Saiful Rokib,S.Pd.I

Saiful Rokib adalah seorang pria sederhana yang dilahirkan sepasang petani yang tinggal di sebuah desa pinggir pantai. Pendidikan SD hingga SMA ia tempuh di Kab...

Selengkapnya
Navigasi Web
HIJRAH NABI MUHAMMAD KE THAIF Tagur ke-86

HIJRAH NABI MUHAMMAD KE THAIF Tagur ke-86

Saat kaum kafir Quraisy gagal mengembalikan para sahabat nabi yang hijrah ke Habasyah kembali ke Makkah, mereka melakukan boikot atau pengucilan terhadap Nabi Muhammad SAW, pengikut beliau, Bani Hasyim dan juga Bani Muthallib yang kedua bani tersebut adalah kerabat beliau yang melindungi berlangsungnya dakwah Nabi SAW di Makkah.

Begitu beratnya penderitaan masa pemboikotan itu hingga menyebabkan 2 orang pelindung sekaligus penyokong dakwah Nabi yakni Abu Thalib paman nabi dan Khadijah sang istri tercinta yang usianya sudah tidak muda lagi menanggung beban yang berat. Sehingga selama 3 tahun masa pemboikotan tersebut menyebabkan kedua orang yang sangat dicintai nabi tersebut sakit. Maka wafatlah Khadijah tak lama setelah pemboikotan terhadap Nabi dan para pengikutnya dicabut pada tahun kesepuluh kenabian. Tak lama dari wafatnya sang istri tercinta, menyusul pula sang paman, Abu Thalib menghadap Sang Pencipta. Tahun kesepuluh kenabian disebut juga ‘amul huzni (tahun kesedihan) karena Nabi Muhammad SAW begitu bersedih dengan wafatnya 2 orang terpenting dalam dakwah beliau di Makkah. Semangat Nabi SAW sempat mengendor dengan wafatnya paman dan istri beliau. Namun Allah takkan membiarkan hamba yang sangat dicintai-Nya larut dalam kesedihan. Allah memperjalankan Rasulullah SAW dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha lalu menuju Sidratul Muntaha di langit ketujuh. Dalam perjalanan yang berlangsung pada tanggal 27 Rajab tahun kesepuluh kenabian itu, Rasulullah SAW mendapatkan banyak ibrah (pelajaran) dalam perjalanan tersebut, selain itu beliau mendapatkan perintah mendirikan shalat langsung dari Allah tanpa perantara Malaikat Jibril.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj telah mengobarkan kembali semangat dakwah Rasulullah SAW. Namun, ternyata wafatnya 2 penyokong dan pelindung dakwah Nabi SAW telah membuat kaum kafir Quraisy semakin berani dalam mengganggu Nabi SAW dan dakwah beliau. Merasakan kondisi yang semakin mendesak, maka Nabi SAW mengajak Zaid bin Haritsah, seorang mantan budak yang dijadikan anak angkat oleh Rasulullah dan merupakan assabiqunal awwalun. Perjalanan tersebut terjadi pada akhir bulan Syawal tahun kesepuluh kenabiam. Maka berangkatlah dua orang mulia tersebut ke Kota Tha’if dengan harapan penduduk Tha’if, yakni Bani Tsaqif (Bani Tsaqif menggunakan nama nisbah Ats-Tsaqafi) mau menerima Islam atau paling tidak akan membela Nabi Muhammad SAW. Kota Tha’if berjarak sekitar 80 KM dari Makkah, berhawa sejuk karena berada di lembah antara Pegunungan Asir dan Pegunungan Al-Hada.

Adapun alasan dibalik pemilihan Rasulullah yang menjadikan Kota Thaif sebagai tujuan hijrah antara lain:

1. Kota Thaif yang merupakan kota terdekat jaraknya dari Kota Makkah.

2. Bani Tsaqif yang merupakan penduduk Kota Tha’if merupakan salah satu suku terkuat di Arab. Jika pembesar Bani Tsaqif memeluk Islam, tentu merupakan suatu keuntungan yang sangat besar dalam mendukung kesuksesan dakwah Nabi SAW.

