Safrida Lubis

Seorang yang belajar dari membaca dan mendengarkan...

Selengkapnya
Navigasi Web

Novel Perdana Tentang Perjalanan Haji (# 6)

Mungkin sebagian kita merasa bahwa saat kita diberikan sedikit teguran dan cobaan oleh Allah, kita merasa bahwa kitalah yang paling terpuruk saat ini.

Padahal, jika kita mau keluar sejenak dari lingkaran itu, baru kita sadar, bahwa apa yang sedang kita rasakan tidak ada apa-apanya dibandingkan orang lain. Intinya adalah sikap apa yang harus kita ambil untuk membawa hati kita berada dalam keadaan nyaman.

Keadaan Dilema

Teras rumah mamak adalah tempat yang nyaman saya berkumpul bersama saat menghabiskan waktu berkunjung menjenguknya. Udara yang tanpa penghalang berhembus pelan membawa kesegaran harum daun-daunan dari beberapa pohon di depan rumah.

Saya masih memegang surat yang baru saja di serahkan mamak sesaat sebelum saya duduk. Tanggal di surat tersebut tertera dua puluh empat bulan oktober tahun dua ribu lima belas. Dan di bawah tanggal tersebut ada beberapa digit nomor yang saya ingat sebagai nomor handphone saya yang terjatuh dan hilang di dalam sebuah bus antar kota setahun yang lalu. Ada tulisan tangan disana yang berbunyi ‘tidak aktif lagi’.

“Siapa yang antar surat ini mak?” tanya saya membuka percakapan.

“Nggak tau mamak, tadi Arin—anak perempuan Kak Ita yang tertua, yang terima suratnya.” kata mamak menjelaskan. “Waktu mamak tanya tentang apa, Arin sambil terkekeh bilang ‘Nek! Tahun depan nenek disuruh berangkat haji’ lalu mamak suruh Arin kasi tau Ida lewat sms.”

Saya terdiam, mata saya terus berselancar dibarisan kalimat demi kalimat pada lembaran surat yang berada di genggaman. Sesekali saya berpikir ekstra untuk mencerna isi surat tersebut.

“O.. mak, ini udah kelewatan hari pembukaan,” kesan saya kaget. “Disini tertulis pembukaan kegiatan manasik haji dan umrah hari minggu tanggal satu bulan oktober tahun dua ribu lima belas, sekarang kan sudah tanggal lima!” jelas saya kepada mamak.

“Jadi, bagaimana ini Ida? Udah lewat harinya?” tanya mamak bernada cemas yang membuat saya tersadar dan menurunkan intonasi gaya bicara.

“Iya sih, udah lewat, tapi nggak apa! Karena manasik haji dan umrahnya lama kok mak, sampai bulan mei tahun depan,” jawab saya santai guna menetralisir tingkat kecemasan mamak yang hampir naik. “Hari minggu ini mamak berarti harus datang, karena jadwalnya tiap minggu nih,” saya kembali menjelaskan.

“Sama siapa mamak perginya Da? Sama ida boleh?” mamak kembali menampakkan wajah cemasnya.

“Hmm, Ida belum tau! Tapi coba Ida tanya sama Pak Nardi ya mak,” jawab saya.

***

Seperti biasa, kantor urusan haji itu terlihat sepi. Hanya beberapa sepeda motor yang menghiasi tempat parkirnya. Keberadaan bagian ini yang terpisah dari induk kantor Kemenag, memberi kesan bahwa tidak banyak aktivitas yang terjadi di kantor ini.

Setelah memarkir sepeda motor. Saya bergegas masuk kedalam dan selalu mendapati kepala seksi urusan haji duduk di belakang meja kerjanya.

“O, iya, surat itu ya! Itulah, kemarin udah coba saya hubungi nomor hanphonenya, untuk memberitahukan undangan mengikuti manasik haji, tapi karena nggak aktif lagi, staf saya yang mengantarnya kerumah,” jelas Pak Nardi sesaat setelah membalas salam dan mempersilahkan saya untuk duduk.

“Jadi sudah pasti jadwal keberangkatan haji untuk mamak ya Pak?” saya kembali bertanya.

“Insyaallah iya. Mungkin sekitar bulan Agustus tahun depan sudah mulai keberangkatannya. Biasanya Aceh selalu mendapatkan jatah keberangkatan gelombang yang kedua, bisa dipastikan tahun ini juga sama,” tambah Pak Nardi.

“Tapi Pak, kemarin itu sewaktu mamak mendaftar tahun dua ribu sembilan, beliau kan berdua dengan mamak mertua saya. Beberapa bulan yang lalu mertua saya sudah meninggal dunia, jadi mamak sendiri, apa bisa saya gantikan? Biar mamak ada temannya,” Pak Nardi di depan sedikit terkejut dan kembali bertanya. “Atas nama siapa? Nomor porsinya ada di bawa? Kenapa tidak lapor sama saya?”

