Samsi Tahmid

Samsi Tahmid, S.H.I.,MA Lahir di Brebes Jawa Tengah. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah (MTs. Subulul Ihsan Kersana) di Brebes Jawa Tengah. Melanjutka...

Selengkapnya
Navigasi Web
KETIKA REMBULAN SEMAKIN PUCAT (CERPEN)

KETIKA REMBULAN SEMAKIN PUCAT (CERPEN)

“Ciiiit…! Brakkk…!”

Suara gemericit rem dan kepala mobil yang beradu dengan pohon asem. Darah segar memuncrat membasahi pohon dan bagian mobil yang sudah tidak karuan bentuknya.

“Kecelakaan..!!!!!”

Teriak warga yang berhambur mendatangi sumber suara. Seketika, suasana menjadi gaduh. Mereka berlarian panik, dan ada juga yang berteriak histeris.

Menurut saksi mata, mobil itu berlari sangat kencang. Ketika melintasi jalanan yang berlubang, mobil oleng ke kiri dan terpelanting menabrak pohon asem. Terjadilah kecelakaan itu, walaupun sebelumnya pemilik mobil sudah sekuat tenaga menginjak rem dengan segera. Kepala mobil hancur. Pengemudinya seorang pria paruh baya dan seorang ibu muda di sampingnya juga hancur. Keduanya meninggal di tempat. Kecelakaan maut itu segera menggegerkan para penduduk sekitar kejadian dan atas inisiatif warga, mereka menghubungi kantor kepolisian dan mengevakuasi korban yang sudah tidak bernyawa.

Dua hari setelah kecelakaan maut itu, Ratih baru diberi kabar oleh pembantunya. Mendengar hal tersebut seolah langit-langit kamarnya runtuh dan bumi berguncang begitu dahsyat. Ia ditimpa kesedihan yang begitu dalam, padahal kepergian kedua orang tuanya ke Subang Jawa Barat itu, mencari si Jaja yang akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.

*****

Delapan bulan sebelum kecelakaan…

Malam itu, rembulan tak seindah malam-malam sebelumnya. Cahayanya temaram bahkan hampir redup. Sesekali tampak awan saling berkejaran di cakrawala, menutupi wajahnya yang semakin pucat.

Di kamarnya, Ratih sedang gelisah tiada tara. Sesekali terdengar isak tangisnya yang tertahan, laksana tertindih bebatuan berton-ton beratnya. Wajahnya pucat, hatinya saling berkejaran laksana awan di atas sana. Sudah tiga bulan ia menunggu datangnya tamu agung yang biasa menyambanginya setiap bulan dengan setia. Tamu pembawa gembira dan pembebas segala beban yang semakin berat menghimpit segenap jiwa dan raganya. Sekian lama ia menunggu, namun tak jua ia datang. Akhirnya ia bertekad menyampaikan beban derita yang tak sanggup lagi ia memikulnya.

“Prang…!”

Suara gelas jatuh disusul dengan pecahannya yang berserakan di ruang tamu. Sedianya mama Ratih hendak memberikan secangkir kopi kepada pak Andi suaminya, namun seketika tubuhnya lunglai dan ambruk ke tanah. Mama Ratih sock setelah mendengar penuturan putrinya semata wayang yang ternyata telah melampaui batas. Betapa tidak, putrinya yang selama ini dikenal penurut, periang namun tak banyak tingkah, ternyata diluar rumah bagaikan binatang jalang yang menuruti kenikmataan sesaat.

“Plak…!”

Tamparan keras pak Andi pada putrinya dengan sangat geram.

“Kamu keterlaluan!, Bikin malu papa dan mamamu ! Siapa laki-laki itu !” bentak papanya pada Ratih, sementara ia hanya bisa menjawabnya dengan isak tangisnya yang semakin meninggi. Melihat sikap suaminya, mama Ratih berusaha bangkit. Dengan dada bagai diiris seribu sembilu, ia berusaha meredakan amarah suaminya.

“Sudahlah Pah…, kita cari penyelesaiannya dengan kepala dingin dan hati yang jernih,” bujuknya dengan suara parau karena menahan tangisnya.

