saidah mintelagabiru

Penulis mengajar di MIN 2 Dharmasraya propinsi Sumatera Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
Never Give Up bagian 3

Never Give Up bagian 3

“Selamat ya Fira kamu memang yang terbaik”. “Dan selamat juga untukmu Hasan” Kau mendapatkan peringkat yang lebih baik dariku” ucapku kepada Fira dan Hasan. “ Terimakasih Sofia dan selamat juga untukmu karena kau juga mendapatkan peringkat yang bagus”. Jawab Fira dan Hasan bersamaan. “ Kau tahu Sofia, kau adalah teman yang paling baik bagiku. Dan aku harap jika besok kita tidak berada pada sekolah yang sama lagi kita akan tetap menjadi sahabat yang baik”. Itulah pesan yang Fira ucapkan padaku saat pertemuan terakhir kami pada masa “putih biru” . Karena setelah perpisahan itu aku tidak pernah bertemu lagi dengan Fira sampai aku masuk ke sekolah SMA. “Yah..karena aku dan Fira memang tidak lagi berada dalam satu sekolah ketika masuk SMA. Fira masuk di sekolah SMA unggul dan favorit di kota. Dan Hasan..setelah perpisahan putih biru aku tidak pernah mendengar kabarnya lagi dia sekolah di mana. Sementara aku...karena keterbatasan ekonomi orang tuaku aku tidak bisa masuk ke sekolah favorit seperti yang aku inginkan. Orang tuaku mendaftarkan aku di sekolah Madrasah Aliyah Swasta. Dan dari sinilah kisah masa Putih abu-abuku berawal.

Pada hari itu, saat pertama kali aku mengenakan seragam putih abu-abu. Masa dimana aku berada pada masa remaja menuju masa dewasa. Banyak sekali teman-teman baru yang aku dapatkan. Teman-teman yang berasal dari lain daerah dan juga ada yang berasal sari lain provinsi. Pada awal masuk sekolah ini, aku merasa sangat takut. Takut saat membayangkan ekspresi wajah kakak kelas ketika Matsama ( Masa Ta’aruf Siswa Madrasah) yang penuh dengan aturan. Saat itu kami para siswa baru disuruh memakai topi dari kardus, berkalung rafia yang diberi bandul tutup botol sprite, dan masih banyak lagi permainan konyol harus kami lakukan dan itu merupakan permainan lucu bagi kakak kelas kami yang penuh dengan aturan waktu Matsama.

Kini masa ta’aruf itu telah berakhir dan semua siswa baru bisa bernafas lega karena telah keluar dari belenggu kakak-kakak kelas yang jahil. Di madrasah tempat aku sekolah untuk kelas X ( sepuluh ) kami dibagi menjadi 4 lokal. yaitu lokal X.A, X.B, X.C dan X.D. Dan aku masuk pada lokal X.A. Di madrasah ini aku memiliki karakter yang berbeda jika dibanding waktu aku sekolah di SMP dulu. Entah kenapa aku menjadi pendiam dan pemalu. Meski begitu, ada teman yang bilang kalau katanya aku murah senyum. Oh ya..selain aku sekolah di Madrasah Aliyah itu, aku juga nyantri di salah satu pondok pesantren yang berada dekat dengan sekolahku. Kata orang tuaku biar aku tidak bolak-balik ke rumah karena memang jarak antara sekolah dan rumahku sangat jauh.

