Samsi Tahmid

Samsi Tahmid, S.H.I.,MA Lahir di Brebes Jawa Tengah. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah (MTs. Subulul Ihsan Kersana) di Brebes Jawa Tengah. Melanjutka...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketika Bidadari Tersenyum (Cerpen)

Ketika Bidadari Tersenyum (Cerpen)

Mobil meluncur dengan kecepatan sedang, menyeberangi lintasan kereta Bintaro Ulujami. Jalanan agak lengang. Seperti biasa pagi itu aku berangkat menunaikan tugas. Menjalankan kewajibanku sebagai guru di tempatku mengajar. Melewati jalanan kecamatan pesanggrahan, terasa aneh dalam hatiku. Jalan terlihat halus, lebar dan indah. Hari itu hari Kamis, 5 Maret 2009. Sambil mengemudikan stir mobil, kulirik jam tangan. 06.05, masih pagi. Biasanya aku sampai di sekolah jam 06.15. Perjalanan dari rumahku memang dekat, hanya menghabiskan waktu 10 – 15 menit. Tapi hatiku bertanya-tanya, “mengapa mobil seolah melayang tak menapaki jalan aspal?” Ku kemudikan mobilku dengan sangat ringan, seringan kapas yang tertiup angin. Aneh, kulihat pepohonan disepanjang jalan pesanggrahan berkilau kuning keemasan sangat indah, padahal mentari masih semburat pagi. Aku jadi ingat sebuah ayat: “ Dan pohon pisang yang bersusun-susun buahnya, Dan naungan yang terbentang luas”. (QS Al-Waqi’ah: 29-30). Gambaran surga yang begitu indah. Keindahannya disempurnakan dengan hadirnya “bidadari-bidadari, gadis-gadis perawan yang penuh cinta lagi sebaya umurnya” (QS. Al-Waqi’ah: 35-37). “Ah.. kenapa fikiranku jadi ngelantur begini?”

“ Umi!, jaga anak-anak dengan baik ya, kalau Abi tidak pulang” ku katakan itu pada istriku, menjelang keberangkatanku selepas menghabiskan secangkir kopi dan sepotong biskuit. Ingatanku kembali kerumah. Aku jadi berfikir sendiri, “kenapa aku mengatakan tidak pulang?” padahal aku biasa keluar jam 15.00 dari kelas dan langsung pulang. Mobil terus melintas dan tak berapa lama, aku sampai di sekolah. Perjalanan yang sangat ringan.

Ku parkir mobilku di belakang sekolah, aku langsung menuju mushalla sekolah. Kubimbing anak-anak membaca al-Qur’an. Aneh, suaraku dan anak-anak terdengar lebih berpadu, menggema, lembut dan indah sekali. Tak pernah aku rasakan keindahan bacaan Al-Qur’an seindah pagi itu. “Yaa… Rabbi, Zat yang maha indah. Sungguh benarlah firman-Mu”.

Membimbing bacaan Qur’an anak-anak. Salat dhuha. Mengajar di kelas. Itulah rutinitasku selama ini di sekolah. Aku sangat menikmati itu semua dibandingkan dengan rutinitasku selama tiga puluh lima tahun sebelumnya. Duduk di belakang meja, bercengkrama dengan berjilid-jilid diktat dan laporan. Membosankan. Di sekolah aku dapat bercengkrama dengan mahluk ajaib, pintar, sedang, bodoh, cerewet, diam, cuek, perhatian, dan berbagai sifat dan tabiat lainnya. Menyenangkan. Pilihanku untuk berpindah dari kantor dinasku ke sekolah, adalah pilihan tepat. Aku merasa umurku di sini lebih berarti. Bukankah “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”, begitu kata Nabi saw. Beliau juga menjelaskan “ Siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan masuk surga”(Hadits). Kalau para pencari ilmu itu dimudahkan jalannya ke surga, aku berkesimpulan, para pendidik dan pengajar juga akan dimudahkan jalannya masuk surga. Di sekolah inilah aku temukan ladang amal dan medan jihad, sebagai bekalku mempersiapkan masa depan, masa setelah kehidupan fana ini.

06.45. Aku segera merapikan barisan salat anak-anak. Salat dhuha segera dilaksanakan. Sesaat hendak takbiratul ihram, tiba-tiba badanku lemas, kupanggil seorang siswa menggantikan posisiku di depan. Aku mensejajarkan barisan dengan anak-anak. Salat dhuha segera dimulai. Rakaat kedua. Badanku terasa sangat ringan. Tapi mengapa suasana menjadi rusuh. “ Pak Taufiq !,..Pak Taufiq !,..” suara teriakan panik. Anak-anak mengerumuniku. Suara tangis, keheranan, teriakan histeris, dan….aku tidak mengerti, “Allah, Allah, Allah,” ucapku pelan, sesaat kemudian menjadi gelap.

