-23 : Konstelasi Sepakbola Elit Asia

Indonesia dan Piala Asia U-23 Konstelasi Sepakbola Elit Asia

Indonesia dan Piala Asia U-23 : Konstelasi Sepakbola Elit Asia

Saeful Hadi

Tunai sudah perjuangan Timnas U-23 Indonesia di Piala Asia U-23 yang akan berakhir malam ini. Pasukan Garuda Muda “harus” puas berada di posisi keempat setelah tadi tengah malam sampai dini hari, harus mengakui keunggulan Raja Mesopotamia, julukan Irak, dengan skor tipis 1-2 melalui babak perpanjangan waktu. Indonesia yang unggul lebih dulu melalui gol cantik Ivar Jenner, akhirnya “kehabisan bensin” dan kalah dari negeri Timur Tengah tersebut. Berarti Indonesia belum bisa pecah telur melawan Irak, namun pencapaian menduduki posisi keempat Asia di ajang debutnya adalah luar biasa, dengan realita peringkat dunia FIFA yang jauh dari semifinalis lainnya. Apresiasi tinggi untuk perjuangan Rafael Struick dan kawan-kawan! Kalian luar biasa!

Tak ada yang perlu dipersalahkan atas semua proses yang terjadi karena sejatinya Timnas U-23 Indonesia sudah sangat jauh melangkah dan melebihi target yang ditetapkan oleh PSSI. Keberhasilan lolos dari grup maut dengan segala dinamikanya, mengalahkan tim selevel Australia di fase grup dan Republik Korea di babak 8 besar adalah sebuah pencapaian hebat! Jika belum sampai lolos langsung ke Olimpiade Paris karena hanya menduduki posisi keempat dan harus menjalani partai play off melawan peringkat empat zona Afrika, Guinea tanggal 9 Mei nanti, tentu adalah sebuah proses dari perjuangan yang dilakukan dengan kerja keras seluruh tim termasuk jajaran pelatih. Semoga tanggal 9 Mei adalah benar-benar akan menjadi hari bahagia bagi pecinta bola di tanah air bahwa Indonesia lolos ke Olimpiade Paris. Aamiin ya rabbal alaamiin.

Ada beberapa catatan penting yang menarik untuk saya sampaikan menyikapi perjalanan Timnas U-23 Indonesia di Putaran Final Piala Asia U-23 ini. Lolosnya Indonesia (peringkat 134 FIFA) ke babak semifinal dan dikepung oleh tiga negara mantan juara serta peringkat FIFA yang jauh dari Indonesia adalah sebuah pembelajaran bagi Indonesia bagaimana berada di “level elit” sepakbola Asia khususnya di jenjang junior. Tidaklah cukup hanya semata-mata faktor teknis atau kualitas individu pemain, namun juga mentalitas yang bisa berpengaruh kepada segala aspek dalam pertandingan.

Pembaca atau pecinta bola pasti mafhum dengan pro kontra bagaimana “tindakan” perangkat pertandingan, baik wasit di lapangan maupun wasit VAR. Saatnya kita hentikan polemik dan belajar bagaimana kita bisa menghadapi “teror non teknis” tersebut di lapangan. Jika mental dan teknis serta fisik memadai secara sinkron, maka “teror” seperti itu bisa diatasi. Bercerminlah ke Jepang, bagaimana mereka siap dan tidak takut dengan “teror” seperti itu dan berhasil membungkam tuan rumah yang ambisius sehingga Qatar pun tersingkir di babak 8 besar dari Samurai Biru. Indonesia malah akhirnya melebihi Qatar berhasil lolos ke semifinal dan masih berpeluang lolos ke Olimpiade Paris. Sebuah konstelasi bahwa roda berputar dalam sepakbola dan itu terjadi di level elit.