Sejak peristiwa itu, Ratih yang semula periang berubah seratus delapan puluh derajat. Ia menjadi pribadi yang pendiam dan sering menyendiri dan mengurung di dalam kamarnya, sementara papa dan mamanya tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan nama baik keluarganya.

Seiring berjalannya waktu, terungkaplah peristiwa yang sangat memalukan tersebut. Laki-laki pembawa petaka itu ternyata adalah Jaja, anak pengangguran yang sekarang tak tahu entah dimana rimbanya. Setelah mereguk nikmatnya madu, sang kumbang itupun berlalu tanpa menghiraukan sang bunga yang kian layu.

“Kita gugurkan saja kandungan Ratih, Pah!, mumpung belum besar”, usul ibunya suatu hari setelah maghrib. Begitulah ulah manusia, untuk menutupi aibnya sering melakukan tindakan yang melampaui batas hukum agama, bahkan jika perlu membunuh jiwa yang tak berdosa sekalipun akan dilakukannya. Kontan saja pak Andi terperanjat mendengar ucapan istrinya itu.

“Aborsi itu sama dengan pembunuhan mah!, nanti Allah tambah murka dengan keluarga kita,” sergahnya menolak usulan istrinya itu.

Untung saja pak Andi mengerti hukum dan taat pada ajaran Islam, sehingga tidak menuruti usulan istrinya.

“Lalu kita harus bagaimana Pah?”

“Bagaimana jika para tetangga kita tahu masalah ini? kita bisa malu Pah!”

Sambil mengernyitkan dahi, pak Andi berfikir sejenak kemudian berkata, “ Ya… kita tempuh cara lain mah, cara yang tidak membunuh anak yang tak berdosa.”

Sejurus kemudian, terdengarlah azan isya berkumandang mengajak hati yang galau untuk kembali pada-Nya, menumpahkan segala sesak dalam dada hamba-hamba-Nya yang mengimani-Nya bahwa Dialah yang dapat menentramkan hati dan menyelesaikan bermacam problema. Pak Andi dan istrinya bergegas menyambut seruan-Nya dengan penuh keihlasan dan kepasrahan.

Dalam zikirnya, ia bersimpuh pada-Nya memohon petunjuk, semoga langkah yang akan di tempuhnya adalah yang terbaik untuk menyelesaikan masalah yang sangat mengoyak harga dirinya sebagai imam, yah,..imam dalam keluarga.

Mamanya menangis menyesali perbuatan putrinya yang telah membuatnya kecewa dan merasa gagal menjadi seorang ibu. Ia menyesal telah melahirkan seorang anak pembuat aib dan fitnah ke dunia ini. Namun di akhir do’anya, ia bermunajat semoga langkah yang akan ditempuh suami dan dirinya dapat menyelesaikan masalah yang menimpa keluarganya.

Sementara itu dalam istighfarnya Ratih sangat menyesal karena telah menukar masa depannya hanya dengan kesenangan sesaat. Ia mempertanyakan kemana imannya ketika melakukan dosa besar, perbuatan yang sangat terkutuk dan melecehkan kesuciannya, kesucian cintanya, kesuciannya sebagai wanita, sebagai manusia, sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya kelak.

Adakah sesuatu yang lebih berharga didunia ini bagi seorang wanita selain kesucian dan kehormatannya? Sebuah penyesalan yang tidak dapat mengembalikan sesuatu yang paling berharga dan kini telah ternoda. Sungguh benarlah firman-Nya:

Jangan kau dekati zina !, sesungguhnya ia merupakan perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Israa: 32)

Detik waktu terus berjalan tanpa henti. Hari, minggu, dan bulan telah menghantarkan kehidupan Ratih menuju masa-masa yang tersulit. Di suatu senja, Ratih terpaksa harus keluar dari kontrakannya. Sebuah rumah petak yang sempit dan kumuh. Orangtuanya sengaja memisahkan tempat tinggal Ratih untuk menyembunyikan aib keluarga. Dengan tertatih Ia menuju sebuah warung.

“Permisi bu?” sapanya pada pemilik warung.