Perlahan mataku terbuka, memandang langit-langit ruangan. Aneh, “ Itu bukan langit-langit ruangan sekolah, bukan juga langit-langit kamarku. Ia begitu indah, dan lampu itu bagaikan ribuan kristal yang berkilauan”. Kini aku baru sadar. Aku terjatuh ketika shalat dhuha bersama anak-anak. Badanku lemah karena aku kurang istirahat setelah semalaman membuat kisi-kisi soal ujian dan mengerjakan berbagai tugas dan persiapan mengajar untuk esok hari. Aku segera di larikan ke rumah sakit. Anak-anak muridku, teman-teman mengajarku, keluargaku, seketika berbinar senang melihatku siuman, tersadar dari tidurku selama dalam perjalanan ke rumah sakit. Ketika tersadar itulah aku dapati tubuhku penuh dengan alat-alat bantu medis.

Aku berusaha menggerakkan badanku, ringan tanpa beban. Tiba-tiba terdengar lembut ditelingaku, seseorang berseru memanggilku. Ku edarkan pandangaku ke empat penjuru. Hening, tidak ada siapa-siapa. “Tapi bau harum itu,.. sangat harum, semerbak mewangi, tak pernah kutemukan sebelumnya”. Aku menengadahkan wajahku. Tiba-tiba langit-langit kamar perlahan terbuka. Sinar pelangi berjuta warna turun menerangi tubuhku. Membentuk jalan halus bagaikan permadani sutera terhampar. Di kiri-kanan jalanan berjajar rapih gadis-gadis sebaya nan cantik jelita. Pakaiannya, perhiasannya, semuanya sangat indah menawan. “Bidadarikah?” batinku bertanya. “Dan di surga ada bidadari-bidadari bermata jeli”.(QS. Al-waqi’ah: 22). Pelupuk mata bidadari-bidadari itu selalu berkedip-kedip bagaikan sayap burung indah. “Mereka baik lagi cantik jelita.” (QS. Ar-Rahman:70). Langkahku semakin ringan menapaki hamparan permadani sutra. Mereka tersenyum ramah. Gadis pertama menyapaku memperlihatkan tulisan indah: “Selamat sejahtera untukmu karena kesabaranmu.” (QS. Ar-Ra’d: 24). Gadis kedua menyambutku dengan tulisan indah: “ Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman”.(QS. Al-Hijr:46). Gadis lainnya tersenyum menggoda, memperlihatkan perhiasan indah bertuliskan: “Kami kawinkan kamu dengan bidadari yang cantik jelita”. Dan masih banyak lagi tulisan-tulisan indah lainnya menyambut kehadiranku.

“Laa ilaaha illallah, Muhammadurrasuulullah”, terucap kalimat terakhir dibibirku. Jiwaku melayang, perlahan namun pasti, meninggalkan tubuhku yang mengukir senyuman indah di wajah, bersamaan dengan senyum manis sang bidadari. Keindahan maha dahsyat yang mampu membuat jiwaku terlena dan melupakan dunia. Dokter berusaha semampunya memberikan nafas bantuan. Semuanya sia-sia. Istriku, ketiga anakku, murid-muridku, teman-teman kerjaku, dan beberapa orang yang ada menghambur, melepas kepergianku dengan tangis kesedihan, tangis perpisahan, tangis kehilangan dan entah tangis apa lagi. Ruangan seketika bergemuruh, rusuh, penuh isak dan teriakan histeris. “Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji’uun, Yaa ayyatuhannafshul muthmainnah, Irji’ii ilaa Rabbiki raadhiyatan mardhiyyah. Fadkhulii fi ‘ibaadii, wadkhulii jannatii. Kedamaian menyelimuti jiwaku, menuju saat-saat terindah, kematian.

“Kematian”, sebuah misteri yang pasti menemui semua mahluk yang bernyawa. Entah kapan waktunya, yang pasti ketika jubah hitam kematian telah melingkupi manusia, ia tidak akan meminta persetujuannya. Maka siap atau tidak, ia akan membinasakan siapa saja yang telah menjadi targetnya. Beruntunglah bagi mereka yang telah siap, ketika maut menjemputnya, dan celakalah bagi mereka yang tidak siap menghadapinya, sementara maut telah berada di hadapannya. Ia akan menjadi orang yang sangat menyesal.

Langkahku semakin jauh, memasuki gerbang berjuta pesona, dikawal ribuan bidadari dan malaikat, bagaikan raja menuju singgasana emas. Memasuki keindahan yang belum pernah dipandang mata, didengar telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati. Semoga…….

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap pak, moga bapak menjadi penulis yang hebat

26 Jan
Balas

Subhanallah...luar biasa,perjalanan rohani yang indah...

25 Jan
Balas



search

New Post