Pada saat duduk di bangku kelas X ada perasaan malas yang hinggap dalam diriku. Aku tidak lagi menjadi siswa yang menonjol seperti waktu SMP dulu. Prestasiku malah lebih unggul di pondok pesantren dibandingkan di Madrasah aliyah tempat aku bersekolah. Mungkin..itu semua terjadi karena keinginanku untuk masuk ke SMA favorit tidak terpenuhi karena alasan ekonomi orang tuaku. Ya sudah...lupakan saja itu. Toh..yang penting aku masih bisa mengenyam pendidikan SLTA meskipun tidak di sekolah yang aku inginkan. Tapi terkadang..rasa malas untuk bersekolah sering menghantui diriku. Aku lebih menyukai pelajaran di pondok pesantren dibandingkan di sekolahku. Pernah suatu hari terbersit dalam niatku untuk tidak bersekolah lagi di Madrasah Aliyah tersebut. Aku minta izin dari pondok pesantren untuk pulang ke rumah membicarakan keinginanku tersebut pada orang tuaku. Sesampainya di rumah aku bilang sama orang tuaku. “ Bapak, ibu..sepertinya aku tidak mau lagi melanjutkan sekolahku di Madrasah Aliyah. Aku mau belajar pelajaran agama di pesantren saja. Aku tidak mau belajar ilmu umum lagi”. Begitu kataku pada orang tuaku. “ Ya nggak apa-apa, bapak mendukungmu kalau kamu maunya di pondok saja. Memang dari dulu sebenarnya bapak nggak mau kamu sekolah lagi. Bapak maunya kamu mondok saja. Belajar ilmu agama. Itu lebih baik. Toh kamu ini perempuan, untuk apa sekolah tinggi-tinggi. Ngabis-ngabisin biaya saja. Meskipun sekolah tinggi, ujung-ujungnya kamu juga bakalan di dapur besok kalau sudah menikah”. Begitulah jawaban ayahku. Akan tetapi...jawaban ibukau sangat lain dari ayahku. “ Sofia..kalau menurut ibu..ilmu agama itu memang penting, tapi ilmu umum juga penting. Meskipun kamu perempuan tapi ibu ingin kamu menjadi wanita yang maju, sukses, tidak seperti ibumu ini”. Begitu jawaban ibuku. Yah..memang dari dulu ayah dan ibuku berbeda pendapat tentang masalah pendidikanku. Aku merasa bimbang saat mendengar pendapat yang berbeda dari kedua orang tuaku. Di dalam hati...aku merasa malas untuk melanjutkan sekolahku dan itu didukung oleh ayahku. Tapi di sisi lain ibuku sangat berharap kalau aku harus melanjutkan sekolahku. Sudah tiga hari aku berada di rumah tapi aku masih belum bisa memutuskan apa yang harus aku lakukan. Sampai akhirnya aku minta izin pada orang tuaku untuk kembali ke pondok pesantren. Ternyata..setelah aku sampai di pondok pesantren, di situ teman-teman, para ustadz dan ustadzah sedang ramai memperbincangkan masalah aku mau putus sekolah. Di situ ada seorang ustadz yang sangat aku kagumi karena kecerdasannya. Beliau bilang padaku” Sofia...menurut pak ustadz..Sofia jangan sampai putus sekolah, pak ustadz percaya kalau Sofia juga bisa menjadi siswa yang berprestasi di sekolah, seperti Sofia berprestasi di pesantren ini. Ingat lho Sofia..kalau Sofia putus sekolah pasti besok Sofia akan menyesal”. Mendengar perkataan pak ustadz..aku jadi teringat juga dengan perkataan ibuku. Dan akhirnya..akupun memutuskan untuk kembali bersekolah keesokan harinya.

Hari- hari di pesantren dan di sekolah aku lalui dengan berbagai macam kegiatan. Memang...rasanya sedikit sekali waktu untuk aku bisa beristirahat, karena memang kegiatanku sangat padat sekali. Pernah suatu hari karena di pesantren ada kegiatan sampai larut malam, pagi harinya aku merasa sangat ngantuk sekali di sekolah. Waktu itu..jam pelajaran pertama adalah pelajaran Matematika. Di lokal aku duduk di barisan meja paling depan. Rasanya aku sudah tidak bisa menahan lagi rasa kantuk yang ada. Dan akhirnya....”Duggg..hidungku yang pesek ini terbentur sisi meja karena aku mengantuk”. ( Hahahahaha.....) terdengar riuh suara tawa dari teman-temanku. Betapa sangat malunya diriku karena tidak bisa menahan rasa kantukku. Kemudian “Bu Eni” guru mata pelajaran Matematikaku segera meminta aku untuk mencuci mukaku di kamar mandi.

Hari-berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, akhirnya aku berhasil naik ke kelas XI. Tapi aku hanya bisa mendapatkan rangking sepuluh besar saja di kelas X.

Dipertengahan semester pertama kelas XI kami mendapat teman baru siswa pindahan dari sekolah lain. Ketika guruku menyuruhnya berkenalan di depan kelas..betapa kagetnya aku. Ternyata teman baruku itu adalah “Hasan” laki-laki yang aku sukai dulu waktu sekolah di SMP. Dan bahkan Hasan pun juga masuk di pondok pesantren tempat aku nyantri. Sampai sekarang aku masih memendam rasa suka pada Hasan itu rapat-rapat jauh di lubuk hatiku.

