Saifi Yunianto

Pengabdi di SMPN 2 Rembang Kab. Pasuruan dan pencari Cahaya di atas cahaya-cahaya ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bersama Membangun Budaya Positif
Berbagi Bersama. Diseminasi Budaya Positif Sekolah yang dibuka Ibu Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Pasuruan, Dr. Hj. Indah Yudiani, M.Pd. dan dilaksanakan bersama warga sekolah (Foto: Dokumen SMKN Rembang)

Bersama Membangun Budaya Positif

Oleh: Ainul Chusniah, S.Pd.(*

Perkembangan karakter siswa saat ini menjadi topik perbincangan yang mengemuka. Mengapa? Alasannya jelas beragam disampaikan. Tidak hanya guru-guru yang membincangnya, tapi juga para orang tua dan masyarakat yang membersamai mereka. Ternyata, tidak sedikit ditemui siswa yang berperilaku kurang disiplin, melanggar peraturan sekolah, dan berperilaku kurang baik terhadap guru. Hal itu tentu bertolak belakang dengan karakter profil pelajar Pancasila. Karakter yang menjadi pedoman untuk pendidikan di Indonesia dewasa ini.

Berkaitan dengan perilaku kurang disiplin, misalnya, ada siswa yang sering terlambat masuk sekolah. Bahkan, tidak jarang yang memilih bolos. Alasan yang dikemukakan, karena bangun kesiangan. Setelah ditelusuri, penyebabnya adalah begadang. Kebiasaan tidur terlalu malam akibat bermain game. Belum lagi, perilakunya yang kurang baik kepada guru sering juga dilakukan. Tidak jarang sikap cuek ditampilkan ketika bertemu dengan guru di luar kelas. Apalagi, terhadap guru yang tidak mengajar di kelas.

Lantas, bagaimana perilaku tersebut tidak terjadi lagi? Apa cara yang tepat untuk mengubahnya? Sehingga profil pelajar Pancasila menjadi karakter mereka. Sebab, dimensi profil pelajar Pancasila menjadi ciri khas mereka dan cita-cita semua. Baik guru di sekolah, orang tua di rumah, maupun masyarakat di lingkungan. Profil tersebut terdiri dari beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; mandiri; bergotong royong; berkebhinekaan global; bernalar kritis; serta kreatif.

Keenam dimensi itu juga perlu dilihat sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila satu dimensi tidak terwujud, maka profil pelajar tersebut menjadi tidak bermakna. Sebagai contoh, jika siswa yang mempunyai kemampuan bernalar kritis, maka dia dapat menyelesaikan permasalahannya. Apalagi, dia juga mampu mengeluarkan ide yang baru. Namun, dia belum dapat memunculkan dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

Memang tidak seperti membalikkan telapak tangan, perlu bersama-sama bergandengan tangan. Untuk apa? Menumbuhkan karakter profil pelajar Pancasila tersebut, khususnya, Calon Guru Penggerak (CGP) dapat mempelajari dan belajar materi budaya positif. Melalui tema tersebut, harapannya CGP mampu membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara (KHD). Ada enam topik utama dalam modul budaya positif itu. Pertama, perubahan paradigma stimulus respon menjadi teori kontrol. Kedua, arti disiplin dan tiga motivasi perilaku manusia. Ketiga, keyakinan kelas, hukuman, dan penghargaan. Keempat, lima kebutuhan dasar manusia. Kelima, lima posisi kontrol, serta keenam, segitiga restitusi.

Dua pertanyaan sebelumnya paling tidak dapat menjadi pemandu yang dapat mengarahkan untuk mencapai cita-cita semua. Melahirkan generasi yang berkarakter dengan profil pelajar Pancasila. Nah, beberapa hal dapat dilakukan untuk mengantarkannya. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengubah paradigma stimulus respon menjadi teori kontrol. Di dalam teori kontrol, ada poin yang menyebutkan bahwa “Anda tidak bisa mengontrol orang lain” dan “Hanya Anda yang bisa mengontrol diri Anda.”

