Samsudin athafu

Nama: Samsudin Pekerjaan: Guru, Terapis Bioenergi & Quantum Energi, penyunting naskah/editor buku dan pegiat literasi di Tulungagung. Hoby: Membaca dan...

Selengkapnya
Navigasi Web

MENIKMATI CENIL DARI SISI FILOSOFIS

Beberapa hari yang lalu, teman-teman yang tergabung dalam GPLT ramai-ramai menulis tentang kekhasan cemilan tradisional yang terhampar di wilayah kabupaten tulungang tercinta ini. Dan salah satu yang diunggah yaitu cemilan yang biasanya disebut cenil.

Saya merasa sangat yakin bahwa kita semua sangat tahu dan paham banget tentang apa itu cenil, baik bahan yang diguna kan maupun cara membuatnya.Walau kita pernah membuatnya karena lebih enak membeli karena praktis, cepat dan tidak perlu repot. Masalah kelegitan jangan ditanyakan lagi karena dengan menyebutkan namanya saja liur di mulut sudah membuncah.

Tapi tahukah kita semua tentang nilai-nilai filosofis yang mengisaratkan kearifan kultur local/daerah yang tersemayam didalamnya. Saya yakin tidak banyak orang yang tahu. Kecuali saya sendiri yang sering sok tahu ( baper dikit ah biar tidak tegang). Untuk itulah artikel ini ditulis agar kita mampu memahami pengajaran yang dilakukan oleh para leluhur/nenek moyang kita. Karena hal ini, merupakan salah satu metode pengajaran yang dipilih dan digunakan pada masyarakat Jawa yaitu dengan istilah Sanepo. Sanepo merupakan pengungukapan atau penyampaian terhadap suatu hal dengan cara tersamar, tersumbunyi atau bisa juga tidak secara langsung. Disinilah letak ke adiluhungan kultural Jawa dari mbah buyut kita semua.

Langsung pada pokok pembahasan yaitu nilai filosofis seputar cenil. Secara gramatikal tekstual, kata cenil tersusun dari dua suku kata yaitu ce – nil dan bisa juga cen – nil. Dari pemenggalan kata cenil itu sendiri kita bisa menemukan kedalaman makna yang terkristal didalamnya, yang kedua-duanya menagaju pada nilai filosofis yang sama. Kata cenil yang pertama ce – nil terkandung maksud ce (cekel) dan nil artinya kecil, sedikit, kenyil-kenyil. Sedangkan cenil versi kedua Cen – nil dapat dijelaskan sebagai berikut: cen (cenukan/ gundukan /bentuk) dan nil (kecil,sedikit, kenyil-kenyil).

Jadi dari kedua versi pemenggalan kata tersebut bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa cenil merupakan sebuah hidangan atau cemilan yang berebentuk kecil dan kenyil-kenyil yang cara pembuatanya dengan menggunakan tangan yaitu dicekel - itu dulu.

Tentu saja cenil dalam penyajian atau penghidangannya tidak tampil sendirian tetapi dibarengi dengan kinco yang terbuat dari juruh atau air gula dan dicampur dengan kelapa parutan. Ingat kelapa parutan bukan parutan kelapa. Dari kata kinco yang terbuat dari air gula dan parutan kelapa terkandung makna ki – ikilo dan co – konco, yang kalau dirangaki bisa menjadi ikilo konco. Ikilo konco yang berate sebuah tawaran atau ajak kepada teman untuk melakukan sesuatu seperti yang kita tawarkan dalam hal makan cenil.

Gulo sebagai bagian dari kinco terkandung maksud gu – gugu, guneman, mengguru, dan gumuyu. Sedangkan lo – loro lopo (permasalaha atau keluh kesah). Dari situ dapat peroleh pemahaman bahwa dari konteks gula bisa ditemukan adanya proses berguru/belajar dengan memegang teguh (gugu) pembicaraan (guneman) seputah permasalahan walau dilakukan dengan penuh canda tawa (gumuyu).

Sendang kandari kata parutan kelopo dapat dijabarkan (walau kita di Jawa Timur) par – dipaparkan, diuraikan, dijelaskan; rut – urutan; dan tan – tatanan. Dari kata parutan terbentuk pengertian paparan atau penjelasan terhadap suatu bahasan yang disampaikan secara urut dan juga mengikuti tata aturan yang baik dan benar.

Dan yang terakhi kata kelapa bisa diulas lewat dua cara. Yang pertama,Kel – nyekel, kumekel dan apa – apa yaitu sebuah keinginan atau harapan. Yang kedua, kela – yang berarti kelakon atau terkabul dan pa atau opo adalah sebuah keinginan atau harapan.

Dari penelurusan jejak pemikiran filosofis pada cemilan jajanan cenil kita bisa tahu betahu mendalam dan khitmatnya nilai adhiluhung yang terintegrasikan pada semua hal dikehidupan para leluhur kita.

Nilai filosofi cenil akan semakin lengkap bila dibarengi oleh (nilai filosofis) secangkir kopi.

#aku menulis# Kacangan, 24/07/19#

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post