Never Give Up bagian 2
Ayah dan ibuku sangat gelisah menunggu di luar ruang operasi
“ Ya Allah...semoga engkau menyelamatkan dan segera mengangkat penyakit anakku.” Kata ibuku dalam hati. Air matanya tak henti berlinag membasahi pipinya. Sementara ayahku mondar-mandir berjalan di depan ruang operasi karena merasa gelisah. Setelah sekitar 1 jam tim dokterpun keluar dari ruang operasi. “ Bagaimana keadaan bayi kecilku pak dokter?”
Tanya ayah dan ibuku serentak. “ Alhamdulullah..kami telah selesai mengangkat benjolan yang ada di ketiak anak bapak dan ibu. Dan insyaallah ananda akan segera sembuh. Sekarang kami akan memindahkan anak bapak dan ibu di ruang ICU karena dia belum sadar.” Jawab sang dokter kepada ayah dan ibuku. “ Baiklah pak dokter”. Kata ayah dan ibuku menimpali.
Saat aku berada di ruang ICU ayah dan ibuku tak henti-hentinya memanjatkan do’a kepada Allah untuk kesembuhan buah hatinya.
Selama aku berada di ruang ICU tim dokter selalu mengechek kondisi kesehatanku. Akhirnya setelah 24 jam aku berada di ruang ICU, pak dokter menyatakan bahwa aku sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap. “ Alhamdulillah..” Pujian itu tak henti-hentinya ayah dan ibuku ucapkan kepada sang pencipta.
Setelah beberapa hari kemudian, kondisi kesehatanku semakin membaik. Dan dokterpun memperbolehkan aku untuk dibawa pulang ke rumah. Betapa bahagianya hati ayah dan ibuku melihat anak yang dicintainya sudah sehat kembali. Meskipun untuk menebus biaya rumah sakit mereka harus rela menjual sebidang tanahnya. Semua itu mereka lakukan demi “ Sofia “ buah hati tercinta.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Sofia yang dulu kecil-mungil, kini telah tumbuh besar menjadi anak yang ceria dan terampil.
Saat usia Sofia menginjak 4 tahun, Sofiapun mempunyai saudara kandung adik laki-laki yang imut dan lucu. Adik laki-laki Sofia diberi nama “Dzikri “. Sofia sangat sayang kepada adiknya. Merekapun tumbuh besar bersama. Sofia melalui hari-hari bersam adiknya dengan penuh keceriaan karena penyakit yang dulu dideritanya sudah sembuh total.
Kini usia Sofia sudah 6 tahun. Diapun mulai menimba ilmu di Sekolah Dasar Negeri yang ada di desanya. Sofia selalu mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh guru dengan baik. “Alhasil” Sofia selalu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Dan itu dapat ia pertahankan sampai lulus dari Sekolah Dasar tersebut.
Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Sofia melanjutkan sekolah di salah satu sekolah SMP di kecamatan tempat dia tinggal. Yah.. Sofia yang dulu kecil, kini telah beranjak dewasa memakai seragam putih biru.
Seragam putih biru merupakan saksi bisu dari Sofia yang baru mengenal dunia. Seragam putih biru mempunyai cerita tentang persahabatan, tentang canda dan tawa, tentang sedih, dan tentang segalanya yang dialami oleh anak yang baru beranjak dewasa.
“Di suatu sekolah SMP yang favorit di kecamatanku aku mempunyai kenangan yang tak terlupakan. SMP itu adalah tempat untuk aku mengungkapkan segala jenis ekspresi, dan segala rasa yang ada. Ternyata sekolah SMP bagiku merupakan tempat yang indah untuk dikenang”. Begitulah kata Sofia. Karena Sofia menemukan sesosok teman sejati untuk saling berbagi cerita baik suka maupun duka.
Cerita putih biru, dimulai pada saat masa orientasi. Pada masa orientasi di sekolah aku merasa sangat cemas. “Betapa tidak?” Karena pada saat orientasi itu aku melihat banyak sekali siswa-siswi yang berasal dari berbagai macam desa lain, bahkan ada juga yang berasal dari lain provinsi. “ Ah..” inilah saatnya aku memasuki dunia luar. Gumamku dalam hati.
Saat masa orientasi ada beberapa wajah yang tidak asing lagi di hadapanku. Karena aku pernah berkenalan dengan mereka pada waktu lomba Olimpiade tingkat SD.