Meskipun aku dan Hasan dulu pernah akrab, akan tetapi sekarang kami seperti orang yang tidak pernah kenal sebelumnya. Aku pendiam dan pemalu, dan..Hasanpun juga demikian. Kami sering bertatap muka tapi tak pernah bertegur sapa. Semua teman-temanku tak ada yang tahu kalau aku dulu pernah mengenal Hasan.

Setahun sudah berlalu sejak Hasan pindah ke sekolahku dan berada pada satu pesantren yang sama. Di pesantren..banyak teman-teman yang iseng menjodohkanku dengan Hasan. Karena kata mereka aku dan Hasan sangat cocok, dan mempunyai karakter yang sama. Kebetulan teman-temanku di pesantren adalah teman-temanku juga di sekolah. Jadi mereka tahu bagaimana sifat dan karakterku. Betapa malunya diriku ketika teman-temanku meledekku dengan Hasan. Saat itu ketika aku bertemu dengan Hasan aku selalu menghindar.

Suatu hari...pada tanggal 12 November tepatnya pada hari sabtu sesudah jam pelajaran terakhir yaitu pelajaran Sejarah. Ada kenangan yang tak terlupakan sampai saat ini. Saat itu..aku dipanggil oleh temanku yang bernama “ Tari”. Dia berada satu kelas dengan Hasan yaitu di kelas XII.B. “ Sofia sini ada yang mau aku bicarakan sama kamu”. Kata temanku itu. Mendengar temanku memanggilku akupun segera datang menemuinya di kelasnya. “ Ada apa tari? Apa yang mau kamu bicarakan? Tanyaku kepada Tari. Betapa terkejutnya diriku ketika sorot mataku memandang sudut ruang kelas Tari di situ di bangku paling belakang duduk seorang laki-laki yang sangat aku kagumi yaitu “ Hasan”. Perasaanku campur aduk tak karuan. “ Ada apa Tari? Kembali aku bertanya kepada Tari yang tadi memanggilku. “ Itu lho...Hasan mau ngomong sesuatu sama kamu” Jawab Tari. Mendengar Tari berkata begitu..semakin berdebar rasa jantungku. Seakan-akan jantungku itu mau copot. “ Ada apa Hasan?”..aku memberanikan diriku untuk menyapanya. Lalu iapun datang mendekatiku. Dia duduk jarak satu bangku di depanku.”Sofia..maaf jika aku mengatakan ini. “ Aku suka sama kamu”. “Apakah kau juga suka sama aku?” Mendengar Hasan mengatakan itu, aku seperti tersambar petir di siang bolong. Hatiku “dagg’ digg, dugg” tak karuan, jantungku berdegup tak beraturan, antara senang dan malu. Senang...karena cinta yang ku pendam selama bertahun-tahun akhirnya bersambut juga. Malu karena.. ya...aku memang menjadi seorang gadis yang pemalu. Akhirnya...dengan tersipu malu aku menjawab “ iya” hanya satu kata itu yang mampu aku lontarkan dari bibirku dan setelah itu aku lari keluar dari kelas karena aku sangat malu mengakuinya.

Kini..aku dan Hasan telah resmi menjalin hubungan yang lebih dari teman. Istilah kerennya adalah Pacaran. Tapi...meskipun aku dan Hasan saling mencintai anehnya kami berdua tidak pernah saling bertegur sapa. Baik ketika bertemu di sekolah maupun ketika bertemu di pesantren. Yah...kami hanya menyimpan cinta kami dalam diam. Karena kami mempunyai prinsip “jodoh tak kan tertukar” dan kami berusaha semaksimal mungkin agar tidak melanggar hukum-hukum agama. Ya...kami tidak pernah berpacaran seperti anak-anak ABG lainnya.

