Serasa Ijab Kabul tanpa Judul

       Berlatih adalah salah satu cara untuk bisa menampilkan yang terbaik. Apapun kegiatannya dan bagaimanapun acaranya, persiapan menjadi bekal yang dapat dilihat dari hasil yang diraih. Tak keliru, jika dikaitkan dengan ungkapan yang kerap kali digunakan. Hasil tidak mengingkari proses. Begitu pula yang terjadi saat tampil di depan khalayak. 

      Menjadi calon mempelai, seseorang mesti mempersiapkan diri dengan segala upaya yang setidaknya mengurangi rasa groginya ketika ijab kabul. Pun, kala menjadi pembicara dalam suatu forum tertentu, tidak terlepas dari yang disebut persiapan. Wong tentara yang mau berperang saja juga melakukannya. Misalnya, berlatih berbulan-bulan untuk mengasah dan menguji ketangkasannya dalam menghadapi musuh. Bahkan, suatu saat ada teman tentara yang sempat bilang, lebih enak berperang dibanding latihan. Barangkali, lanjutnya, latihan yang dialami terasa lebih berat daripada kondisi perang. 

       Hal yang sama pun dilakukan sang calon mempelai, dia berlatih untuk mengucapkan kalimat akad nikah berkali-kali. Dengan waktu yang tidak sebentar, harapannya saat janji suci yang diucapkan tidak terpeleset dengan bahasa yang berbeda. Tidak cukup satu bahasa, terkadang, karena bahasa yang tidak sama. Loh kok malah membahas nikah? 

       Kalimat kuncinya, jika tahu jauhnya perjalanan, maka persiapkanlah. Pernyataan tersebut paling tidak menjadi benang merah yang dapat ditarik. Apalagi, dipercaya menjadi narasumber dalam satu seminar dan sejenisnya. Hal tersebut juga memerlukan persiapan yang tidak dianggap sepele. Beberapa bekal pun dilakukan untuk tampil lebih baik sesuai yang diinginkan.

       Pertama, bahan dan materi yang disampaikan. Kesepakatan dengan penyelenggara mutlak dibutuhkan. Jika tidak, bisa saja pemateri mau pergi ke pasar, panitia minta ke mall, bisa berabe kan? Kedua, durasi waktu yang diberi. Poin ini menjadi penting, ketika acaranya padat dengan rangkaian agenda. Perlu waktu yang efisien, sehingga apa yang direncanakan dapat berjalan sesuai dengan ekspektasi semua, penyelenggara, penyaji dan juga audiens. 

      Kemudian, ketiga, tampilan dan aksesoris yang diperlukan. Kostum yang dikenakan bisa membantu untuk memikat perhatian para penyimak dan pemirsa. Eh bisa juga para netizen. Ciri khas yang menjadi ikon, meski tidak mutlak. Pakai kopiah jambul, topi koboi, blankon atau plontos. Tanpa rambut di kepala. Terakhir, mental yang dimiliki. Faktor yang satu ini tanpa disadari menjadi hal tak kasatmata yang dapat berpengaruh. Betapa seorang pesepakbola sekaliber Neymar saja sempat grogi saat berbicara dengan kompatriotnya, Lionel Messi. Apalagi, bagi yang tidak pernah bersua dan berbicara. Anda tentu punya gambarannya, bukan? 

       Lalu apa tipsnya? Motivator ternama, Ongky Hojanto pernah menyitir practices make perfect. Berlatih bisa menjadi solusi yang disarankan. Instruktur Mediaguru Indonesia, Nuraini pun menegaskan hal serupa. Dengan modal teknis, mempersiapkan pointer-pointer materi dan mengatur nafas yang dipadu kalimat 'ampuh' untuk motivasi diri. Bekal penunjang berarti bagi calon penyaji. Serasa ijab kabul tanpa judul. Sebab, kalau ada judul, berarti tulisan opini. Iya kan? 

T-1 saifi.gurusiana.id

Kanigoro, 12 Januari 2022