Selama masa orientasi ada satu sosok wajah yang sangat menarik perhatianku, bahkan dia menarik perhatian semua orang. “ Ya..namanya adalah “Fira”. Aku mengenalnya ketika lomba olimpiade tingkat SD sekabupaten dimana aku dan dia menjadi salah satu utusan dari sekolah dasar yang berbeda. Dalam hati aku berkata “ Dia adalah anak yang dulu mendapat juara pertama waktu lomba Olimpiade di Kabupaten. Dia memang pantas mendapatkan juara itu karena dia memang cerdas,dan sangat percaya diri. Beda dengan aku..terkadang aku merasa malu dan ragu untuk menunjukkan bakat yang ada dalam diriku”
Masa orientasi sekolah betul-betul melelahkan. Karena masa orientasi itu kita dikenalkan dengan keadaan di sekolah baik itu tempat, teman, kakak kelas, maupun guru yang ada di sekolah tersebut. Setelah masa orientasi berakhir, sebelum kami pulang sekolah ada pengumuman pembagian kelas mana yang akan ditempati. Dalam hati aku berkata” semoga aku mendapatkan bagian kelas 7.A yang kata kakak kelas merupakan kelas yang favorit, kelasnya para juara sewaktu sekolah SD. Harapan itupun menjadi kenyataan. Namaku terpampang di papan peserta yang ada di depan kelas 7.A. Disitu juga terlihat nama Fira, anak yang aku kagumi karena kecerdasannya. Dalam hati aku berkata “ semoga aku bisa menjadi sahabat baik Fira”
Setelah aku mengetahui bahwa aku masuk di kelas 7.A aku langsung bergegas menuju pintu gerbang sekolah untuk pulang ke rumah. Di situ aku melihat Fira sedang berdiri menunggu angkot. Aku iseng bertanya kepada Fira. “ Fira, masih ingat dengan saya?” Tanyaku kepada Fira. “ Iya, kamu Sofia kan? Yang dulu ikut lomba olimpiade tingkat kabupaten?” jawab Fira kepadaku. “Benar sekali, Alhamdulillah..kamu masih ingat namaku. Eh..ngomong-ngomong kamu mendapat tempat kelas 7 apa? Fira menjawab “ kelas 7.A”. “Waow...rupanya kita satu kelas” semoga kita bisa menjadi teman yang baik ya? Kataku kepada Fira. Firapun menganggukkan kepala sambil tersenyum. Lalu kamipun pulang ke rumah masing-masing karena angkot yang kami tumpangi sudah datang.
Keesokan harinya, hari pertama masuk sekolah aku berkenalan dengan banyak teman di kelas 7.A. Dari sekian banyak teman, ada seorang teman pria yang membuat aku terpesona. Tapi hanya sebatas terpesona saja. “ Ah.. namanya juga anak SMP kalau melihat sesuatu yang berbeda dengan yang lain pasti langsung suka. Ya...hanya sebatas suka saja.Dan aku hanya menyimpannya dalam hati, tidak pernah ku katakan pada siapapun.
Kelas 7.A memiliki wali kelas yang sangat perhatian, dan baik sekali terhadap muridnya. Beliau mengajar mata pelajaran IPS. Nama beliau adalah “Tsalisati” dan beliau biasa kami panggil ibu Lisa. Beliau berhasil menghipnotis murid-muridnya saat memberikan materi pelajaran. Dengan sikap ramah, penuh kasih sayang, lembut namun energik, beliau bisa membuat kami semua terpukau saat beliau mengajar mata pelajaran IPS kepada kami. Bu Lisa mempunyai wawasan yang sangat luas dan dalam mengajar beliau juga mengggunakan berbagai macam metode, mungkin ini juga yang membuat kami tidak merasa jenuh ketika belajar dengan beliau. Melaui sosok bu guru “ Lisa “ aku mempunyai cita-cita ingin menjadi seorang guru seperti bu Lisa kelak.
Kelas 7.A merupakan kelas yang menjadi percontohan untuk guru-guru ketika mengajar di kelas yang lain. Sehingga sering sekali aku mendengar banyak dari siswa di kelas yang lain iri kepada kami.
Hari-hari aku lalui dengan belajar di kelas 7.A dan karena aku duduk satu bangku dengan Fira, kamipun menjadi semakin akrab. Kami sering membahas pelajaran bersama ketika ada waktu luang ataupun diwaktu istirahat. Aku dan Fira selalu menduduki peringkat 1 dan 2 di kelas 7.A. “Tentunya peringkat satunya adalah Fira”. Ya...aku tidak bisa mengalahkan Fira dalam kecerdasannya. Tapi kami bersaing secara sehat di kelas 7.A tersebut. Aku dan Fira lebih banyak berada di dalam kelas pada waktu istirahat dibandingkan berada di kantin. Meskipun Fira berasal dari keluarga kaya dan aku berasal dari keluarga miskin, tak pernah sekalipun Fira menghinaku. Fira adalah sahabat yang sangat baik bagiku. Kami selalu berbagi cerita baik senang maupun susah.