Tak terasa sudah setahun kami menjalin cinta dalam diam, sampai akhirnya hari perpisahan sekolahpun tiba. Di hari itu...setelah penyerahan Ijazah aku dan Hasan berfoto berdua tapi aku dan Hasan tidak berani berdekatan. Jarak antara aku dan Hasan berdiri sekitar 50 cm. Foto itu kami cetak menjadi dua dan masing-masing dari kami memegang satu lembar foto. Sebelum kami berpisah, Hasan bertanya kepadaku” Sofia kamu mau kuliah apa tidak?” Aku pun menjawab “ Iya” tapi mungkin aku kuliah di tempat yang terjangkau saja dengan tempat tinggalku. Soalnya ibuku sudah mencarikan sekolah tempat aku mengajar”. Seperti itu jawabku. “ Mungkin kita akan berpisah dan lama tidak akan bertemu setelah ini, karena orang tuaku sudah memilihkan salah satu Universitas yang ada di kota”. Demikian Hasan berkata padaku. “ Tapi kamu jangan cemas Sofia”. Meskipun kita berjauhan dan tidak pernah bertemu, yakinlah kalau tulang rusuk akan kembali kepada pemiliknya”. Demikian pesan Hasan kepadaku. Betapa indah dan merdunya kalimat yang diucapkan Hasan itu. Sampai berhari-hari kata-kata itu masih terngiang di telingaku.

Beberapa hari setelah perpisahan di sekolah, orang tuaku pun menjemput aku ke pesantren. Ibuku meminta izin kepada pak kyai untuk membawaku pulang ke rumah. Karena ibuku sudah mencarikan aku tempat untuk mengajar di Sekolah Dasar yang ada di desaku. Meskipun aku baru tamat Madrasah Aliyah.

Sejak saat itu..aku terpisah dengan Hasan kembali. Karena aku sudah pulang ke rumah, sedangkan Hasan masih berada di pondok pesantren. Sampai akhirnya tiba pembukaan pendaftaran kuliah di salah satu Universitas yang ada di kabupaten tempat tinggalku. Aku minta izin kepada orang tuaku untuk mendaftar kuliah. “ Bapak..ibu..aku mau mendaftar kuliah” kataku pada orang tuaku. “Kuliah???? Untuk apa kau kuliah. Dari dulu bapak sudah bilang kau itu perempuan untuk apa sekolah tinggi-tinggi!!! Lagian mau pakai apa biaya kuliah kamu! Demikian ayahku menjawabku dengan nada yang tinggi seolah-olah sedang marah padaku. “ Sofia..tunggulah tahun depan dulu kalau kamu mau kuliah. Berhentilah dulu, biarlah bapak dan ibumu ini bernafas dulu untuk tidak memikirkan biaya kuliahmu” Demikian jawab ibuku. Mendengar jawaban kedua orang tuaku yang tidak mendukungku untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi aku pun merasa putus harapan.

Pagi itu, dengan suasana hati yang sedih akupun memberanikan diri untuk pergi ke rumah Fira sahabatku. Ya...sahabat baikku di waktu SMP. Setelah bertemu dengannya aku berbicara panjang lebar tentang Hasan, ( karena aku sudah tahu bahwa Fira dan Hasan sudah putus ketika mereka kelas X, dan sekarang Fira sudah punya pacar yang lain lagi). Aku juga berbicara tentang keinginanku untuk melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi yang ada di Kabupaten kami. Dan juga bagaimana sikap orang tuaku yang tidak memberikan dukungan kepadaku. Setelah berbicara panjang lebar, Firapun berkata “ Ayo kita berdua daftar saja dulu”. Aku juga mau kuliah di tempat yang sama denganmu saja. Aku tidak mau jauh-jauh kuliahnya karena aku juga ingin mandiri sepertimu. Aku ingin mencari sekolah tempat honor juga. Kalau untuk biaya pendaftaran kan nggak terlalu banyak. Jadi.. aku bisa meminjamkan uang dulu padamu untuk biaya pendaftaran. Bagaimana menurutmu? Mendengar Fira berkata demikian betapa senang dan leganya hatiku. Dalam hati aku berkata “ Maafkan aku bapak..ibu...karena aku tidak mengindahkan perkataanmu” Dari dulu aku ingin sekali menjadi seorang guru seperti ibu “Lisa” wali kelasku sewaktu SMP”. Aku bergumam lagi dalam hati “ Ada niat pasti ada jalan”. Demikianlah aku menguatkan tekadku untuk melangkah demi meraih dan mewujudkan impianku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantap

06 Feb
Balas

Syukron pak

08 Feb
Balas



search

New Post