Begitu pula garis yang sempat dicanangkan KHD jauh sebelum masa kemerdekaan dalam kutipan berikut ini. “Di mana ada kemerdekaan, di situlah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat self-discipline. Yaitu, kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self-discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.” (Modul 1.4 Budaya Positif, PGP)

Jika seorang anak didik atau siswa masih belum mampu melakukan self-discipline, maka sekolah termasuk juga guru harus mendisiplinkan. Dengan cara membangun motivasi internal pada dirinya. Bukan motivasi untuk menghindari hukuman atau untuk mendapatkan imbalan/hadiah. Tapi, agar dia mampu menghargai diri sendiri dan menjadi insan sesuai harapan bersama.

Lalu, hal kedua, membuat keyakinan kelas merupakan salah satu cara membangun budaya positif. Mengapa tidak peraturan kelas? Karena keyakinan kelas memuat nilai-nilai kebajikan universal. Suatu keyakinan akan lebih memotivasi dari dalam diri atau motivasi intrinsik. Sehingga siswa lebih bersemangat menjalankan keyakinan daripada hanya sekadar mengikuti peraturan.

Tidaklah mudah memang membangun budaya positif di sekolah. Namun, dengan bergerak bersama menerapkan materi tersebut diharapkan budaya positif sekolah dapat terbentuk. Pengalaman penulis mengawali dengan membuat keyakinan kelas. Masing-masing siswa diminta untuk menuliskan kelas impiannya. Dari serangkaian aturan kelas yang diinginkan siswa, maka terhimpun untuk dijadikan kesepakatan-kesepakatan bersama yang disebut keyakinan kelas. Selanjutnya, semua siswa membubuhkan tanda tangan. Hasil keyakinan kelas ditempel di dinding kelas, agar semua siswa selalu ingat terhadap kesepakatan yang dibuat bersama.

Bagaimana jika keyakinan kelas sudah terbentuk, tapi masih ada siswa yang melakukan pelanggaran? Melakukan restitusi merupakan salah satu solusinya. Restitusi membantu siswa dalam memperbaiki kesalahan mereka. Mereka diajak untuk mencari apa jalan keluar yang seharusnya dipilih dan dilakukan. Mereka juga akan menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.

Selanjutnya, keterlambatan siswa saat masuk sekolah atau bolos sebagai salah satu contohnya. Dengan alasan lama, karena bangun kesiangan. Setelah memperoleh data siswa yang sering tidak masuk atau terlambat sekolah dari absen kelas, siswa dipanggil dalam satu ruangan. Secara terperinci, segitiga restitusi dapat dilakukan dengan tiga langkah. Pertama, menstabilkan identitas. Siswa tidak langsung dimarahi dan disalahkan, namun mereka diarahkan untuk menemukan cara mengatasinya. Lalu, kedua, menvalidasi kesalahan yang dilakukan. Sembari menanyakan alasan keterlambatannya datang di sekolah. Salah satu respon favoritnya adalah bangun kesiangan, karena main game sampai malam.

Berikutnya, ketiga, menanyakan keyakinan. Siswa diajak berdiskusi tentang keyakinan kelas yang disepakati. Termasuk salah satunya, apakah ada manfaat main game terlalu lama sehingga sampai tidur terlalu malam? Jika siswa menyadari apa yang dilakukan adalah sebuah kesalahan, maka siswa diharapkan untuk menemukan sendiri solusi dari permasalahan tersebut. Solusinya, dia harus mengurangi main game di waktu malam, sehingga tidurnya tidak terlalu malam. Akhirnya, dia dituntun secara sadar menemukan jati diri yang semestinya.

Seperti tepukan tangan tidak dapat terdengar suaranya saat dilakukan dengan sebelah tangan. Artinya, dalam membangun budaya positif di sekolah, tidaklah cukup hanya dilakukan oleh sebagian guru. Apalagi, khususnya CGP saja. Namun, gemuruh tepukan dapat terdengar nyaring jika ditepukkan dengan kedua telapak tangan. Ya jelas, hal tersebut harus dilakukan oleh seluruh warga sekolah tanpa terkecuali. Oleh karenanya, pengimbasan budaya positif perlu dilakukan bagi seluruh warga sekolah, terutama guru.

Bukan tidak mungkin impian melahirkan generasi berkarakter itu terwujud, jika visi yang sama direbut. Apabila masing-masing guru menerapkan konsep budaya positif di lingkungan sekolah, maka profil pelajar Pancasila menjadi karakter kuat pada anak didik dapat terwujud sebagai generasi bangsa. Semoga!

*): CGP Angkatan 4 dan Guru SMKN Rembang Pasuruan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post