Mendengar rentetan pertanyaan Pak Nardi saya sedikit bengong, mau memilih pertanyaan mana yang lebih dahulu akan saya jawab. Akhirnya saya hanya mengemukakan sebuah nama dan pernyataan tidak membawa nomor porsinya.

“Hmm, kalau menggantikan tidak bisa, data kita sekarang online, jadi daftar tunggunya paling-paling akan menyusut keatas. Kakak tahun berapa kemarin setoran awalnya didaftarkan?”

“Dua ribu sepuluh.”

“O, masih bisa kita urus!”

“Maksudnya Pak,” tanya saya.

“Sekarang ini, ada kebijakan pemerintah untuk syarat bagi pendamping lansia, yaitu penyetoran awalnya paling maksimal tahun dua ribu dua belas. Untuk urusan kakak, nggak ada masalah, malah tahunnya belum mencapai maksimal.”

Terlintas dibenak saya awal mula mamak saya dan mamak mertua membuka tabungan haji. Mereka akan berangkat bersama-sama ke tanah suci dengan suami saya dan saya sebagai pendampingnya. Rencana semula, suami saya mendampingi Ibunya, dan saya mendampingi mamak saya. Tapi, itu dulu! Kini rencana yang berjalan adalah apa yang sudah ditentukan Allah. Mamak mertua saya meninggal dunia, dan sekarang jatah keberangkatan haji mamak saya di depan mata.

“Pak, kalau suami saya ikut mendampingi bisa apa tidak? Biar saya ada mahramnya,” pinta saya.

“Kalau ini jatah keberangkatan kakak tidak mengapa, insyaallah bisa kita usulkan abang untuk mahram kakak, tapi sekarang kakak juga mau kita usulkan untuk mendampingi mamak, jadi tidak bisa berlapis seperti itu.”

“Jadi masalah manasiknya gimana Pak, saya belum mendapatkan undangan, apa boleh ikut serta?”

“Saran saya ikut aja terus kak, siapa tau nanti memang bisa kita urus dan kakak bisa berangkat tahun depan, kan nggak ada masalah lagi karena kakak sudah ada ilmu manasik haji dan umrah. Kalaupun belum rezeki berangkat, setidaknya kita sudah ada persiapan sedikit-sedikit ya kan!” jelas Pak Nardi menyakinkan.

Pikiran saya melayang kesana kemari. Perkataan Pak Nardi memang ada benarnya tentang manasik yang harus saya ikuti bersama mamak. Memang keberangkatan sesungguhnya kali ini adalah milik mamak. Akan tetapi kehendak Allah yang berlaku lain lagi, saya juga harus mempersiapkan diri untuk berangkat. Sementara suami saya yang bertindak sebagai mahram saya dalam perjalanan ini sebagaimana rencana kami dahulu, tidak memiliki cukup alasan untuk bisa diusahakan agar dapat berangkat bersama-sama.

Kembali saya dilema, ah… itu dulu, janji untuk berangkat bersama-sama, berharap jika sudah sampai di depan Ka’bah, maka segala permintaan dalam doa yang panjang akan saya curahkan, termasuk permintaan keturunan. Sekarang, Waffa kecil sudah ada di antara saya dan suami, bagaimana jika nanti saya benar-benar berangkat haji untuk mendampingi mamak, saya pasti meninggalkannya.

Beragam pertanyaan dan kemungkinan berseliweran mendampingi langkah saya memacu sepeda motor. Mendapati segala sesuatu yang mulai tak berujung, kembali hati ini menetapkan keadaan agar keguncangan hati tidak membawa dampak bagi seluruh anggota tubuh saya. Dalam laju sepeda motor yang memecah kawanan angin, bertalu-talu saya memenuhi hati dengan pinta yang tulus ‘Ya Allah, mudahkanlah urusanku di dunia ini, di alam kuburku nanti, dan di akhirat kelak, serta pilihkanlah keadaan yang terbaik bagi diriku menurut ilmuMu.’

***

Terimakasih sudah baca bagian ke enam.

Tunggu cerita dari saya selanjutnya ya!

Doakan saya sehat, agar bisa terus menulis.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa itu pengalaman pribadi ya bu, thn berapa berangkatnya? Kl thn 2016 berarti sama dengan saya, sy juga sdh tulis reportase sampai ke 53, rencana mau dibukukan, ayo semangat bu

07 Jan
Balas

Iya bpk, berangkatnya tahun 2016 bulan agustus. Makasih semangatnya!

08 Jan



search

New Post