Saifi Yunianto

Pengabdi di SMPN 2 Rembang Kab. Pasuruan dan pencari Cahaya di atas cahaya-cahaya ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar dari Kolaborasi Hati
Karakter lahir dari kebiasaan yang konsisten. (Foto:Ardi)

Belajar dari Kolaborasi Hati

Belajar dari Kolaborasi Hati (*

Oleh: Saifi Yunianto

Otak manusia memiliki kemampuan belajar yang tidak statis, tapi elastis. Dengan posisi tersebut, menggunakan sistem berpikir lambat (otak luhurnya) dapat dilakukan lebih sering. Agar sistem berpikir cepat (otak reptil dan mamalia) tidak dominan mengambil alih peran dalam dirinya (lampiran Eksplorasi 1.2_A Nilai Diri). Bermula dari itu, manusia dapat memelajari bagaimana dia tergerak, bergerak, dan menggerakkan.

Beberapa pertanyaan penuntun berikut dapat mempermudah simpulan tentang Guru Penggerak (GP). Pertama, apa yang dipahami tentang nilai dan peran GP? Program Guru Penggerak (PGP), salah satu contohnya, dapat memberi ruang dan luang bagi guru khususnya GP untuk 'merasakan' nikmatnya upaya itu. Sebab, seorang guru dapat tergerak untuk berubah dan mengubah dirinya secara sengaja. Ketika hal itu terjadi, bukan tidak mustahil dia bisa bergerak dan lantas menjadi manusia yang selalu berikhtiar untuk menggerakkan yang lain. Bisa saja sejawat dan murid-muridnya dalam lingkup kecil.

Lantas, kedua, apakah ada keterkaitan antara nilai dan peran GP dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD)? Jelas, ya ada. PGP sebagai wadah untuk memantik guru-guru yang utama adalah pesertanya dapat menggali lagi filosofi pendidikan. Lebih rinci, pemikiran KHD yang menggarisbawahi peran pendidik untuk menuntun anak dan menumbuhkan nilai atau karakter yang dimiliki. Seperti yang terangkum dalam profil pelajar Pancasila. Hal itu tidak terlepas dari satu pesan KHD yang tak lekang waktu. Keteladanan. Ing ngarsa sung tuladha.

Kendati peran yang harus diemban guru tentu tidak ringan, namun asa untuk mempunyainya tidak ada yang mustahil saat karsa bersemayam. Peran tersebut setidaknya dapat menjadi panduan dalam membersamai profil pelajar Pancasila. Kelima butirnya yang meliputi beberapa hal berikut. 1) Menjadi pemimpin pembelajaran, 2) menggerakkan komunitas praktisi, 3) menjadi coach bagi guru lain, 4) mendorong kolaborasi antar guru, dan 5) mewujudkan kepemimpinan murid.

Motivasi guru dalam proses menuntun para murid, misalnya, dapat menghindarkan mereka dari kehilangan haluan. Dengan harapan, mereka dapat menggapai keselamatan dan kebahagiaan. Seperti yang dicanangkan dalam tema besar pendidikan nasional, Merdeka Belajar. Oleh karenanya, profil pelajar Pancasila paling tidak menjadi pendoman bagi pendidikan Indonesia ke depan. Dari pusat sampai pelosok desa, para guru bisa mempraktikkannya dalam ruang-ruang belajar yang lebih kecil.

Kemudian, ketiga, apa strategi yang bisa dilakukan untuk mencapai nilai tersebut? Ya, awalnya memahami nilai yang mesti dimiliki guru, termasuk GP. Sebelum membersamai murid-murid dengan nilai profil pelajar itu, menurut lampiran Eksplorasi 1.2, ada lima nilai guru yang harus menjadi modalnya. Mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid yang dapat beresonansi pada sekitarnya termasuk murid-murid. It really seems impossible till it's done. Tidak hal yang mustahil jika dilakukan. Nah, kelima bekal tersebut bagi saya terutama kolaboratif, inovatif, dan reflektif.

Terakhir, siapa saja yang dapat membantu saya untuk mencapai gambaran diri tersebut? Seperti apa perannya? Satu, Orang-orang terdekat utamanya keluarga. Dua, pimpinan, teman-teman sejawat, dan para wali murid yang dapat saling berkolaborasi dan berbagi. Tiga, semua kalangan yang menaruh perhatian pada pendidikan. Lahan persemaian benih-benih yang tumbuh dan berkembang menjadi bunga yang harum mewangi.

Seperti pohon rindang yang memberi manfaat bagi sekitarnya, saya berusaha untuk itu. Meski tetap harus berkolaborasi. Sebab, keenam dimensi pembentuk profil pelajar Pancasila, antara lain: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif, jelas menjadi sebuah entitas yang tidak terpisah. Jika satu dimensi saja tidak ada, pohon tersebut menjadi tidak lengkap memberi manfaat. Tidak rindang lagi. Tak bermakna.

Satu hal, otak manusia mampu belajar, namun alam bawah sadar menguasainya. 88 persen lebih banyak dimiliki dibanding saat sadar. Singkat kata, softskill terlahir dari ranah tersebut. Salam dan bahagia yang berasal dari hati. Ya, ini nih!

Pejagalan, 21-11-2021

(*: tulisan untuk 1.2.a.9 Koneksi Antar Materi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post