Safiroh

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Thank You, Teh!

Thank You, Teh!

Jantungku berdebar kencang. Aku merasa takut sekali. Takut kalau aku dimarahi sama teteh. Pasti nanti aku akan dilaporkan sama mama dan papa. “Ah, tapi aku harus menceritakan kejadiannya, aku harus berani,” ungkapku menyemangati diriku sendiri. Menjelang maghrib tiba, teteh memanggilku juga kakak dan adikku untuk persiapan sholat. Hatiku semakin berdebar-debar. Aku harus bilang apa nih sama teteh.

“Teh,” panggilku perlahan. “Aku,” kalimatku pun terhenti sejenak. Kuatur napas dan kuperhatikan ekspresi teteh. “Ada apa sih?” selidik teteh. Orang yang selama ini paling peka pada masalahku adalah dia. Bahkan lebih dari mama. “Aku takut,” kubuka pengaduanku dengan agak gemetaran. “Teteh nggak akan mengerti kalau kamu nggak cerita yang jelas. Teteh juga nggak punya alasan untuk marah kalo nggak tahu masalahnya.” Sambil memegang tanganku juga membelai rambutku, teteh mencoba menenangkanku.

Lalu mengalirlah ceritaku. “Tadi aku ditraktir sama Nina. Trus aku juga dikasih ini.” Kukeluarkan diary yang kusembunyikan di balik kaus dalamku. Tadi Nisa bagi-bagi diary sama teman-teman. Aku juga kebagian. Teteh mengamati diaryku. Masih tertera harganya, tiga puluh ribu rupiah. Aku semakin tak berani melihat ke arah teteh.

“Bel, coba lihat teteh,” pintanya. Perasaanku semakin tak karuan. “Teteh mau tanya, Nina yang kasih diary ini? Atau kamu yang pingin, trus minta dibagiin?” Aku menggeleng tanpa suara. “Bel, kalaupun kamu ingiin punya suatu barang, jangan sampai kamu minta sama temanmu ya. Jangan jadi pengemis, meminta belas kasih ato pemberian orang lain. Ehmm…, kalo diary ini adalah pemberian, ya diterima saja trus dipakai untuk nulis yang bermanfaat. Dan yang penting kamu tidak dimanfaatkan sama temanmu.” Maksudnya apa teh? tanyaku. “Kali aja karena temanmu tau kalo kamu pandai, trus dia bersikap baik. Dan ketika ulangan, eh dia minta kamu beri jawaban, itu kan merugikan,” tambahnya.

“Oke, sekarang kita sholat dulu yuk,” ajak teteh. Setelah sholat aku tidak segera mengaji, masih ada yang ingin kusampaikan. Masih dengan perasaan yang sama. Takut dan gemetaran. Kupandangi teteh. Dia balik memandangiku sembari tersenyum. “Ada apa lagi………kok nggak segera mengaji. “Teteh jangan marah ya, sebenarnya, … sebenarnya aku yang minta diary ini. “Oh begitu, jadi Bela ingin diary seperti ini ya! Kenapa nggak bilang sama teteh?” Aku pun mengadu sambil agak manyun, “Dulu kan aku pernah mau beli pake uangku sendiri, tapi kata teteh uangnya buat beli peralatan sekolah yang lain saja.” Teteh mengerutkan dahinya, mengisyaratkan ada yang harus ditanyakan, “Emang Bela mau nulis apa sih?” “Aku ingin mengumpulkan puisi-puisiku,” jawabku. Tak kuduga teteh menyambut ideku. “Tapi, bagaimana dengan diary ini Teh, kan udah terlanjur dikasihkan aku. Padahal teteh bilang aku nggak boleh minta-minta ke orang lain,” tanyaku kemudian. Kuharap teteh masih memberikan solusi. Dan memang ia tak pernah sekalipun membiarkanku terbelenggu dalam masalah.

