Pulang (lanjutan)
(Tagur ke-27)
Aku terperangah mendengar ucapan Ana yang meledak-ledak itu. Hal yang sama sekali tidak kuduga akan keluar dari mulut istriku. Kuakui, aku sering mengirim uang ke kampung, tetapi itu kulakukan jika kebutuhan rumah tangga sudah tercukupi. Itu pun selalu seizin Ana kulakukan. Bahkan tak jarang Ana yang langsung mengirimkan uang itu ke rekening Upik. Tetapi mengapa sekarang itu dipersoalkannya? Aku tak habis pikir.
"Tak perlu malu jika kita belum punya barang mewah di rumah. Masih banyak orang yang nasibnya belum seberuntung kita,
"Karena bukan Uda yang di rumah ini. Aku, Uda! aku yang setiap hari dilihat orang di rumah. Aku yang selalu diomeli ibuku, dianggap tidak peduli diriku sendiri, dianggap pelit oleh kakakku, dan segala macam!" Suara Ana semakin tinggi.
Aku memilih duduk ke ruang tengah. Aku tak ingin melanjutkan perdebatan itu. Aku juga tidak punya niat untuk membujuk Ana. Biarkan dia tenang dulu, baru aku akan bicara yang lemah lembut dengan mereka.
(Bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar