samlay

Guru biasa yang biasa-biasa saja...

Selengkapnya
Navigasi Web
Inspiring Wati
Antara Tradisi dan Profesi, Antara takdir Istri dan Dahsyatnya Emansipasi

Inspiring Wati

Seperti biasa di pagi hari yang menjadi rutinitasnya, Wati melakukan segala aktivitas rumah tangga, mulai dari menyapu halaman, mengepel, hingga menyiapkan sarapan bagi suami tercinta dan anak terkasihnya. Sesaat lalu Wati memandikan dan menyiapkan pakaian bagi anaknya. Tak lama kemudian Wati menitipkan Anaknya ke rumah orangtuanya, Wati tidak bisa mengasuh anaknya sendiri tiap hari karena dia dan suaminya harus berangkat untuk bekerja. Selepas menitipkan anaknya, Wati diantar sang suami berangkat menuju tempat kerjanya. Cukup Jauh jarak yang harus mereka tempuh, sepanjang perjalanan itu Wati dan Suami sering berbincang-bincang sambil menikmati indahnya alam yang mereka lalui, sesekali terhias senyum dan tawa pada wajah mereka. Wati dan Suami ibarat roda sepeda, Selalu bersama dan tak mungkin terpisahkan... Cieee.. Cieee.....

Sesampainya di depan gerbang tempat kerjanya Wati disambut oleh barisan generasi emas bangsa ini,dengan berlari kecil dan saling berebutan mereka berlomba menghampiri Wati. Ya, Wati adalah seorang Guru Sekolah Dasar yang berada di daerahku. Tangan-Tangan kecil yang yang agak Kotor dan Keringat yang sedikit bercucuran di dahi mereka tak membuat Wati risih, disambutnya jabat tangan dari anak anak itu, sembari sesekali merapihkan baju mereka yang tampak sedikit acak acakan setelah bermain dan berlarian di halaman sekolah pagi ini.

Selesai menyapa dan menyalami anak anaknya Wati berjalan masuk menuju ruang guru, diucapkannya salam kemudian dilepasnya senyum ramah kepada semua guru yang sudah hadir disana. Diletakkannya tas yang berisi laptop dan juga berkas-berkas yang memang biasa dia kerjakan. Meskipun mengajar di daerah dengan akses yang terbatas Wati tak mau kalah dengan mereka mereka yang mengajar di kota. Dipelajarinya segala hal yang berkaitan dengan kependidikan, teknologi bahkan manajemen keuangan. Maklum, selain sebagai Guru Wati pun harus nyambi jadi operator data dan juga bendahara di sekolahnya itulah sebabnya dimana ada Wati disitu pasti ada laptop dan juga berkas berkas yang menggunung.

Lonceng di sekolah berbunyi, waktunya Wati masuk ke kelas dan menemui para murid. Baru selangkah kakinya masuk ke dalam kelas terlihat di sudutmatanya secarik kertas dan plastik yang teronggok di sudut meja salah satu muridnya. Dipungutnya kertas dan plastik itu lalu dimasukkan ke tempat sampah yang memang tersedia di dekat pintu masuk kelasnya. Hampir setiap hari Wati melakukan itu, maklum saja Wati mengajar siswa Kelas I yang memang belum terbentuk tanggung jawab serta kesadarannya akan lingkungan. Wati tak pernah mengeluhkan itu, bagi dia dengan memungut sampah itu di depan murid muridnya tentu akan memberi contoh yang baik yang secara tidak langsung mengajarkan muridnya akan apa yang harus dilakukan ketika melihat sampah berada bukan pada tempatnya. Ini merupakan salah satu cara Wati dalam membentuk Karakter para muridnya.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh, Wati pun berniat untuk mengakhiri pelajaran hari itu, dan seperti biasanya sebelum menutup pelajaran Wati selalu memberikan pesan ataupun nasehat yang baik bagi para muridnya.

Tampak sedikit raut kelelahan di wajah Wati, mengajar siswa kelas 1 memang memerlukan tenaga dan fikiran yang ekstra, salah mendidik sedikit saja maka pondasi mereka sebagai bekal menghadapi kelas yang lebih tinggi di tahun berikutnya menjadi tak berarti. Hal itu yang tidak di inginkan olehnya. Diambilnya segelas air minum disudut ruang guru, diminumnya perlahan seolah tak ingin tersedak meskipun dalam hati inginnya menghabiskan air minum itu sesegera mungkin dan segera mengambil segelas air minum lagi. Namun kebiasaan Wati saat mengajar di kelas membuatnya sadar bahwa kesabaran akan selalu menghasilkan kebaikan, karena itulah diminumnya air itu secara perlahan.

Wati mencoba membersihkan tempat duduknya yang sedikit berdebu, belum sempat ia duduk tiba-tiba handphone nya berbunyi, rupanya ada pesan yang masuk dari kepala sekolah bahwa pada hari itu Wati harus mengikuti rapat operator sekaligus rapat bendahara di kantor UPTD yang menaungi sekolahnya. Di usapnya dengan tisu keringat yang mengalir di keningnya kemudian menghela nafas panjang seolah ingin sedikit melepaskan beban di pundaknya. Sesaat Wati ingin datang terlambat pada kegiatan itu, ingin rasanya ia beristirahat sejenak sebelum beraktivitas kembali, namun dipendamnya dalam dalam rasa itu karena ia sadar bahwa Tugas dan Kewajibannya sebagai Abdi negara bukan hanya dipertanggungjawakan kepada Atasannya saja tapi juga kepada Tuhan yang maha esa. Wati pun berdiri, memberi salam kepada rekan guru yang lain kemudian beranjak meninggalkan ruangan itu.

