Perempuan Bermata Senja
Perempuan
Bermata Senja
Jika ada yang bertanya kepadaku, siapa yang paling menyukai senja, dengan lantang dan keras sekali tentu aku akan menjawab “Aku.. Aku....Aku!!” Akulah orang yang sangat menyukai senja dengan aneka ornamen pendukungnya, pasir, laut, karang dan siluet burung-burung di langit. Jelas sekali pernyataan itu akan aku lontarkan dengan sangat percaya diri. Banyak orang memuja senja, dengan pesona warna, merah, jingga, unggu, lembayung serta semua spektrum warna langit yang dipancarkannya, termasuk aku si Malika Al Senja itu namaku.
Ada dua alasan besar, yang akan aku ceritakan kenapa aku menyukai senja. Alasan pertama karena memang senja itu penuh keindahan. Senja itu permata warna, melankolis, kecantikan yang dipacarkannya memukau siapa saja, menuangi setiap labirin di keruk kornea setiap mata anak adam yang memandangnya. Mereka yang terpana akan menuliskannya dalam banyak sajak indah, prosa tentang senja, ratusan film bernuansa senja. Tidak hanya itu mereka juga mengabadikannya dengan warna-warni di kanvas, sejuta jepretan piksel lensa kamera. Senja juga di pamerkan dalam galery bilboard, layar komputer, pergelaran musik parade senja, wallpaper cantik, mozaik dalam arsitektur senja, dan entang banyak lagi tentang senja-senja yang lainnya.
Lihatlah jika senja tiba, manusia seperti terpukau oleh keindahannya, laki-laki, perempuan, tua muda dan anak-anak sekalipun berduyun-duyun menuju pantai. Mereka begitu ditarik, dibius, terpukau oleh pesona gaibnya, seperti tiada sedikitpun mau melewatkan setiap jengkal, setiap detik dari jejak keindahaannya. Mereka seperti kekasih yang melepas kepergian tambatan hatinya, melepas dengan perasaan teraneh. Seolah-olah mereka tidak akan melihat lagi senja esok hari. Jika senja itu perempuan tentu ia akan cantik sekali melebihi kecantikan ribuan wanita di dunia ini, menyamakan kecantikan bidadari langit dan membirahikan setiap mata laki-laki di dunia ini. Mungkin saja senja itu laki-laki, aih, betapa tampannya ia, betapa banyaknya gadis yang akan jatuh cinta dan tergila-gila padanya. Jika senja dapat di beli, di mall-mall kota di pasar-pasar atau pertokoan elit sepanjang jalan, tentu banyak yang akan membelinya, memajangnya di rumah masing-masing, sebagai perhiasan melebihi intan berlian sekalipun, parahnya berapa pula harga senja itu?
Sewaktu di bangku sekolah dulu, banyak kawan yang iri padaku, betapa aku mampu menyihir bu guru berkaca mata kami dengan kata-kata indah tentang senja dalam puisi yang kutulis. Aku juga mampu memukau seisi kelas dengan lagu senja yang akan ciptakan, atau gambar senja yang kulukis. Laguku membius seisi kelas, lukisanku menghiasi ruang-ruang kelas lainnya termasuk ruang kepala sekolah, sebuah penghargaan yang begitu besar bukan?, anak kelas mana coba yang karyanya sampai dikagumi kepala sekolah kami, selain aku si Malika, ya Malika Al Senja.
Barangkali semua kawan akan salut padaku dan semua lawan akan kecut padaku, dan kalau sudah begitu bu guru berkacamata dan manis itu akan luluh menghaturkan pujian padaku, dan tentu aku akan kepayang dibuatnya. Jelas sudah teman-teman memanggilku, Malika Al Senja, si anak perempuan aneh menyukai senja, bermata lembayung, sesejuk dan seromantis senja. Kata senja di akhir nama itu ibukulah yang menyematkanya
Alasan kedua, adalah karena laki-laki beranjak remaja berlesung pipit yang rumahnya di depan jalan sana. Laki-laki yang memberi pengaruh hebat dalam hidupku. Ia yang bermata sipit, berkulit bersih, kuning langsat itu. Ya, laki-laki tampan itu telah membuat aku jatuh cinta, putra abah Pho Tio Lee, laki-laki keturunan pemilik toko ramuan tradisional Cina di depan jalan itu. Dia yang telah nyata sekali membuat aku larut dalam perasaan entah apalah namanya itu. Lelaki berdarah campuran Tiong Hoa-Jawa itu, bernama Senja, entah sengaja atau tidak, kebetulan mungkin namanya Senja, lengkapnya Senja Lee bermarga Lee, sebuah nama yang indah, seindah senja, wajahnya bagaikan senja dengan aneka kecantikan yang ditawarkan alam padaku, ada karang, ada ombak, siluet camar,langit jingga dan matahari yang tercelup separuhnya menyala menebarkan cahaya emas yang kemerah-merahan, Senja, oh senja semuanya begitu membuat aku terpana.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Oh sunset memang indah dan sweet. But nampaknya Senja Putra abah Pho Tio Lee lebih indah ya.