Bagian kecil
Bagaikan Tersambar Petir Di Siang Bolong Pagi itu, aku meminta tolong kepada pamanku yang ada di pesantren tempat Hasan nyantri untuk menyampaikan pesan ibu agar Hasan datang ke rumah karena ada hal penting yang ingin dibicarakan. Sore itu, Hasan memenuhi panggilan ibu untuk datang ke rumah. Aku, ibu, dan Hasan duduk di kursi ruang tamu. Saat itu ibuku bertanya kepada Hasan. “Hasan, sebenarnya Ibu sudah lama mengetahui hubunganmu dengan Sofia meskipun kamu tidak pernah datang kemari. Sekarang Ibu mau tanya, sebenarnya kamu serius nggak dengan Sofia?” “Bu, maaf ya, Bu. Saya masih belum berpikir ke situ. Karena saya belum bekerja,” demikian jawab Hasan. “Ibu tidak meminta kamu untuk menikahi Sofia sekarang. Ibu hanya ingin tahu kira-kira kamu serius nggak dengan Sofia. Masalahnya sekarang ada laki-laki yang mau melamar Sofia. Kalau kamu mau serius dengan Sofia, Ibu punya alasan untuk menolaknya. Tapi, kalau kamu tidak serius katakan saja terus terang.” “Begini, Bu. Mungkin aku dan Sofia lebih baik jadi saudara saja,” jawab Hasan kepada ibu. Itu artinya Hasan tidak mau membawa hubungan kami ke jenjang yang lebih serius lagi. Betapa pilu hatiku saat itu. Bagaikan tersambar petir di siang hari, mendengar jawaban yang Hasan yang berikan kepada ibu. Hatiku hancur bagai tersayat sembilu. Betapa remuk, perih, dan pedihnya hatiku hingga aku tak kuasa untuk mengatakan apa pun. Aku hanya menunduk diam, menahan derita dan rasa sakit yang ada dalam hati. Dadaku terasa sesak menahan tangis. Ingin rasanya aku menjerit, meluapkan semua rasa sesak yang ada di dada, tapi aku tak bisa. Aku harus menyembunyikan rasaku ini di depan Hasan. “Hasan, kenapa kau tega mengatakan itu. Selama ini kusimpan cintaku padamu dalam diamku. Kusampaikan rinduku padamu di setiap malam dalam sujudku. Kau cinta pertamaku yang aku harap akan menjadi cinta terakhirku. Tapi, mengapakau tega membuat rasa cinta ini kandas di tengah jalan. Apakah selama ini kau tidak tahu betapa aku sangat mencintaimu dalam diamku? Aku selalu menjaga kesucian cinta kita dengan harapan kelak engkau akan membuat aku menjadi halal bagimu. Tapi kini, semua harapan itu musnah. Semua harapan itu punah. Kau telah menghancurkan hatiku Hasan. Aku tidak menyangka kau akan memutuskan jalinan cinta kita. Cinta dalam diam yang sudah kita rajut tiga tahun lamanya kini pupus sudah,” teriak batinku. Sampai saat terakhir Hasan bermapitan padaku dan ibu, mataku tak kuasa untuk menatapnya, mulutku seolah terbungkam dengan perasaan perih di dada. Kisah cinta dalam diam antara Sofia dan Hasan hanya tinggal kenangan. Setelah Hasan keluar dari rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar. Aku menangis keras-keras di dalam kamar. Kubekapkan bantal ke mulutku agar suara tangisanku tak terdengar oleh siapa pun. Malam itu, semua kenangan antara aku dan Hasan kembali hadir dalam ingatanku. Kenangan saat pertama kali aku bertemu dengan dia. Kenangan saat pertama kali dia menyatakan cintanya kepadaku. Dan semua itu sangat menusuk hatiku. Malam itu, kucoba untuk bangkit dari kesedihanku. Aku tak mau lagi tenggelam dalam kesedihan. Kubasuh mukakaku dengan air wudhu, kuadukan semua keluh kesahku kepada Allah Yang Mahatahu. Ya, hanya dengan berzikir kepada Allah hatiku menjadi tenang. Aku berusaha melupakan semua kenangan tentang Hasan, tapi itu tak semudah membalikkan telapak tangan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Allah adalah tempat menumpahkan segala rasa....
Semangat Sofia, semoga bisa menemukan yang lebih baik