Detak jantung berpacu seketika tatkala perawat menyebutkan "keluarga ...", meskipun itu bukan nama ibuku yang dipanggil. Sesaat secara bersamaan semua yang ada di pelataran depan ruang ICU bangkit seperti dieksekusi. Tentu saja kalau tak aku, kau, dia, dia, dan dia, siapa saja bisa disebut atas hal apa yang terjadi.

Mencekam, hidup atau mati, lebih menakutkan untuk semua orang. Tak ada yang tak mungkin, apapun bisa terjadi. Langkah mereka yang sangat cepat dan terburu membuat jantung kita memiliki kecepatan tak beraturan. Tak ada senyum atau tegur sapa karena yang mereka hadapi nyawa manusia. Setiap saat pacuan jantung tak pernah usai.

Waktunya jam besuk termasuk poin kedua yang menakutkan setelah pemanggilan perawat. Apa yang terjadi? Semua pasrah. Kuyakinkan diri jika tak dalam kesulitan mereka takkan menyebut nama ibuku.

Monitor itu menunjukkan perkembangan yang bagus. Sistol dan diastol tampil dengan angka yang menurun dari sebelumnya meski tak signifikan. Oksigen ke otak sudah bertambah, begitu juga ke jantung dan paru-paru. Sayang, mata ibuku belum terbuka. Tetap membisikkan kalimat "Lailahaillallah" di telinganya dari kami anak-anaknya yang bergantian masuk hingga membuat kaki, badan dan kepala bergerak. Kembali meyakinkan diri ada semangat untuk sembuh. Serahkan kepada Dia Sang Pengatur Kehidupan.