Never Give up bagian 4
Hari ini, saat pertama kali aku mengenakan seragam putih abu-abu aku merasa sangat senag. Tak bisa dipungkiri, masa putih abu-abu adalah masa dimana kita memasuki dunia dengan wajah yang baru. Berawal dari masa mencari jati diri sampai menjadi sosok yang seolah-olah sudah menemukan jati dirinya. Masa ini adalah masa dimana saeorang remaja melangkah menuju masa dewasa.
Pada masa putih abu-abu ini banyak sekali teman-teman baru yang aku dapatkan. Teman-teman yang berasal dari lain daerah dan juga ada yang berasal dari lain provinsi. Pada awal masuk sekolah ini, aku merasa sangat takut. Takut saat membayangkan ekspresi wajah kakak kelas ketika Matsama ( Masa Ta’aruf Siswa Madrasah) yang penuh dengan aturan. Saat itu kami para siswa baru disuruh memakai topi dari kardus, berkalung rafia yang diberi bandul tutup botol sprite, dan masih banyak lagi permainan konyol harus kami lakukan dan itu merupakan permainan lucu bagi kakak kelas kami. Walaupun sebenarnya semua kejahilan, dan aturan yang kakak kelas berikan kepada kami siswa-siswi baru adalah merupakan pembentukan kedisiplinan kepada kami semua.
Saat itu jam menunjukkan pukul 07.20 pagi. Aku berangkat menuju sekolah setengah berlari karena aku tahu mungkin aku akan terlambat. Sebenarnya aku sedikit terlambat hari ini bukan karena aku bangun kesiangan. Akan tetapi karena mesin air di pesantren macet sehingga kami harus antre mandi dengan menimba air sumur. “ Sofia ayo cepat! Kita sudah terlambat”. Kata salah seorang temanku. Aku dan temankupun segera berangkat ke sekolah. Dan...sesudah sampai depan sekolah ternyata...” ( sreeekkk...) terdengar pintu pagar sekolah ditutup oleh pak satpam. “ Astaghfirullahal adzim...kita terlambat” kataku kepada temanku. Aku betul-betul sangat takut dan malu, karena aku adalah siswa baru. Dan hari ini kami masih dalam masa orientasi. “ Ya Allah...kita terkurung di luar”. Demikian kata temanku. “ Lalu apa yang harus kita lakukan? “ (Jawabku). “Kita panggil saja pak satpam minta bukain gerbangnya” demikian kata temanku. “ Pak satpam..pak..!! panggil kami kepada pak satpam yang sedang duduk di posnya. “ Iya..ada apa? Kalian mau masuk? ( tanya pak satpam pada kami) “ iya pak...mohon maaf kami terlambat karena kami tadi terlalu lama antre mandi”. Tolong bukain gerbangnya ya pak? ( pinta kami pada pak satpam). Pak satpam yang baik hati itupun segera membukakan pintu gerbang untuk kami. “Sreek...terdengar suara pintu gerbang dibuka oleh pak satpam. “terimakasih pak”..kata kami kepada pak satpam. Setelah kami masuk ke halaman sekolah ternyata semua teman-teman sudah berkumpul dan siap untuk melaksanakan kegiatan orientasi. Kemudian salah seorang dari kakak kelas memanggil kami “ Heyy...kalian berdua yang terlambat cepat kesini!!”. Aku dan temankupun segera maju mendekat. Rasa malu dan takut menyelimuti diriku.” Apa hukuman yang akan diberikan kakak kelas kepadaku ya? ( tanyaku dalam hati ). “ cepat kalian berdua berlari mengelilingi halaman sekolah ini sebanyak 10 kali sambil mengatakan “ aku berjanji tidak akan terlambat lagi”. “Baik kak..” ( jawab kami kepada kakak kelas). Kamipun segera melaksanakan hukuman yang diberikan kakak kelas kepada kami. Setelah itu kami ikut bergabung dengan teman-teman yang lain mengikuti kegiatan orientasi selanjutnya.
Selama tiga hari kami melaksanakan kegiatan matsama atau orientasi siswa baru. Dan Alhamdulillah sekarang kegiatan itu sudah selesai. Kini kami semua siswa baru sudah dapat bernafas lega karena sudah terbebas dari semua kegiatan yang penuh dengan aturan waktu matsama, dan telah keluar dari belenggu kakak-kakak kelas yang jahil. Sekarang..adalah saatnya kami masuk ke lokal yang telah ditentukan.