“Beli apa mbak?” Pemilik warung bertanya sambil memerhatikan perut Ratih yang kian hari semakin membuncit. Baru saja Ratih hendak membalikkan badannya untuk kembali ke kamarnya setelah belanja, tiba-tiba pemilik warung bertanya:

“Mbak warga baru ya?"

"Saya nggak pernah melihat mbak sebelumnya?”

Dengan menganggukkan kepala, ia menjawab seperlunya dan segera pergi meninggalkan pemilik warung, menghindari beberapa pertanyaan lain yang mungkin akan menyulitkan untuk menjawabnya. Selama ini kebutuhan hidupnya memang ditanggung oleh keluarganya, pembantunyalah yang dengan setia mengantar apa saja yang dibutuhkan Ratih. Sore itu, kebetulan persediaan susunya habis dan pembantunya tak jua kunjung datang membawakan keperluannya itu. Dengan terpaksa, Ratih mencari sendiri kebutuhannya di warung terdekat dari kontrakannya.

*****

Manusia hanya dapat berusaha, Tuhanlah yang menentukan segalanya. Karena kecelakaan itu, kedua orangtuanya telah pergi untuk selamanya. Ia menyalahkan dirinya sendiri. Ia bergumam dalam hati, “ini semua gara-gara perbuatanku.”

“Ya Allah, inikah azab-Mu?”

“Di dunia saja sudah sedemikian pedihnya, apalagi di akhirat kelak.” “Astaghfirullaahal ‘azdiim,”

Senja itu, matanya berkaca-kaca, pandangannya menerawang ke tempat yang jauh, ya.. jauh di rumah tercinta tempat ia dilahirkan. Ia teringat mamanya yang sangat menyayanginya. Ia teringat ketika ayahnya masih ada, ayahnya itulah yang menjadi tumpuan hidupnya dan keluarganya.

Sekarang, ia hidup sebatang kara, saudara mama dan papanya tidak menganggapnya lagi keluarga karena mereka telah tahu bahwa kecelakaan yang merenggut nyawa itu disebabkan ulah perbuatannya.

Dengan hati gundah dan perasaan waswas, Ratih melangkahkan kakinya meninggalkan rumah kontrakannya. Ia tidak tahu kemana kakinya akan ia ayunkan. Sementara jiwanya resah gelisah, badannya semakin lemah yang bertambah-tambah. Tetapi untuk bertahan di kontrakan itu tidak mungkin bagi dirinya. Ia malu dengan biaya sewanya yang sudah tak terbayar. Ia malu dengan pertanyaan-pertanyaan tetangga kiri dan kanan yang mempertanyakan calon ayah dari anak yang dikandungnya. Akhirnya ia berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu pasar ke pasar lain, dari satu terminal ke terminal lain. Tubuhnya terseok menelusuri jalan, gedung, jembatan, emperan toko dan tempat-lain yang dapat ia gunakan untuk berlindung dari guyuran hujan dan terik matahari. Tubuhnya semakin letih, sementara pakaiannya semakin compang-camping.

Udara malam menusuk tulang, sementara perutnya semakin keroncongan. Sudah seharian tak sebutir nasipun masuk mengganjal perutnya. Ia sandarkan tubuhnya di emperan sebuah toko yang telah tutup. Ia tengadahkan pandangannya ke langit. Di cakrawala malam, bulan nampak sangat muram. Wajahnya sangat pucat, dan matanya yang sayu, berkaca-kaca sambil bergumam, “ Ya Allah, masih layakkah hamba-Mu yang penuh dosa ini untuk hidup?”

Seribu sesal terucap dalam hati. Malam itu, bulan semakin murung dan pucat. Memikirkan entah hari esok masih dapat bersinar, ataukah semakin pucat,…pucat,….pucat,…dan,…. punah……….

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga dapat menjadi pembelajaran bagi anakanak dan orangtua..

26 Jan
Balas

Mksih motivasinya mba Eka???Dh banyak juga ya tulisannya...bagus2

27 Jan

Cerpen yang dapat menjadi bahan renungan dan pelajaran berharga bagi para wanita. Salam kenal

26 Jan
Balas

Terimakasih teman2 atas motivasinya...jadi lebih srmangat buat nulis

27 Jan
Balas

keren pak samsi

12 Mar
Balas



search

New Post