Diakhir tahun pelajaran kami semua berhasil naik ke kelas 8. Namun ketika kelas 8 kami tidak berada dalam satu kelas yang sama lagi. Fira masuk di kelas 8.A, sementara aku masuk kelas 8.B
Hari pertama masuk sekolah kelas 8 aku berusaha untuk lebih mengenal teman-teman baruku lagi. Meskipun kami berada di sekolah yang sama, namun karena waktu di kelas 7 kami berada pada lokal yang berbeda, dan mungkin karena aku juga jarang keluar kelas, itu membuatku tidak banyak memgenal temanku di kelas 8 yang sekarang. Seperti biasa..hari pertama masuk sekolah di kelas 8 kami saling berkenalan. Aku mendapat teman yang baru dengan berbagai macam karakter. Ada yang lucu, pemalu, pendiam dan lain sebagainya.
Keesokan harinya, yaitu hari kedua ketika aku duduk di kelas 8, ada seorang siswa baru. Dia adalah siswa pindahan dari sekolah lain. Wali kelas kami menyuruhnya untuk memperkenalkan dirinya. “ Anak-anak hari ini kita mempunyai teman baru pindahan dari Madrasah Tsanawiyah. Silahkan ananda perkenalkan dirimu kepada teman-temanmu” ucap ibu “Latifah” sebagai wali kelas kami. Lalu..teman baruku itupun mengucapkan salam kepada kami dan memperkenalkan dirinya. “ Namaku Hasan, aku pindahan dari sekolah MTs ( Madrasah Tsanawiyah )” Dia memperkenalkan dirinya secara lengkap kepada kami mulai dari nama, asal sekolah, tempat tanggal lahir dan juga hobinya. Entah kenapa..saat aku melihat dan mendengarkan Hasan berbicara rasanya ada perasaan yang aneh dalam diriku. Dan lagi-lagi ada seseorang teman laki-laki yang berhasil membuat aku terpesona melihatnya. Untuk kali ini rasanya aku mempunyai perasaan yang berbeda jika dibandingkan ketika aku mengagumi seorang teman laki-laki waktu aku duduk di kelas 7. Entah kenapa dadaku rasanya “dag-dig-dug” Jantungku berdebar saat aku melihatnya. “ inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?”( cinta monyet ) gumamku dalam hati. Akan tetapi..seperti biasa aku tidak berani mengatakan perasaanku ini kepada siapapun karena aku malu. Aku kagum padanya karena dia berpenampilan rapi, terlihat cerdas, dan ada satu lagi yang menarik bagiku, “dia tidak mau bersentuhan dengan perempuan yang bukan muhrimnya “ itu terbukti ketika wali kelasku menyuruhnya untuk berjabat tangan dengan kami dia tidak mau menjabat tangan anak perempuan.
Setelah beberapa hari kami melaksanakan proses pembelajaran di kelas 8, tiba waktunya ada pemilihan pengurus OSIS. Aku, Hasan dan juga temanku Fira terpilih menjadi anggota OSIS tersebut. Dari organisasi OSIS inilah akhirnya aku Hasan dan Fira sering bertemu dan berdiskusi tentang program-program yang akan kami laksanakan.
Hari-demi hari kami bertiga semakin akrab. Suatu saat Fira bertanya padaku “ Sofia menurutmu bagaimana karakter Hasan?” begitu tanya Fira kepadaku. “ Menurutku Hasan itu orangnya baik, ramah, cerdas, dan taat dalam agama”. Jawabku kepada Fira. “Aku juga bepikir seperti itu” kata Fira padaku”. “Aku merasa kagum pada sosok Hasan” Ucap Fira lagi. “ Apakah itu artinya Fira suka pada Hasan?” Gumamku dalam hati. Mendengar Fira memuji Hasan di depanku entah kenapa ada perasaan cemburu yang menyelimuti hatiku. Tapi aku tidak berani mengatakannya kepada Fira. “ Fira kamu tahu...aku juga mencintai Hasan” . Demikian aku berkata dalam hatiku.
