Sulthon Samudra

Halo, aku Samudra! Aku menulis cerita, menggambar komik, dan lagi belajar Sastra Inggris di Universitas Jember! Baca artikelku di gurusiana, mungkin akan mengy...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sejarawan: Garis Tengah

Sejarawan: Garis Tengah

Di negeri Indonesia ini, kau tidak akan dihargai dengan 'hanya' sebutan sebagai sejarawan.

Di tengah kelembapan ini, pria itu tertatih-tatih berjalan menyusuri gang di malam hari saat semua orang sedang tidur, hanya ada katak yang sedang mengadakan resital musik paduan suara seusai hujan rintik.

Mereka sedang menyanyikan lagu sebagai ekspresi syukur atas berkah dari langit atas betapa congkak dan sombongnya bumi hingga terlalu panas dan harus disiram dengan tangisan para malaikat di langit yang menyembunyikan kebesarannya dengan bersembunyi di balik awan nimbus dan sisa dari Kumolo Nimbus yang menjadi dalang dari pemadaman api congkak dan kesombongan bumi kali ini.

Pria itu telah usai berlari, kelelahan kata jantungnya, kehabisan oksigen kata paru-parunya, dan pening yang dirasakan otaknya.

Organ dalamnya bahkan begitu menjengkelkan, seperti manusia yang begitu meremehkannya sebagai sejarawan gagal.

Di bawah sinar lampu gantung yang remang, pria itu terduduk, bersandar pada tembok kotor yang semakin kotor dilihat saat kau menyadari bahwa di sebelahnya ada tempat sampah dan sisa pembakaran sampah yang membuat tembok gang di sebelah sini menghitam.

Sambil terengah-engah, memberikan asupan oksigen untuk paru-paru yang rusak karena rokok murahan sisa orang yang masih menyala, dan untuk memberikan aliran darah kotor kepada jantungnya yang setiap hari meminum adrenalin supaya kuat hidup bak mayat hidup selama beberapa hari. Pria itu memegang sebuah dokumen arsip yang biasa digunakan untuk mengirim sebuah surat kepada orang terkasih di belahan dunia lain, arsip itu dibukanya, berharap hasilnya malam ini berbuah manis.

"Apa ini? Aku susah susah mencuri dari rumah bersejarah kelam berharap mendapat hal bagus, malah coretan emosi dari sebuah babu tua bangka." Dia menggerutu, menyesali hal yang telah dilakukannya, mencuri dokumen arsip bersejarah, berharap supaya namanya terangkat dari dokumen sejarah yang dicurinya tersebut.

"Meski begitu, meski hanya imaji dari seorang bodoh yang terjajah, sepertinya akan menarik kalau ini kubaca sebagai pengantar tidur di sebelah tempat sampah ini."

"Akan kubaca."

Batavia, Oktober 1893.

Tahun ini menjadi tahun yang paling berpengaruh bagi seorang kepala pelayan di sebuah rumah milik bangsawan di tanah Jawa, karena pada tahun ini, adalah tahun dimana Raden Mas yang dilayani oleh kepala pelayan itu kini diangkat menjadi pegawai resmi gubernemen, pantas baginya yang begitu baik, karismatik, dan dermawan.

Meski begitu, ada hal yang tidak diketahui oleh banyak orang, hanya kepala pelayan itu yang tahu. Setiap malam, saat jangkrik bernyanyi untuk memikat lawan jenis, saat bulan sedang dalam keadaan percaya diri ataupun grogi untuk menampilkan dirinya dalam pementasan teater semalam suntuk hingga matahari mengambil alih peran di panggung semesta, hal itu terus terjadi.

Hal yang tidak diketahui orang lain itu adalah, bahwa saat kepala pelayan itu memasuki kamar Raden Mas, lemari kayu yang sangat bagus dari kayu jati, bergerak sendiri.

Lemari kayu itu bergoyang kencang kesana-kemari, dan sayup-sayup frekuensi suara yang berbunyi dalam jumlah kecil hertz mengobrak-abrik kesunyian di telinga si kepala pelayan.

Begitu mencekam, suara orang berteriak meminta tolong, teriakan tangis, teriakan perang, teriakan kesedihan, begitu menyayat hati kepala pelayan yang sedang membersihkan kamar Raden Mas yang saat itu belum kembali dari gedung pemerintahan tempat dia bekerja sebagai gubernemen, yang pasti, ada sesuatu dalam lemari tersebut.

Apakah, selundupan? Pikirnya.

Kembali lagi di masa kolonialisme hindia-belanda, pada tahun 1893. Kembali juga kepada kepala pelayan yang membersihkan kamar tuannya sambil ketakutan.

Meski ruangan ini terang karena cahaya lampu semprong, namun suasana terang yang remang ini membuat intensitas horor semakin tajam di jiwa si kepala pelayan.

Lampu semprong adalah lampu yang menggunakan sejenis wadah untuk minyak tanah dan alat untuk sumbu yang bisa dibakar di atasnya, diamankan dengan tabung kaca yang membuat lampu semprong aman dari kebakaran, dan juga gantungan di belakang semprong bisa membuatnya tetap tergantung diam, sediam tubuh kepala pelayan yang melihat lampu semprong di sebelah lemari kayu itu bergoyang-goyang, apinya bergerak kesana-kemari, seperti menari dalam pementasan jalanan sambil menunjukkan ekspresi seorang tempramen yang kalem tentunya.

Kepala pelayan itu cemas, kalau-kalau lampu semprong itu akan jatuh dan membakar rumah yang dibangun susah payah dengan membuka lahan oleh ayah Raden Mas sendiri.

"Tolong, buka pintu ini!" Suara wanita terdengar bersama dengan tangisan bayi, mungkin dia menggendongnya sambil berlari, entahlah.