Negara-negara elit Asia seperti Jepang, Uzbekistan, Irak dan bahkan Republik Korea yang notabene dikalahkan Indonesia di babak 8 besar, memperlihatkan secara kasat mata bagaimana teknik harus diimbangi mentalitas dan fisik yang kuat. Oke bahwa Indonesia mampu mengalahkan Republik Korea, namun jangan salah bahwa negeri pelatih Shin Tae Yong tersebut memperlihatkan sebuah “kekuatan mental” luar biasa, ketika mereka hanya bermain dengan 10 orang karena ada yang terkena kartu merah, malah berhasil menyamakan kedudukan 2-2 saat mereka tertinggal di menit-menit akhir. Justru sebaliknya, Rizky Ridho dan kawan-kawan malah lengah dan hilang fokus sehingga akhirnya kebobolan. Beruntung bagi Indonesia akhirnya bisa menang adu penalti yang “lebih kepada faktor keberuntungan” dalam kondisi tos tosan seperti itu. Tim-tim besar seperti Argentina, Prancis atau Belanda pun sering tidak beruntung dalam adu algojo menembak tersebut!

Hal yang tidak boleh kita abaikan adalah kekokohan tim seperti Jepang dan Uzbekistan (keduanya layak berada di partai puncak). Jika pun Jepang kalah dari Republik Korea di fase grup, kondisi tersebut “hanyalah formalitas” untuk melakukan penyegaran pemain menghadapi babak 8 besar, sehingga secara fisik pun mereka aman. Jepang tidak perduli apakah Indonesia atau Qatar yang mereka hadapi di babak 8 besar, andai pun tuan rumah dengan segala “hal minor” nya, negeri Samurai Biru tersebut sangat siap dan tak merasa takut.

Sementara Uzbekistan, yang secara geografis Eropa dan gaya bermain mirip negara-negara “asalnya koloni” dulu, Uni Soviet sangatlah kokoh. Bukan saja secara teknis mereka hebat, pula pengaturan tempo bermain dan fisik yang sangat prima. Ketika tahu secara kualitas lawan-lawan mereka di fase grup (Vietnam, Malaysia dan Kuwait) tidaklah terlalu tangguh, mereka bisa mengatur perputaran bermain para pemainnya, sehingga ketika menghadapi Arab Saudi (8 besar) dan Indonesia (semfinal), mereka seperti tidak terlihat lelah dan sangat fokus dalam pertandingan. Uzbekistan merupakan kandidat kuat juara karena bukan saja menang terus dan tidak terkalahkan sejak fase grup, juga mereka belum kebobolan sama sekali termasuk lawan Indonesia di semifinal. Kekokohan teknis, mental dan fisik mereka adalah yang terbaik dan layak dijadikan contoh bagaimana mempersiapkan tim untuk level elit seperti Piala Asia ini.

Indonesia pada sebuah kondisi “ada yang belum betul-betul siap di level elit”. Yang pertama adalah kedalaman dan kesetaraan kualitas pemain inti dan cadangan. Kemudian yang kedua adalah kekuatan fisik dalam menghadapi situasi pertandingan tensi sangat tinggi. Sementara permasalahan teknis atau taktik saya abaikan, karena kualitas teknis para pemain Indonesia sebetulnya tidak kalah dari para pesaingnya, sementara di permasalahan taktik, jangan tanya lagi kualitas seorang Shin Tae Yong. Sampai lolos ke babak semifinal adalah salah satu dari bukti kedua hal teknis tersebut.

Namun untuk sirkulasi pemain dan permasalahan fisik yang beriringan dengan psikologis menjadi sebuah pembelajaran penting bagi Indonesia. Saya tidak perlu menyelidiki tim-tim lain yang sudah mapan, namun sangat jelas sekali terlihat bahwa Indonesia ada masalah dengan kedua hal tersebut. Absennya Rafael Struick di semifinal dan Rizky Ridho di perebutan tempat ketiga, sangatlah berpengaruh pada kekuatan tim. Kedua pemain tersebut tidak ada yang menggantikan dengan kualitas sepadan, sehingga saat “hilang” di lapangan, terjadi kegoyahan atau kepanikan para pemain lain yang kesannya tidak siap kehilangan kedua pemain tersebut. Pada situasi pertandingan kelas elit dan level atas setingkat Asia seperti ini, kondisi tersebut tidak boleh terjadi dan harus ada substitusi yang sepadan sebagai pengganti pemain andalan yang “terpaksa” tidak tampil.

Pengaturan tempo permainan dalam kelas elit, mau tidak mau akhirnya berbicara fisik pula. Pada konteks ini, Timnas U-23 Indonesia akhirnya berhadapan dengan sebuah kendala, bahwa setelah pertandingan melelahkan versus Republik Korea, mereka “habis bensin” di semifinal dan berlanjut ke perebutan tempat ketiga. Tiga pertandingan kelas tinggi dan dilalui dengan durasi waktu yang tidak biasa. Melawan Republik Korea 120 menit (plus adu penalti yang sangat melelahkan dan drama sampai penendang ke-12), vs Uzbekistan 90 menit dan terakhir vs irak 120 menit. Sebuah durasi waktu pertandingan yang tidak sedikit dalam jeda waktu pertandingan hanya 2-3 hari. Sehebat apapun tim tersebut (termasuk sekelas Republik Korea) pasti akan merasa kelelahan luar biasa.

Saya mengamati khususnya melawan Irak tadi malam, bagaimana Justin Hubner dan kawan-kawan terlihat sangat kelelahan, baik fisiik maupun psikologis. Saya pun berpandangan gol penentu Irak di babak perpanjangan waktu adalah “buah” dari situasi kelelahan fisik dan mental yang berujung kehilangan fokus dan terjadi kelengahan. Puncak fokus tertinggi Indonesia dalam pandangan saya adalah versus Republik Korea (dianggap sebagai sebuah partai final), setelah partai tersebut terlihat Indonesia “habis”.

Pada konteks sebagai tim debutan dan “anak bawang”, hal yang dihadapi atau dialami Timnas U-23 Indonesia adalah sebuah kewajaran. Kadang kita sebagai pecinta bola dan Timnas, terlalu jauh berharap dan berekspektasi terlalu tinggi terhadap Rizky Ridho dan kolega. Lolos ke semifinal dengan menyingkirkan negara-negara kuat adalah pencapaian tinggi, jika pun akhirnya bisa lolos langsung ke Olimpiade Paris (menang di semifinal atau perebutan tempat ketiga) adalah sebuah bonus. Jadi akhirnya bisa melangkah sampai sejauh itu (peringkat empat Piala Asia U-23) dengan status sebagai debutan adalah luar biasa! Salut untuk Garuda Muda!

Level elit dengan tensi pertandingan yang sangatlah tinggi dan keras dengan lawan-lawan berkualitas mumpuni baik teknik, fisik maupun mental sangatlah dibutuhkan segalanya. Tidaklah cukup hanya dukungan suporter semata atau persiapan alakadarnya. Jeda waktu per pertandingan yang sebentar dan durasi waktu pertandingan itu sendiri yang lama serta berbagai intrik dan kontroversi jalannya pertandingan yang menguras fisik dan emosi sungguh sebuah hal yang tidak mudah dihadapi dan dijalani. Itulah yang kemarin-kemarin dijalani oleh Rizky Ridho dan kawan-kawan. Inilah konstelasi kelas elit sepakbola Asia yang sekarang Indonesia menjadi “keluarga baru” di dalamnya dan tidak mudah mengidentifikasikan diri dalam alam “keluarga baru” kelas elit tersebut.

Saya berharap pembaca dan pecinta bola berpikir lebih jernih dan adil dengan adik-adik kita yang sudah berjuang sepenuh jiwa raganya. Mereka pada kondisi “apa adanya” posisi Indonesia sudah mencapai tahapan tertinggi dalam sejarah sepakbola Indonesia. Janganlah kemudian datang hujatan dan hinaan hanya karena kalah atau melakukan satu dua kesalahan! Bersikaplah adil dan santunlah pada mereka! Empatilah atas semua perjuangan mereka yang melelahkan dan luar biasa demi harkat dan martabat bangsanya. Mereka sudah mengeluarkan segalanya! Saya yakin, jika rezekinya datang dari “Penguasa Langit”, Indonesia pasti lolos ke Olimpiade Paris dengan mengalahkan wakil Afrika Guinea pada 9 Mei nanti di Paris! Aamiin ya rabbal alaamiin!

Yuk terus dukung dan doakan yang terbaik untuk Ernando Ari Sutaryadi dan kawan-kawan!

Salam Tim Nasional Indonesia!

Salam sepakbola!

Langensari, Kota Banjar, 3 Mei 2024

Pulang salat Jumat

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post