Di madrasah tempat aku sekolah untuk kelas X ( sepuluh ) kami dibagi menjadi 4 lokal. yaitu lokal X.A, X.B, X.C dan X.D. Dan aku masuk pada lokal X.A. Di madrasah ini aku memiliki karakter yang berbeda jika dibanding waktu aku sekolah di SMP dulu. Entah kenapa aku menjadi pendiam dan pemalu. Meski begitu, ada teman yang bilang kalau katanya aku murah senyum. Oh ya..selain aku sekolah di Madrasah Aliyah itu, aku juga nyantri di salah satu pondok pesantren yang berada dekat dengan sekolahku. Kata orang tuaku biar aku tidak bolak-balik ke rumah karena memang jarak antara sekolah dan rumahku sangat jauh.
Pada saat duduk di bangku kelas X ada perasaan malas yang hinggap dalam diriku. Aku tidak lagi menjadi siswa yang menonjol seperti waktu SMP dulu. Prestasiku malah lebih unggul di pondok pesantren dibandingkan di Madrasah aliyah tempat aku bersekolah. Mungkin..itu semua terjadi karena keinginanku untuk masuk ke SMA favorit tidak terpenuhi karena alasan ekonomi orang tuaku. Ya sudah...lupakan saja itu. Toh..yang penting aku masih bisa mengenyam pendidikan SLTA meskipun tidak di sekolah yang aku inginkan. Tapi terkadang..rasa malas untuk bersekolah sering menghantui diriku. Aku lebih menyukai pelajaran di pondok pesantren dibandingkan di sekolahku. Pernah suatu hari terbersit dalam niatku untuk tidak bersekolah lagi di Madrasah Aliyah tersebut. Aku minta izin dari pondok pesantren untuk pulang ke rumah membicarakan keinginanku tersebut pada orang tuaku. Sesampainya di rumah aku bilang sama orang tuaku. “ Bapak, ibu..sepertinya aku tidak mau lagi melanjutkan sekolahku di Madrasah Aliyah. Aku mau belajar pelajaran agama di pesantren saja. Aku tidak mau belajar ilmu umum lagi”. Begitu kataku pada orang tuaku. “ Ya nggak apa-apa, bapak mendukungmu kalau kamu maunya di pondok saja. Memang dari dulu sebenarnya bapak nggak mau kamu sekolah lagi. Bapak maunya kamu mondok saja. Belajar ilmu agama. Itu lebih baik. Toh kamu ini perempuan, untuk apa sekolah tinggi-tinggi. Ngabis-ngabisin biaya saja. Meskipun sekolah tinggi, ujung-ujungnya kamu juga bakalan di dapur besok kalau sudah menikah”. Begitulah jawaban ayahku. Akan tetapi...jawaban ibukau sangat lain dari ayahku. “ Sofia..kalau menurut ibu..ilmu agama itu memang penting, tapi ilmu umum juga penting. Meskipun kamu perempuan tapi ibu ingin kamu menjadi wanita yang maju, sukses, tidak seperti ibumu ini”. Begitu jawaban ibuku. Yah..memang dari dulu ayah dan ibuku berbeda pendapat tentang masalah pendidikanku. Aku merasa bimbang saat mendengar pendapat yang berbeda dari kedua orang tuaku. Di dalam hati...aku merasa malas untuk melanjutkan sekolahku dan itu didukung oleh ayahku. Tapi di sisi lain ibuku sangat berharap kalau aku harus melanjutkan sekolahku. Sudah tiga hari aku berada di rumah tapi aku masih belum bisa memutuskan apa yang harus aku lakukan. Sampai akhirnya aku minta izin pada orang tuaku untuk kembali ke pondok pesantren. Ternyata..setelah aku sampai di pondok pesantren, di situ teman-teman, para ustadz dan ustadzah sedang ramai memperbincangkan masalah aku mau putus sekolah. Di situ ada seorang ustadz yang sangat aku kagumi karena kecerdasannya. Beliau bilang padaku” Sofia...menurut pak ustadz..Sofia jangan sampai putus sekolah, pak ustadz percaya kalau Sofia juga bisa menjadi siswa yang berprestasi di sekolah, seperti Sofia berprestasi di pesantren ini. Ingat lho Sofia..kalau Sofia putus sekolah pasti besok Sofia akan menyesal”. Mendengar perkataan pak ustadz..aku jadi teringat juga dengan perkataan ibuku. Dan akhirnya..akupun memutuskan untuk kembali bersekolah keesokan harinya.
