Menulis Sambil Meringis
(Tagur ke-30)
Menua itu sebuah keniscayaan. Bohong jika ada obat mencegah penuaan. Masing-masing kita bisa merasakan sendiri perubahan demi perubahan yang terjadi dalam diri seiring bertambahnya usia.
Ketika punya balita dulu, saya sering cemas ketika mereka sering demam. Akan tetapi, begitu ia sembuh saya dikejutkan oleh kepandaian baru anak saya. Seperti pandai berdiri, berjalan, atau memanggil kata 'mama' atau 'papa'. Begitulah perkembangan sang anak itu terjadi.
Ternyata, pada usia kita menuju senja, hal yang sama juga berlaku. Setidaknya itu yang saya rasakan. Memasuki usia setengah abad, saya sering mengalami sakit. Begitu sembuh, ada perubahan baru yang terjadi pada tubuh. Sakit enam bulan yang lalu misalnya, begitu sembuh saya jadi pelupa. Dulu saya bisa mengingat nama-nama siswa saya dalam satu kelas. Tapi sekarang, jangan ditanya lagi. Saya juga sering lupa setelah menaruh suatu barang. Tidak jarang juga saya lupa mematikan kompor saat memasak air minum atau memanaskan gulai.
Dengan menulis, saya berharap saya bisa menjalani proses penuaan ini dengan sesuatu yang bermakna. Mengarang sambil mengerangkan asam urat, atau menulis ketika meringiskan pinggang yang sakit, saya lakukan. Tak peduli seberapa kualitas tulisan itu, setidaknya saya bisa mengalihkan pikiran saya dari rasa sakit yang saya derita saat itu.
*****
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar