Lembaga pendidikan adalah suatu wadah yang biasa dijadikan tempat menaruh harapan dan investasi masa depan orang tua dan anaknya. Apalagi jikalau suatu lembaga mencantumkan berbagai iming manis terpampang di brosur nya. Banyak orang tua tak pandang biaya asalkan nasib anak nya terjamin.

Mungkin terlahir di kota kapitalis melahirkan mindset bahwa orang yang bekerja di perusahaan dan kota adalah orang sukses. Dan hedonisme adalah representatif dari kesuksesan. Maka dahulu ku terjun ke lembaga yang notaben nya mental pekerja.

Getir pahit pengeyam pendidikan tak berkesudahan. Semakin banyak korban lembaga pendidikan bermunculan termasuk aku. Mungkin juga aku yang bodoh mau saja lahir bermental budak. mungkin juga faktor ekonomi juga yang orang tua ku bukan konglomerat membuat ku mengharap pada lembaga ini.

Di satu sisi Pendidikan adalah suatu kiat untuk memperbaiki kualitas kelangsungan hidup setiap insan. Dan ada hal yang paling penting dalam pendidikan yaitu "MEMANUSIAKAN MANUSIA" Tapi realita berkata lain. Apa yang di korbankan tak sebanding dengan feed back yang di dapat. Mungkin salah ku yang terlalu mengharap lebih terhadap suatu lembaga. Tak salah kan pihak pengenyam meminta feed back karena sudah membayar sesuai yang di janjikan? Ku tak tahu apakah ini di pakai untuk mengenyangkan suatu pihak yang memanfaatkan sistem pendidikan menjadi suatu ladang bisnis. Aku tidak mau suudzon tapi realita seperti ini.

Apakah aku berhak mengklaim ini termasuk pendidikan yang memiskinkan? Ah sudah lah.. Lagi lagi aku menyalahkan pendidikan. Padahal pendidikan itu tidak salah. Yang salah itu sistem dan oknum yang memanfaatkan sistem itu sendiri. Ribuan orang bahkan jutaan mengharap pada pendidikan. Tapi sistem menghancurkannya.

Terimakasih untuk emak bapak telah mendedikasikan seluruh aspek dalam kehidupan kalian untuk kelangsungan hak pendidikan anak mu ini.

Semoga syurga untuk mu!

Ini terkesan sarkasme, tapi percayalah bahwa yang merasakan ini bukan hanya diriku! Tapi BANYAK!

Kota kapitalis, Cikarang. Selasa 27 November 2018.

Shandi Ismail.