Hari- hari di pesantren dan di sekolah aku lalui dengan berbagai macam kegiatan. Memang...rasanya sedikit sekali waktu untuk aku bisa beristirahat, karena memang kegiatanku sangat padat sekali. Pernah suatu hari karena di pesantren ada kegiatan sampai larut malam, pagi harinya aku merasa sangat ngantuk sekali di sekolah. Waktu itu..jam pelajaran pertama adalah pelajaran Matematika. Di lokal aku duduk di barisan meja paling depan. Rasanya aku sudah tidak bisa menahan lagi rasa kantuk yang ada. Dan akhirnya....”Duggg..hidungku yang pesek ini terbentur sisi meja karena aku mengantuk”. ( Hahahahaha.....) terdengar riuh suara tawa dari teman-temanku. Betapa sangat malunya diriku karena tidak bisa menahan rasa kantukku. Kemudian “Bu Eni” guru mata pelajaran Matematikaku segera meminta aku untuk mencuci mukaku di kamar mandi.
Hari-berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, akhirnya aku berhasil naik ke kelas XI. Tapi aku hanya bisa mendapatkan rangking sepuluh besar saja di kelas X.
Dipertengahan semester pertama kelas XI kami mendapat teman baru siswa pindahan dari sekolah lain. Ketika guruku menyuruhnya berkenalan di depan kelas..betapa kagetnya aku. Ternyata teman baruku itu adalah “Hasan” laki-laki yang aku sukai dulu waktu sekolah di SMP. Dan bahkan Hasan pun juga masuk di pondok pesantren tempat aku nyantri. Sampai sekarang aku masih memendam rasa suka pada Hasan itu rapat-rapat jauh di lubuk hatiku.
Meskipun aku dan Hasan dulu pernah akrab, akan tetapi sekarang kami seperti orang yang tidak pernah kenal sebelumnya. Aku pendiam dan pemalu, dan..Hasanpun juga demikian. Kami sering bertatap muka tapi tak pernah bertegur sapa. Semua teman-temanku tak ada yang tahu kalau aku dulu pernah mengenal Hasan.
Setahun sudah berlalu sejak Hasan pindah ke sekolahku dan berada pada satu pesantren yang sama. Di pesantren..banyak teman-teman yang iseng menjodohkanku dengan Hasan. Karena kata mereka aku dan Hasan sangat cocok, dan mempunyai karakter yang sama. Kebetulan teman-temanku di pesantren adalah teman-temanku juga di sekolah. Jadi mereka tahu bagaimana sifat dan karakterku. Betapa malunya diriku ketika teman-temanku meledekku dengan Hasan. Saat itu ketika aku bertemu dengan Hasan aku selalu menghindar.
Suatu hari...pada tanggal 12 November tepatnya pada hari sabtu sesudah jam pelajaran terakhir yaitu pelajaran Sejarah. Ada kenangan yang tak terlupakan sampai saat ini. Saat itu..aku dipanggil oleh temanku yang bernama “ Tari”. Dia berada satu kelas dengan Hasan yaitu di kelas XII.B. “ Sofia sini ada yang mau aku bicarakan sama kamu”. Kata temanku itu. Mendengar temanku memanggilku akupun segera datang menemuinya di kelasnya. “ Ada apa tari? Apa yang mau kamu bicarakan? Tanyaku kepada Tari. Betapa terkejutnya diriku ketika sorot mataku memandang sudut ruang kelas Tari di situ di bangku paling belakang duduk seorang laki-laki yang sangat aku kagumi yaitu “ Hasan”. Perasaanku campur aduk tak karuan. “ Ada apa Tari? Kembali aku bertanya kepada Tari yang tadi memanggilku. “ Itu lho...Hasan mau ngomong sesuatu sama kamu” Jawab Tari. Mendengar Tari berkata begitu..semakin berdebar rasa jantungku. Seakan-akan jantungku itu mau copot. “ Ada apa Hasan?”..aku memberanikan diriku untuk menyapanya. Lalu iapun datang mendekatiku. Dia duduk jarak satu bangku di depanku.”Sofia..maaf jika aku mengatakan ini. “ Aku suka sama kamu”. “Apakah kau juga suka sama aku?” Mendengar Hasan mengatakan itu, aku seperti tersambar petir di siang bolong. Hatiku “dagg’ digg, dugg” tak karuan, jantungku berdegup tak beraturan, antara senang dan malu. Senang...karena cinta yang ku pendam selama bertahun-tahun akhirnya bersambut juga. Malu karena.. ya...aku memang menjadi seorang gadis yang pemalu. Akhirnya...dengan tersipu malu aku menjawab “ iya” hanya satu kata itu yang mampu aku lontarkan dari bibirku dan setelah itu aku lari keluar dari kelas karena aku sangat malu mengakuinya.