Saat kami ( aku, Fira, dan Hasan berkumpul untuk mendiskusikan program-program OSIS, aku melihat sesekali Hasan melirik ke arah Fira. “Hasan...apakah kamu juga mencintai Fira?” Tanyaku dalam hati. “ Apakah kamu tidak bisa merasakan kalau aku sangat mencintaimu? Yah...meskipun aku tidak berani mengatakan perasaanku ini kepada siapapun, tapi pertanyaan itu selalu saja berkecamuk dalam hatiku.
Setelah lama waktu berlalu..akhirnya aku mendapat kabar bahwa Hasan dan Fira jadian. Ternyata mereka salaing suka. Betapa remuk dan hancurnya hatiku saat itu, saat aku tahu bahwa laki-laki yang aku cintai ternyata dia mencintai teman karibku sendiri. “ Aku menangis terisak-isak di dalam kamar aku berusaha menguatkan hatiku dengan kalimat ” kalau jodoh tak akan pernah tertukar”.
Semakin lama aku lihat Fira dan Hasan semakin akrab. Tetapi Hasan tetap menjaga dirinya agar tidak bersentuhan dengan wanita yang bukan muhrimnya. Ini membuatku semakin kagum dan semakin mencintai Hasan, meskipun cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Meskipun aku mencintai Hasan, tapi tak pernah sekalipun aku memberitahu perasaanku ini baik kepada Hasan ataupun kepada Fira sahabatku. Biarlah kusimpan rapat-rapat perasaanku ini jauh di dalam lubuk hatiku. Meskipun aku cemburu ketika melihat Hasan dan Fira saling menatap tapi aku berhasil menyembunyikan rasa ini sampai kami duduk di kelas 9.
Saat kami kelas 9, aku, Fira dan Hasan kembali lagi dipertemukan kembali di kelas yang sama. Kami bertiga bisa mengukir prestasi yang dapat membanggakan orang tua, guru, dan sekolah. Fira mendapat juara 1 dalam lomba olimpiade Matematika, aku mendapat juara 1 dalam lomba olimpiade IPA dan Hasan juga mendapat juara 1 dalam bidang lomba keagamaan.
Hari itu, wali kelas kami di kelas 9.A yaitu Pak Arman memberikan informasi tentang ujian kepada kami semua “ Anak-anak Ujian sekolah akan dilaksanakan dua minggu lagi”. Bapak harap kepada anak-anak semua untuk lebih giat lagi dalam belajar. Kurangi bermainnya. Manfaatkan waktu yang ada untuk belajar. Ukirlah prestasi di sekolah ini , sehingga kalian bisa menjadi contoh yang baik untuk adik-adik kelas kalian”. Begitu kata pak Arman kepada kami semua. “ Kita harus lebih rajin lagi dalam belajar. Bagaimana kalau kita adakan belajar kelompok?” Kata Hasan kepada kami berdua. “ Iya aku sangat setuju sekali, tapi bagaimana caranya? Tempat tinggal kita berjauhan”. Sahutku. “Bagaiman kalau kita belajar kelompok saat ada waktu senggang di sekolah dan ketika hari minggu dan hari libur sekolah kita belajar kelompok bergantian tempatnya biar adil” Kata Fira menimpali. “ Wah...bagus kami setuju sekali” jawabku bersama dengan Hasan.
Hari-demi hari kami gunakan waktu untuk belajar dan terus belajar. Kami ingin menjadi anak yang berprestasi dan mendapatkan kelulusan dengan predikat nilai yang terbaik. Karena kami bertiga ingin bisa masuk ke sekolah SMA unggul yang ada di kabupaten kami.
Dua minggupun berlalu, kini tiba saatnya hari ujian sekolah. Aku, Fira, dan Hasan mengikuti ujian dari pertama sampai terakhir dengan penuh semangat. “Kita sudah berusaha dengan semaksimal mungkin, selanjutnya hasilnya kita serahkan pada Allah”. Kata Hasan kepada kami.
Setelah lama menunggu, akhirnya pengumuman kelulusanpun di tempelkan di papan majalah dinding sekolah. Berdebar rasa hati ketika melihat pengumuman tersebut. Aku baca dengan seksama nama, nilai, dan peringkatku di lembaran pengumuman tersebut, dan...ternyata Aku, Fira dan Hasan berhasil mendapatkan peringkat terbaik 1, 2, dan 3 di sekolah kami. Peringkat 1 diraih oleh Fira ( seperti biasa ). Peringkat 2 diraih oleh Hasan. Dan aku mendapatkan peringkat 3.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar