Safiroh

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tembok Sukses

Tembok Sukses

Setelah sholat berjamaah, Ustadz Faiz membaca tasbih, takbir, dan tahmid. Kemudian, beliau menengadahkan tangannya seraya berdoa. ”Yaa Allah, Jadikanlah santri-santri kami generasi yang sholeh, cerdas dan sukses. Jadikanlah mereka pewaris kami untuk membangun peradaban yang maju berlandaskan ketaqwaan kepadaMu. Amin”

Seusai doa, satu persatu temanku dengan tertib bersalaman pada ustadz. Kemudian mereka bergegas pulang meninggalkan musholla tempat kami mengaji. Tapi, aku nggak ingin buru-buru pulang. Aku masih ingin bertanya pada ustadz. Dengan terbata-bata menyusun kalimat, akupun memberanikan diri bertanya, “Ustadz kan tadi berdoa agar kami jadi orang sukses, emang kalau mau jadi orang sukses, lewat jalan mana ustadz ?" Mendengar pertanyaanku, Ustadz tersenyum dan terdiam sejenak. Aku tidak tau apakah karena pertanyaanku yang lucu atau beliau kebingungan. Ah…maafkan aku, ustadz. Aku jadi berprasangka dan ke-GR-an.

Hatiku berdebar menunggu jawaban ustadz. Tiba-tiba, tanpa mengucapkan sepatah kata, ustadz menunjuk ke arah sebuah jalan. “Lewat jalan itu,” ucapnya jelas. Saking semangatnya, aku segera berlari sekuat tenaga menyusuri jalan yang ditunjukkan ustadz. Tanpa pamit dan bersalaman, aku meninggalkan beliau. Aku tak mau membuang-buang waktu lagi untuk meraih kesuksesan. Inilah saatnya, aku menjadi orang sukses.

Setelah beberapa saat melangkah tiba-tiba, aku terhenyak. "Ha! Ini jalan buntu! Tembok besar dan tinggi! Seakan tak percaya, aku meraba tembok yang menutupi jalan itu. Kasar. Aku masih tak percaya. Kupukul tembok itu. “Aduh, sakit!” keluhku. Aku terpaku kebingungan, "Barangkali aku salah mengerti maksud ustadz." Tanpa berpikir panjang, aku segera berbalik menemui ustadz untuk menanyakan sekali lagi, "Ustadz, yang manakah jalan menuju sukses."

Ustadz yang murah senyum itu masih di dalam musholla. Aku mengulang pertanyaanku yang pertama. Beliau tetap tak mengucap sepatah katapun. Beliau lalu menunjuk ke arah yang sama. Aku berlari ke arah itu lagi. Namun yang kutemui tetap saja sebuah tembok yang menutupi jalan. Aku merasa dipermainkan. Aku mulai merasa kesal sama ustadz. Amarah yang menyesaki dadaku, ingin segera kutumpahkan pada beliau.

Aku menemui ustadz lagi. Melihat senyum di wajahnya yang penuh wibawa, kuredam amarahku yang hampir saja tumpah. Kuatur perasaanku dan kurendahkan nada suaraku, lalu kukatakan pada beliau, "Ustadz, aku sudah menuruti petunjukmu. Tetapi yang aku temui adalah sebuah jalan buntu. Aku tanyakan sekali lagi padamu, yang manakah jalan menuju sukses?” Mohon ustadz jangan hanya menunjukkan jari saja, tetapi bicaralah!"

Sebagaimana permintaanku, akhirnya ustadz bicara, "Di situlah jalan menuju sukses. Hanya beberapa langkah saja di balik tembok itu." Kesuksesan seringkali tak tampak karena ia bersembunyi di balik kesulitan. Cuma orang-orang yang mampu mendaki "tembok" itulah yang akan menemui keberhasilan. Bagaimana nak. Apakah kau mau berhenti di depan tembok itu atau mendakinya?”

Aku memikirkan apa yang baru dikatakan ustadz. Benar. Kesuksesan seringkali tak tampak karena ia bersembunyi di balik kesulitan. “Berarti, setelah melalui kesulitan-kesulitan, barulah seseorang akan meraih sukses. Dan nggak ada orang sukses tanpa melalui kesulitan,” kataku dengan suara lirih. “Benar anakku, itu artinya, setiap orang yang mau sukses harus berusaha, pantang menyerah, dan bersemangat. Orang yang malas, putus asa dan lemah pasti akan merugi. Selagi, kamu masih sekolah dan mengaji, rajin-rajinlah. Agar kamu menjadi orang yang beruntung dan sukses,” tambah ustadz.

Akupun mohon pamit dan meminta doa beliau. “Ustadz, terima kasih nasehatnya dan terus doakan saya, ya ustadz. Terima kasih juga tadi ustadz sudah membuat saya berkeringat, karena lari-lari ke gang buntu,” kataku. Kali ini, ustadz tak hanya tersenyum, beliau bahkan tertawa dan berkata, ”Makanya, jadi anak yang cerdas ya,” ungkapnya.

Aku semakin bersemangat mengaji. Setiap kali bertemu ustadz, selalu ada hal bernilai. Plusnya, ustadzku itu memang kocak. Muridnya jadi ketularan, kayak aku. Untuk meraih sukes saja, aku harus lari-lari ke gang buntu. Dua kali lagi.

“Orang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan, dan air mata

Dahlan iskan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post