Kini..aku dan Hasan telah resmi menjalin hubungan yang lebih dari teman. Istilah kerennya adalah Pacaran. Tapi...meskipun aku dan Hasan saling mencintai anehnya kami berdua tidak pernah saling bertegur sapa. Baik ketika bertemu di sekolah maupun ketika bertemu di pesantren. Yah...kami hanya menyimpan cinta kami dalam hati masing-masing. Tak pernah kami pupuk rasa cinta itu dengan kata-kata manis dari bibir. Tak pernah juga kami pupuk rasa cinta itu dengan saling bertemu. Kami biarkan rasa cinta itu tumbuh dan berkembang dengan sendirinya di dalam hati. “Hasan..aku mencintaimu karena Allah”. Aku mencintaimu dalam diam”. Melihatmu dari kejauhan saja aku sudah merasa sangat bahagia. Kutitipkan rinduku ini kepada Allah. Kulantunkan dzikir-dzikir kepada Allah disaat rasa rinduku padamu hinggap di dalam kalbuku.” Alaa bidzikrillahi Tathtma’inul Qulub” Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang”. Kalimat inilah yang selalu berusaha aku tanamkan dalam hatiku. Cinta dalam diamku ini adalah bukti bahwa aku sangat memuliakanmu. Aku tidak ingin menjerumuskanmu ke dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah. “Jodoh tak akan pernah tertukar” itulah motivasi cintaku padamu. Aku akan berusaha semaksimal mungkin agar tidak melanggar hukum-hukum agama. Ya...aku dan Hasan tidak pernah berpacaran seperti anak-anak ABG lainnya.
Tak terasa sudah setahun sudah kami menjalin cinta dalam diam, sampai akhirnya hari perpisahan sekolahpun tiba. Di hari itu...setelah penyerahan Ijazah aku dan Hasan berfoto berdua tapi aku dan Hasan tidak berani berdekatan. Jarak antara aku dan Hasan berdiri sekitar 50 cm. Foto itu kami cetak menjadi dua dan masing-masing dari kami memegang satu lembar foto. Sebelum kami berpisah, Hasan bertanya kepadaku” Sofia kamu mau kuliah apa tidak?” Aku pun menjawab “ Iya” tapi mungkin aku kuliah di tempat yang terjangkau saja dengan tempat tinggalku. Soalnya ibuku ingin aku membantunya di rumah”. Seperti itu jawabku. “ Mungkin kita akan berpisah dan lama tidak akan bertemu setelah ini, karena orang tuaku sudah memilihkan tempat kuliahku di salah satu Universitas yang ada di kota”. Demikian Hasan berkata padaku. “ Tapi kamu jangan cemas Sofia”. Meskipun kita berjauhan dan tidak pernah bertemu, yakinlah kalau tulang rusuk akan kembali kepada pemiliknya”. Demikian pesan Hasan kepadaku. Betapa indah dan merdunya kalimat yang diucapkan Hasan itu. Sampai berhari-hari kata-kata itu masih terngiang di telingaku.
Beberapa hari setelah perpisahan di sekolah, orang tuaku pun menjemput aku ke pesantren. Ibuku meminta izin kepada pak kyai untuk membawaku pulang ke rumah.