“Gini aja deh, gimana kalo kamu bilang, sebenarnya aku bukan minta, maksudku aku minta dibelikan dulu. Jadi ini kuberikan uang gantinya, terima kasih ya,” kata teteh. Keesokan harinya, aku sengaja pergi ke sekolah lebih awal. Aku ingin segera menemui Nina. Tak lama, pemilik rambut kepang itu muncul dari arah gerbang sekolah. Ia membawa tas jinjing, dan tampaknya ia agak keberatan. Dengan riangnya ia menyapaku, “Hai Bel, cepat ke sini, aku bawa sesuatu untukmu, ayo cepat,” ajaknya. Terus terang, saat itu aku juga kebingungan mengatur kata-kataku, tapi kuikuti saja langkahnya.

Sesampainya di kelas, ia segera membuka tas jinjingnya. Ia membawa tempat pensil yang terbuat dari kayu dengan sedikit ukiran. “ Apa maksud Nina ini, tiap hari kok bawa hadiah,” tanyaku dalam hati. “Bel, cepat pilih yang mana kamu suka. Yaaah tapi jangan lupa ya, sekarang kan hari-hari menjelang UTS, kamu harus rajin-rajin belajar ya,” ungkapnya dengan santai. “Ok, aku selalu belajar kok, kalo kamu?” tanyaku. “Ah lu, jangan telmi gitu dong. Maksud gua tu, nanti lu kasih tau gue jawabannya kalo gua kagak bisa,” jawabnya dengan ketus.

Deg!!! Benar kata teteh, sekarang aku harus mengungkapkan yang sebenarnya. “Nin, jujur ya semua kotak pensil ini, bagus, sampai-sampai aku bingung memilihnya. Yang pasti sekarang aku mau ngasih uang buat diary yang kemarin. Sebenarnya aku bukan minta lho, maksudku aku minta dibelikan dulu. Jadi ini uang ganti, terima kasih ya……….

“Bel, jadi maksudmu, kamu nggak mau nolong aku? tanya Nina. “Nolong itu kan nggak harus ngasih jawaban waktu ulangan. Aku bersedia kok kalo jadi teman belajarmu. Misalnya, ada yang kurang jelas di sekolah, kita belajar lagi di rumah. Aku senang lho kalo ada teman belajar,” jawabku panjang lebar. Nina tampak berpikir. Dan akhirnya, ia menerima tawaranku untuk belajar bersama.

Setibanya di rumah, aku segera mencari teteh. Aku tak ingin menyimpan sendiri perasaanku. Ada takut, bahagia, juga keharuan. Aku menceritakan obrolankuku sama Nina tadi pagi. “Aku senang sekali hari ini teh. Tadi aku nggak hanya memberikan uang ke Nina, aku juga berhasil mengingatkan dia lho. Pertamanya sih, aku agak ketakutan, tapi aku bertekad. Selama aku benar, aku rela apapun akibatnya. Dan ternyata, yang terjadi malah sebaliknya. Dia memilih aku jadi teman belajarnya, bukan jadi teman waktu ngasih contekan. Dengan kesediaanku menemaninya belajar, dia janji mau berubah. Ternyata selama ini, dia nggak punya teman belajar. Kasihan Nina. Aku bersyukur punya teteh yang selalu nemani aku belajar,” ucapku. Aku terdiam sebentar, menahan kata-kataku. ”Ada apa, masalah lagi? tanya teteh. Aku menggeleng. “No, I just want to say, thank you teteh,” kataku sambil tertawa kecil. Tetehpun tersenyum sambil mencubit hidungku.

Teteh (bahasa sunda): panggilan kesayangan untuk kakak perempuan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren

01 May
Balas

Keren Bu Safiroh. Tulisannya ok banget. Ejaannya juga rapi. Saya nunggu cerpen-cerpennya ya.

01 May
Balas

Tq, so much. Support dari senior di gurusiana akan sangat berarti.

01 May
Balas

Cerita yang sangat menarik. Mengajarkan nilai arti sahabat sebenarnya . Semangat Bu Safiroh

01 May
Balas



search

New Post