Setiba Rasulullah di Kota Tha’if, beliau menemui 3 pembesar Bani Tsaqif yang bernama Kinanah yang bergelar Abdi Yalil, Khubaib dan Mas’ud yang bergelar Abu Kuhal. Mereka semua adalah putra dari Amru Ats-Tsaqafi. Maka berkata salah seorang dari mereka:

“Aku hendak mencuri kelambu Ka’bah, jika memang benar Allah mengutusmu sesuatu seperti yang engkau katakan tadi.”

“Demi Allah, aku tidak dapat berkatakata kepadamu, walau satu kalimah sesudah pertemuan ini, sebab jika engkau benar seorang Utusan Allah, niscaya engkau menjadi orang yang tinggi kedudukannya dan besar pangkatnya, tentu tidak boleh aku berbicara lagi kepadamu.” Kata pembesar lain menimpali.

“Apakah Allah sampai begitu lemah untuk mengutus orang selain engkau?” Pemuka Bani Tsaqif ketiga menambahkan.

Semua kata-kata pemuka Tsaqif kepada Rasulullah SAW itu tersebar dengan cepat sekali kepada Bani Tsaqif, lalu mereka pun berkumpul mengejek Rasulullah dengan kata-kata itu. Tak berhenti sampai disana, ketiga pemuka Bani Tsaqif tersebut juga mengajak para pemuka Bani Tsaqif yang lain untuk mengumpulkan budak-budak mereka dan juga anak-anak kecil untuk berbaris disisi kanan dan kiri jalan yang dilalui Rasulullah. Para budak dan anak-anak tersebut melempari kaki dan tubuh Rasulullah dengan batu dalam setiap langkah kaki Rasulullah. Zaid bin Haritsah yang mendampingi perjalanan Rasulullah ke Tha’if tak tinggal diam, Zaid menjadi tameng hidup Rasulullah agar lemparan batu tak mengenai tubuh Rasulullah. Namun lemparan bertubi-tubi tersebut tetap saja mengenai Rasulullah. Kaki dan tubuh Rasulullah mengalirkan darah segar dengan iringan caci maki dan sumpah serapah di sepanjang jalan yang dilalui beliau. Zaid menangis melihat ayah angkatnya, menjadi sasaran lemparan batu Bani Tsaqif. Hati Rasulullah menjadi pilu dan menyesalkan perbuatan Bani Tsaqif. Lemparan batu dan cacian dari Bani Tsaqif beliau terima dengan sabar.

Hingga beliau tiba di sebuah tempat bernama Qarnuts Tsa’alib beliau mendongakkan wajah beliau ke langit dan di langit ada Malaikat Jibril. Malaikat Jibril menyampaikan pesan dari Allah kepada Nabi Muhammad bahwa Allah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk tunduk kepada perintah Rasulullah. Setelah malaikat penjaga gunung mengucapkan salam lalu menawarkan kepada Nabi SAW agar berdoa kepada Allah untuk menimpakan Akhsabain kepada Bani Tsaqif. Akhsabain ialah julukan untuk 2 gunung besar di Makkah, yakni Gunung Abu Qubais dan Gunung Qu’aiqi’an. Lalu Rasulullah SAW menjawab:

(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua”. (HR Imam Al-Bukhâri dan Imam Muslim).

Akhlak Rasulullah SAW sungguh agung. Beliau lebih memilih memaafkan orang-orang yang menyakiti beliau dan mendoakan kebaikan untuk mereka daripada membalas perlakuan penduduk Bani Tsaqif. Kisah hijrah Rasulullah SAW ke Tha’if memang tak membuahkan hasil gemilang, namun dalam perjalanan pulang, beliau berhasil mengislamkan seorang budak penjaga kebun anggur bernama Addas dari Nainawa (Ninive), tempat Allah mengutus Nabi Yunus bin Matta. Rasulullah SAW juga mengislamkan sekelompok jin yang diabadikan dalam Q.S. Al-Jin ayat 1-15 dan Q.S. Al-Ahqaf 29-31. Wallahu a’lam bish shawab….

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Pak..terimakasih sdh berbagi ilmunya..salam sukses

04 Oct
Balas

sama2 bunda. semoga bermanfaat...

04 Oct



search

New Post