Sejak saat itu..aku terpisah dengan Hasan kembali. Karena aku sudah pulang ke rumah, sedangkan Hasan masih berada di pondok pesantren. Sampai akhirnya tiba pembukaan pendaftaran kuliah di salah satu Universitas yang ada di kabupaten tempat tinggalku. Aku minta izin kepada orang tuaku untuk mendaftar kuliah. “ Bapak..ibu..aku mau mendaftar kuliah” kataku pada orang tuaku. “Kuliah???? Untuk apa kau kuliah. Dari dulu bapak sudah bilang kau itu perempuan untuk apa sekolah tinggi-tinggi!!! Lagian mau pakai apa biaya kuliah kamu! Demikian ayahku menjawabku dengan nada yang tinggi seolah-olah sedang marah padaku. “ Sofia..tunggulah tahun depan dulu kalau kamu mau kuliah. Berhentilah dulu, biarlah bapak dan ibumu ini bernafas dulu untuk tidak memikirkan biaya kuliahmu” Demikian jawab ibuku. Mendengar jawaban kedua orang tuaku yang tidak mendukungku untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi aku pun merasa putus harapan.
Pagi itu, dengan suasana hati yang sedih akupun memberanikan diri untuk pergi ke rumah Fira sahabatku. Ya...sahabat baikku di waktu SMP. Setelah bertemu dengannya aku berbicara panjang lebar tentang Hasan, ( karena aku sudah tahu bahwa Fira dan Hasan sudah putus ketika mereka kelas X, dan sekarang Fira sudah punya pacar yang lain lagi). Aku juga berbicara tentang keinginanku untuk melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi yang ada di Kabupaten kami. Dan juga bagaimana sikap orang tuaku yang tidak memberikan dukungan kepadaku. Setelah berbicara panjang lebar, Firapun berkata “ Ayo kita berdua daftar saja dulu”. Aku juga mau kuliah di tempat yang sama denganmu saja. Aku tidak mau jauh-jauh kuliahnya karena aku juga ingin membantu ibuku di rumah. Ibuku sangat sibuk..pergi pagi, pulang terkadang udah malam. ( Karena ibunya Fira adalah seorang pedagang). Kalau untuk biaya pendaftaran kan nggak terlalu banyak. Jadi.. aku bisa meminjamkan uang dulu padamu untuk biaya pendaftaran. Bagaimana menurutmu? Mendengar Fira berkata demikian betapa senang dan leganya hatiku. Akupun menjawab “iya” terimakasih Fira. Dalam hati aku berkata “ Maafkan aku bapak..ibu...karena aku tidak mengindahkan perkataanmu” Dari dulu aku ingin sekali menjadi seorang guru seperti ibu “Lisa” wali kelasku sewaktu SMP”. Aku bergumam lagi dalam hati “ Ada niat pasti ada jalan”. Demikianlah aku menguatkan tekadku untuk melangkah demi meraih dan mewujudkan impianku.
Keesokan harinya aku berpamitan kepada ibuku. “ Ibu..aku minta izin mau pergi ke tempat Fira”. Aku tidak mengatakan kepada ibuku kalau hari ini aku akan mendaftar kuliah bersama Fira. “ Maafkan aku ibu..ini semua aku lakukan untuk meraih impianku di masa depan”. Setelah mendapat izin dari ibu, akupun pergi ke rumah Fira dengan hanya membawa uang sepuluh ribu rupiah yang diberikan oleh ibuku. Uang ini hanya untuk membayar ongkos naik angkot dari rumahku ke rumah Fira saja. Memang bisa dibilang aku mendaftar kuliah dengan modal “nekat”. Aku naik angkot dan turun tepat di depan rumah Fira. Begitu aku turun dari angkot ternyata Fira sudah menungguku dengan motornya di depan rumah. “ Sofia ayo kita langsung berangkat saja ya? Ajak Fira kepadaku, akupun menganggukkan kepalaku tanda menyetujui ajakan Fira sahabatku. Kemudian aku dan Fira berangkat menuju kampus untuk mendaftar kuliah dengan menumpang motor Fira. “ Alhamdulullah..aku mempunyai sahabat sebaik Fira”. Kataku dalam hati.
Sesampainya di kampus kami berdua langsung mengisi formulir pendaftaran dan melengkapi semua persyaratan, termasuk biaya pendaftaran. “Fira..kamu jadikan meminjamkan uang untuk biaya pendaftaran kepadaku”. “Tenang saja Sofia...semua telah aku siapkan”. Terimakasih Fira...” “ Udah...santai saja jangan berterimaksih terus kepadaku”. Kata Fira. Setelah proses pendaftaran selesai akupun pulang ke rumah diantarkan oleh Fira. “ Sampai jumpa lagi bulan depan waktu pelaksanaan test ya...kata Fira kepadaku. “ iya terimakasih Fira..kau sudah mau mengantarkan aku sampai rumah.
