"Digantung tak bertali," adalah kiasan dalam bahasa Minangkabau, menggambarkan nasib seorang perempuan ditinggal suami, tak jelas statusnya. Dikatakan bercerai, tidak ada ucapan "talak" dari sang suami. Dikatakan masih terikat pernikahan, bertahun-tahun ditinggal pergi, tanpa dinafkahi.

Begitu miris nasib si Ibu, orang tua salah seorang siswaku. Hari ini, kami menjambangi rumah orang tua Yazid. Rumah yang terletak di tepi sungai tersebut, nyaris tinggal separuh dindingnya, setelah dihantam banjir, seminggu yang lalu.

Betapa pilu hati kami melihatnya. Tak sanggup membayangkan, betapa dinginnya Yazid tidur bertiga adik-adiknya yang masih kecil, bersama Ibu yang tak berdaya melawan takdir.

Tiada sanak keluarga di sini, yiada suami yang patut membela, menafkahi dan memberikan tempat berteduh yang layak. Setiap hari dia bekerja apa saja, asalkan halal dan bisa mendapatkan segemgam beras untuk ditanak, buat ketiga bocah kecil yang belum mengerti pahitnya kehidupan.

Hanya doa yang bisa kami berikan, agar keluarga ini dapat bantuan dari pihak pemerintah Nagari ataupun dari pihak Camat. Kami tak sanggup berlama-lama menyaksikan keperihan ini. Kami pun pamit, menyerahkan sedikit bantuan dari kegiatan Siberseri (siswa bersedekah setiap hari), dari guru-guru dan komite sekolah. Mudah-mudahan dapat untuk membeli beras, atau keperluan lain untuk ketiga bocah malang ini.

Semoga Allah beri kekuatan kepada sang ibu, berjuang membesarkan anak-anaknya dalam rida dan lindungan Allah SWT.

Lubuk Alung, 28-01-2023