Dari kejauhan tampak seorang pria datang mengendarai kendaraanya mendekati Wati, Wati yang saat itu berdiri di depan gerbang sekolah pun menyadari kedatangan pria itu. Saling lempar senyum terjadi dalam waktu sepersekian detik, Wati nampak bahagia seolah lupa akan rasa lelah yang akan dihadapinya di akhir hari ini. Pria itu mengantar Wati kemanapun dia pergi, maklum saja meski wanita modern ternyata Wati seorang Motorphobia( tidak berani mengendarai motor sendiri) entah apa latar belakang alasannya, mungkin karena Wati memang penakut atau bisa juga karena Wati yang sedikit Keganjenan dengan pria yang suka mengantarnya itu. Wallahu ‘Alam..

Sampai di tempat tujuan Wati pun duduk dan mulai menyalakan laptop serta mengeluarkan buku catatannya, hari itu dia bersiap untuk menerima Materi tentang Dapodik versi terbaru serta tahapan tahapan pencairan dana Program Indonesia Pintar. Diikutinya kelas itu dengan serius, dicatatnya satu persatu materi itu dengan teliti, Wati sadar kelengkapan informasi dan materi akan memudahkannya untuk mengerjakan perintah perintah selanjutnya.

Adzan Ashar berkumandang, kegiatan rapat itu pun ditutup. Seperti biasa Wati segera berjalan kedepan halaman sambil menunggu pria yang selalu membuatnya tersenyum itu. Dilihatnya handphone, pesan yang ia kirim kepada pria itu belum juga berbalas. Dalam sedikit keresahannya tiba tiba seorang pria menepuk halus pundaknya, Mata Wati berbinar sejurus kemudian membalas Tepukan itu dengan Tamparan(red :dengan cubitan kecil) di tangannya.

Sesampainya dirumah, Wati tak langsung beristirahat, diambilnya handuk untuk mandi kemudian melaksanakan sholat Ashar. Selesai melaksanakan kewajibannya, Wati melangkah menuju sebuah ruangan yang masih berada di teras halamannya. Ruangan itu dipenuhi dengan anak anak kecil berpakaian muslim dan membawa buku agama. Ya, dibantu suaminya, Wati meluangkan lagi sedikit waktunya untuk mengajar Pendidikan Agama kepada anak anak di sekitar rumahnya. Baginya sedekah ilmu adalah ssalah satu sedekah yang bisa menjadi penyejuk batinnya yang selalu saja dipenuhi dengan berbagai tuntutan pekerjaan keduniawian.

Sesaat kemudian terlihat sesosok pria paruh baya menuntun seorang anak laki laki masuk ke halaman rumahnya, mereka tak lain adalah orangtua dan anak Wati. Diciumnya tangan pria itu dan mempersilahkannya untuk duduk di kursi yang memang khusus disediakan untuknya. Tak lama berselang Wati menghampiri anaknya, Dipeluk dan diciumnya anak itu, dilepaskannya semua kerinduan yang hanya bisa dirasakan oleh seorang ibu pada anak terkasihnya. Diajaknya buah hati tercintanya kedalam kelas untuk mengikuti pelajaran agama yang hendak diajarkan oleh ayah dan ibunya.

Senja mulai tiba di ufuk barat, para murid dipersilahkan untuk pulang. Wati , suami dan anaknya bergegas masuk kerumah. Selepas maghrib adalah waktu yang paling berharga bagi Wati dan keluarganya, karena disaat itulah mereka bisa berkumpul untuk makan malam bersama serta bercanda gurau dengan anak serta suaminya.

Selepas Isya seperti biasa Wati mulai mengerjakan tugas tugas yang memang sudah menjadi kewajibannya, baik sebagai seorang guru maupun sebagai tenaga operator dan bendahara di sekolahnya, sementara sang suami dengan sabar menemani anak terkasih belajar dan menceritakan dongeng pengantar tidurnya.

Hari semakin larut, jam dinding sudah menunjukkan pukul 23.20. dirapihkannya kembali berkas berkas yang baru saja dia kerjakan. Sejenak matanya memeriksa keadaan rumah, Sepi tak lagi ada suara manusia disekitarnya, dimatikannya lampu di tempat biasa dia bekerja dan bergegas menuju ruang peristirahatannya. Perlahan Diciumnya kening anak dan suaminya tercinta kemudian merebahkan diri mengistirahatkan tubuh dan jiwanya sambil tersenyum mengehela nafas panjangnya. Dalam pejam matanya menerawang jauh ke relung hatinya yang berbisik “ yakinlah esok pasti datang lagi dengan kisah yang mungkin saja sama dengan hari ini”.

Wati, antara Tradisi dan Profesi.. Antara takdir Istri dan Dahsyatnya Emansipasi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Trima kasih apresiasinya pak

12 Oct
Balas

Itu koq ceritanya hampir mirip cerita saya ya pa...sama-sama melaksanakan berbagaimacam tugas baik di rumah maupun sekolah tapi tidak bisa mengendarai motor... cerita yang menarik pa..

12 Oct
Balas

Koment bu koment, lain curhat.. Hihihi

12 Oct

Sptnya Wati ini gambaran wanita yg dulu dicita-citakan ibu kita Kartini

12 Oct
Balas

Bisa jadi bu

12 Oct

Bagus Pak,

12 Oct
Balas

Bisa dikomentari atau tidak hehe

12 Oct
Balas

Jangan mas, hehehe

12 Oct

Jangan mas, hehehe

12 Oct



search

New Post