Hari-hari sebelum test masuk dilaksanakan aku gunakan untuk belajar. Aku ingin aku bisa diterima menjadi mahasiswa di kampus tersebut. Aku ingin mewujudkan semua impianku. Meskipun sampai saat ini kedua orang tuaku belum tahu kalau aku sudah mendaftar kuliah.
Satu bulan sudah berlalu, dan sekarang adalah jadwalku untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Seperti biasa, pagi hari aku minta izin pada ibuku untuk pergi ke tempat Fira. Memang sengaja aku tidak bilang kepada ibuku kalau sebenarnya aku ingin mengikuti ujian masuk ke perguruan tinggi.” Ibu.. aku mau ke rumahnya Fira” . “ Mau ngapa kamu ke rumahnya Fira? Tanya ibuku. “ Mau main saja bu” Demikian jawabanku. “Tapi ibu tidak punya uang untuk kamu membayar angkot Fia, memangnya mau kamu pergi ke tempat Fira jalan kaki” . Begitu kata ibuku. “ nggak apa-apa bu..aku jalan kaki saja ke rumah Fira”. Demikian jawabku pada ibuku. Di kantong..aki masih mempunyai uang Rp 3.000,- . Uang itu adalah uang sisa dulu waktu aku dikasih sama ibuku. Dalam hati kupasang niat” Bismillahirrahmanirrahiim..meskipun dengan jalan kaki aku harus ke rumah Fira sekarang, karena Fira pasti sudah menungguku di rumahnya. “Meskipun aku harus berjalan kaki menempuh jarak dari rumahku ke rumah Fira sekitar 20 Km aku harus tetap semangat”. Demikian aku berusaha menyemangati diriku. Ketika aku sedang berjalan sejauh sekitar 3 Km dari rumahku, ada motor yang berhenti di depanku dan ternyata itu adalah pamanku. “ Mau kemana Sofia? Kok jalan kaki” paman bertanya padaku” . Aku mau ke rumah temanku Fira jawabku pada paman. “ Ayo paman anterin” demikian kata paman. “ Alhamdulillah...Allah memang akan memberikan jalan kepada hambanya yang berusaha melakukan pekerjaan baik” gumamku dalam hati. Paman mengantarku sampai di depan rumah Fira.
“ Assalamu’alaikum..” aku mengucap salam sambil mengetuk pintu rumah Fira. “ Wa alaikum salam...” Fira menjawab salamku sambil membukakan pintu. “ Duduk dulu Sofia,..tunggu sebentar aku keluarkan motor dulu. Kata Fira. Setelah Fira mengeluarkan motornya kemudian kami berduapun segera berangkat menuju kampus untuk mengikuti ujian masuk.
Sesampainya di kampus kami langsung masuk ke ruangan yang sudah disediakan. Ternyata di dalam ruangan itu sudah banyak calon mahasiswa lain yang sedang bersiap-siap untuk mengikuti ujian. Dan betapa kagetnya aku ternyata salah satu dari calon mahasiswa tersebut adalah Hasan. “ Dalam hati aku bertanya, mengapa Hasan ikut ujian masuk di kampus ini? Apa dia tidak jadi mendaftar ke universitas yang telah dipilihkan oleh orang tuanya?”. Sekilas aku memandang Hasan dari kejauhan dan..betapa malunya aku ketika ternyata Hasan juga memandangku sambil tersenyum. Haduh...akupun jadi salah tingkah. “ Cie..cie...salting ni ye??? Begitu kata Fira meledekku. “ Ah!!..nggak..ayo Fira cepat kita cari tempat duduk kita sebentar lagi ujian dimulai”. Jawabku pada Fira untuk mengalihkan pembicaraan.
Pagi itu, kamipun mengikuti ujian dengan seksama. Setelah selesai mengerjakan ujian aku dan Fira duduk di area tempat parkir depan kampus. Saat kami sedang asyik bercerita terdengar suara Hasan menyapa kami dari belakang “ Assalamu’alaikum”.. kata Hasan. Kami berdua menjawab “wa alaikum salam”..” Hasan..duduklah sini..ada yang mau Sofia tanyakan kepadamu katanya. “ Tidak Hasan..Fira bohong..aku tidak ada ngomong seperti itu sama dia. “ sudahlah...tanyakan saja sama yang bersangkutan. Tadi katanya kamu penasaran kenapa Hasan mendaftar kuliah di sini? Akhirnya dengan malu-malu aku bertanya kepada Hasan. “ Iya Hasan..kenapa kamu tidak jadi kuliah di universitas pilihan orang tuamu? Hasanpun menjawab “ Tidak..setelah aku pikir-pikir aku ingin kuliah disini saja. Lagian bagi bapak dan ibuku tidak jadi masalah kalau aku tidak kuliah di universitas yang sudah mereka pilihkan. Selain itu, karena kamu juga kuliah di sini. Makanya aku memutuskan untuk kuliah di sini juga”. Demikian jawaban Hasan yang sangat membuat aku jadi ke “Gr” an. “ Semoga kita semua nanti bisa diterima di universitas ini. ( aamiiin) demikian aku menimpali jawaban Hasan. Setelah itu, kami kembali ke rumah masing masing.
Sepuluh hari setelah ujian masuk, kini tiba saatnya kami mendapatkan pemberitahuan hasil seleksi ujian kemarin. Aku dan teman-teman yang lain sangat bersemangat menunggu pengumuman tersebut. Pihak kampus memberikan amplop yang berisi keterangan lulus/tidak lulus kepada masing-masing peserta. Dan...betapa bahagianya diriku ketika kubuka amplop tersebut, ternyata aku lulus dan diterima di universitas ini. Demikian juga dengan Hasan dan Fira.
Tak sabar rasa hati ingin segera pulang untuk memberitahukan kabar ini kepada ayah dan ibuku. Tapi...ada juga terbersit rasa takut dalam hatiku, karena aku sudah mendaftar kuliah tanpa izin dari orang tuaku. Sesampainya di rumah, aku melihat ayah dan ibuku sedang duduk di kursi dapur. Lalu dengan perasaan cemas akupun menyodorkan amplop tersebut kepada ibuku. “ Ibu...bapak.. aku minta maaf karena sudah mendaftar kuliah tanpa izin dari bapak dan ibu”. Dan ini suratnya kalau aku sudah lulus seleksi di universitas itu”. Demikian kataku pada orang tuaku. Ibu dan ayahku membuka amplop yang kusodorkan dan membaca selembar kertas yang ada di amplop tersebut. Dan tiba-tiba bapak berkata dengan lantang “Sofia.....Sofia...bapak sudah bilang tidak usah kuliah”. Dasar ngeyel!!!. Tidak menuruti perkataan orang tua, “ Dari mana kami harus membayar biaya kuliahmu ini hah?!! Biaya masuknya saja Rp 6.500.000,- dan itu hanya diberikan waktu satu bulan. Dari mana ayah dan ibumu ini akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam satu bulan Sofia???? Sementara ibuku hanya diam saja sambil memandangi secarik kertas yang masih dipegangnya itu. Dan aku hanya bisa menundukkan kepala dan berharap semoga Allah memberikan jalan yang terbaik agar aku bisa masuk kuliah.
Keesokan harinya kabar bahwa aku ingin kuliah telah menyebar ke seluruh tetangga. Dan gempar bahwa seorang anak gadis dari keluarga miskin ingin kuliah. Begitulah yang terdengar dari tetanggaku.” Haahhh??? Anaknya Si Aisyah mau kuliah??? Sok-sok kali...mau mbayar pakai apa? Makan aja susah. Otak kok nggak dipakai untuk mikir. Dikira biaya kuliah itu tidak mahal? Tidak mungkin Si Aisyah bisa membiayai kuliah anaknya. Apalagi anaknya gadis...untuk apa sekolah tinggi-tinggi. Paling nantinya juga cuman mentok di dapur dan di sumur”. Aku menutup telingaku rapat-rapat dari cibiran para tetanggaku. Aku pura-pura tidak mendengar dan tidak melihat ejekan dari para tetanggaku. Dalam hati aku berkata “ Kenapa aku harus nekat juga jika memang orang tuaku tidak mampu membiayai kuliahku”. Tapi...dalam hati terkecilku aku terus berkata “ ada niat pasti ada jalan”. Cacian dan hinaan terus aku abaikan. Karena memang inilah kenyataan hidup. Jika menjadi orang yang tak mampu maka segalanya diukur dengan uang.” Dalam hati aku mengumpat sendiri”. Tunggu saja jika aku berhasil kuliah besok. Aku pasti akan bisa membuat mulut kalian terdiam”. Bukan hanya tetanggaku saja yang tidak mendukungku kuliah. Bahkan dari keluargaku..paman, bibik, pak de dan budeku juga tidak mendukung keinginanku itu. Tapi ibuku..beliau berpikir sangat panjang untuk masa depanku. Beliau berusaha membujuk ayahku untuk menjual sepetak sawah yang dimilikinya untuk biaya semester awal kuliahku.” Alhamdulillah...berkat kesabaran dan kelembutan hati ibuku akhirnya ayahkupun menyetujui untuk menjual sepetak sawahnya tersebut untuk biaya kuliahku.