"Tolong aku!" Suara itu berganti menjadi pria, teriakannya kencang sekencang bung Tomo di Surabaya.

"Aarrgghh!" Suara bayi.

"Selamatkan aku!" Suara kakek-kakek.

Suara yang keluar berubah-ubah, bukan hanya satu atau dua, berkali-kali suara itu berganti mulai dari wanita muda, pria dewasa, tua renta, namun sekali pun tidak dia dengar suara anak kecil yang merengek meminta susu dari orang tuanya saat sedang membutuhkan nutrisi penting demi tumbuh kembangnya, tidak.

Yang ada adalah teror yang menghantui kepala pelayan yang gemetar di sudut ruangan memegangi kepalanya lalu menurunkan tangannya hingga menutupi telinga, berusaha mengabaikan suara yang memanggil jiwanya untuk membuka pintu lemari tersebut.

Hari berganti minggu, minggu berganti tahun, tahun berganti dekade, kini dia menyerah.

Kepala Pelayan itu kalah telak, sudah bertahun-tahun dia membersihkan kamar tuannya, dia kalah dengan hasrat untuk membuka, penasaran untuk mencari tahu, dan juga belas kasihan pada kehidupan yang terkekang, dia akhirnya memutuskan untuk membuka lemari tersebut.

Kepala pelayan itu pun merangkak dari posisi terduduk, dia merangkak menuju lemari kayu yang semakin bergoyang, seperti anak kecil yang kegirangan karena akan dipeluk oleh kakek dan nenek saat dia datang berkunjung menemui manusia renta yang ingin merasakan manisnya hidup di saat-saat terakhir sebagai seorang sepuh, tentunya anak itu ceria dan bersemangat.

Berbeda dengan lemari kayu ini yang bergoyang semakin keras menambah intensitas kecemasan dalam diri kepala pelayan, menambah adrenalin pada jantungnya yang akhirnya menurunkan produksi dopamin pada tubuhnya sehingga menciptakan rasa takut, rasa cemas, khawatir, dan waspada. Inilah sistem pertahanan diri manusia yang sudah ada sejak dia dilahirkan, namun semua itu tidak berguna ketika manusia melawan ego, dan hasrat.

Kepala pelayan kini budak dari hasrat dan hawa nafsu, dia sudah membuka pintu lemarinya sedikit sekali. Tangannya gemetar, sama seperti jiwanya yang bergetar hebat saat melihat cahaya kebiruan yang begitu cerah, cahaya itu menerangi penjuru kamar, meledak-ledak bagai emosi amarah manusia yang tidak terkontrol, menyembur-nyembur bagai lidah api matahari sebagai pusat tata surya, begitu indah, begitu menakjubkan.

Juga menakutkan.

Kepala manusia bermunculan dari dalam cahaya kebiruan terang itu, lalu kembali terseret masuk. Kepala lain muncul lalu berkata, "Tarik aku, aku tidak ada di sana, aku harus pergi dari sini!"

Namun keinginannya untuk pergi langung lenyap begitu dia terseret kembali ke dalam cahaya kebiruan terang yang menyilaukan bak permata yang membiaskan cahaya matahari dan memfokuskannya hingga titik terkecil.

"Hah, Raden Mas?"

Kepala pelayan itu terkejut, tuannya keluar dari lemari bercahaya kebiruan itu, mengenakan beskap, jarik, blangkon, dan sebuah keris hitam bertahta emas. Kepala pelayan tetap pada posisinya yang terjengkang karena terdorong oleh kilauan permata dari cahaya biru.

"Pramuji, kamu telah melanggar hal yang tidak boleh dilanggar." Katanya sambil berjalan keluar dari lemari.

"Lemari ini adalah batas, dari ruang dan waktu. Manusia-manusia yang mencoba keluar itu adalah manusia yang penuh hasrat dan kenistaan, sehingga mereka terjebak dalam perbatasan dimana hanya ada cahaya yang memulihkan semua penyakit, namun juga memberikan semua penyakit."

"Karena kamu tahu, bahwa kamu telah mengetahui salah satu rahasia semesta ini, ikutlah denganku."

"Hiduplah denganku, di dalam perbatasan dimensi alam semesta yang luas."

"Begitupun juga kamu, wahai manusia penuh rasa ingin tahu yang membaca ini."

"Datanglah."

Masa sekarang.

Sejarawan itu kebingungan dengan apa yang dibacanya, lalu tertawa perlahan.

"Hahaha-haha."

Dia menganggap yang dibacanya barusan adalah sebuah dongeng untuk anak-anak yang gemar mendengarkan kisah super fiksi seperti ini.

Namun tawa sejarawan itu hilang, saat dia lenyap ditelan kemilau cahaya biru yang menyilaukan.

Mungkin saja, kamu yang membaca cerita ini juga akan berakhir sama.

Seperti mereka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap pak

24 Jan
Balas

Saya belum punya anak, dan saya masih masmas.Tapi makasih udah komen <3

24 Jan

Masyaallah..nguar bingasah

24 Jan
Balas

Masyaallah..nguar bingasah

24 Jan
Balas

Apa hubungan antara srjarawan garis tengahdengan cahaya biru..... Top Dhik.... Lanjut.

24 Jan
Balas

Jadi cahaya biru yang keluar dari lemari itu adalah tempat dimana dua dunia bergesekan. Dunia fana dengan dunia astral. Gubernemen yang sedang menjabat saat itu bertugas sebagai penjaga dua dunia tersebut. Teriakan yang keluar dari dalam lemari adalah teriakan dari orang2 yang gak pantas masuk dunia baik maupun dunia jelek, jadi mereka tersiksa dengan kekosongan di sana. Makanya kusebut garis tengah.

25 Jan



search

New Post