Perasaan antara senang dan sedih berkecamuk dalam batinku. Senang karena akhirnya aku bisa kuliah, dan sedih karena orang tuaku harus menjual sawahnya untuk membiayai kuliahku. Pagi itu..saat ibuku memberikan uang hasil penjualan sawahnya kepadaku sebesar Rp 7.000.000,- karena sepetak sawah tersebut hanya dibeli tujuh juta rupiah oleh salah satu bibiku. Ibuku berpesan” Gunakan uang ini yang untuk biaya kuliahmu di semester satu ini. Itu kan masih ada sisa Rp 500.000,- dihemat untuk uang saku dan biaya naik angkotmu. Aku menerima uang yang ibu berikan sambil menangis. Dalam hati aku berjanji “ Kalau aku akan selalu membahagiakan orang tuaku. Aku akan membuat kedua orang tuaku bangga kepadaku”.
Dengan cerita panjang ini, akhirnya aku resmi menjadi seorang mahasiswa tarbiyah prodi PGSDI/MI. Aku hanya mengambil tingkat D.2 saja untuk kuliahku karena aku b erencana sesudah mendapat gelar D.2 maka akau akan langsung mencari pekerjaan.
Hari-hari ku lalui untuk menjalani kegiatan kuliahku. Aku yang tidak punya kendaraan sendiri terpaksa harus menumpang dengan sahabatku Fira. Sungguh beruntung sekali aku mempunyai sahabat seperti dia. Sahabat sejati yang tidak pernah pergi meskipun aku sedang susah hati. Fira rela dan ikhlas memberikan tumpangan kepadaku baik ketika berangkat maupun pulang kuliah. Bahkan tidak jarang dia menjemput dan mengantarku sampai rumah, agar aku tidak perlu naik angkot lagi untuk menuju rumahnya atau dari rumahnya ke runahku.
Betapa senang aku bisa kuliah bersama Fira dan juga Hasan dalam satu lokal yang sama. Yah..meskipun aku dan Hasan berada dalam satu lokal yang sama dan statusnya aku masih menjalin hubungan dengan Hasan, tetapi sikap kami masih seperti waktu dulu duduk di bangku SLTA. Kami tak pernah sekalipun bertegur sapa. Sehingga teman-temanku yang lain tidak tahu kalau sebenarnya antara aku dan Hasan saling mencintai. Temanku yang mengetahui hubungan kami berdua hanyalah Fira.
Suatu hari..di kampus ada seorang teman laki-laki yang selalu berusaha untuk mendekatiku. Ketika aku sedang berada di kantin..ketika aku sedang istirahat duduk-duduk di depan kampus dia selalu berusaha untuk menggodaku. “ Sofia..aku terpesona dengan kelembutan sikapmu, dan keindahan matamu. Maukah kau menjadi pacarku? Tanya laki-laki itu merayuku. Entah dia benar mencintaiku atau hanya main-main saja, tapi aku tak pernah menganggapnya serius dan tidak pernah memperdulikan rayuannya. Aku hanya menjawabnya dengan sedikit senyuman. Dalam hati aku berkata bahwa “ di hatiku hanya ada Hasan”. Tapi aku tidak bisa mengumbar cintaku di depan teman-temanku. Biarlah Allah yang menentukan nasib cintaku dengan Hasan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar